• SELAMAT DATANG

    Asalammu'alaikum wbt. Blog ini membicarakan pelbagai topik agama yang merangkumi Artikel Umum, Akhir Zaman, Al-Quran, Hidayah Allah, Kebangkitan Islam, Satanisme, As-Siyasah, Doa & Bacaan, Fiqh Ibadah, Darah Wanita, Haji & Umrah, Korban & Akikah, Puasa, Solat, Toharoh, Zakat, Fiqh Muamalat, Hadis Pilihan, Ilmuwan Islam, Isu Semasa, Budaya Kufur, Islam Liberal, Pluralisme, Sekularisme, Syiah, Wahabiyyah, Kebesaran Allah, Kisah Teladan, Qishosul Anbiya', Sejarah Islam, Sirah Nabawi, Tafsir Al-Qur'an, Tasawwuf & Akhlak, Tauhid / 'Aqidah, Tazkirah, Akhirat, Bulan Islam, Kematian, Kisah Al-Quran, Tokoh Muslim, Ulama' Nusantara, Video Agama dan sebagainya. Semoga pembaca mendapat faedah ilmu dari pembacaan artikel dalam blog ini.. dalam mencari rahmat, keampunan dan keredhaan Illahi. InsyaAllah Ta'ala.

  • Pusat Latihan WoodValley Village, Sg. Congkak, Hulu Langat, kini dibuka untuk Penginapan Percutian, Program Hari Keluarga, Team Building dan Penempatan Kursus. Untuk tempahan dan info lanjut, sila hubungi:

    1) Arshad: 016-700 2170 2) Fahmi: 017-984 9469 3) Azleena: 012-627 2457

    [[ Download Brochure ]]

    [[Lawat Laman Web]

    -------------------------------------------
  • Klik untuk subscribe ke blog ini dan anda akan menerima email pemberitahuan tentang artikel terbaru. Taipkan email anda di kotak bawah:

    Join 68 other subscribers
  • KLIK PAUTAN

URUTAN LENGKAP KHALIFAH DALAM LINTASAN SEJARAH ISLAM


DITULIS OLEH: muslimdefenseforce

Dalam sejarah kaum muslimin hingga hari ini, pemerintah Islam di bawah institusi Khilafah Islamiah pernah dipimpin oleh 104 khalifah.

Adapun nama-nama para khalifah pada masa khulafaur Rasyidin sebagai berikut:

1.Abu Bakar ash-Shiddiq ra (tahun 11-13 H/632-634 M)

2.’Umar bin khaththab ra (tahun 13-23 H/634-644 M)

3.’Utsman bin ‘Affan ra (tahun 23-35 H/644-656 M)

4.Ali bin Abi Thalib ra (tahun 35-40 H/656-661 M)

5.Al-Hasan bin Ali ra (tahun 40 H/661 M)

Setelah mereka, khalifah berpindah ke tangan Bani Umayyah yang berlangsung lebih dari 89 tahun. Khalifah pertama adalah Mu’awiyyah. Sedangkan khalifah terakhir adalah Marwan bin Muhammad bin Marwan bin Hakam.

Masa kekuasaan mereka sebagai berikut:

1.Mu’awiyah bin Abi Sufyan (tahun 40-64 H/661-680 M)

2.Yazid bin Mu’awiyah (tahun 61-64 H/680-683 M)

3.Mu’awiyah bin Yazid (tahun 64-68 H/683-684 M)

4.Marwan bin Hakam (tahun 65-66 H/684-685 M)

5.’Abdul Malik bin Marwan (tahun 66-68 H/685-705 M)

6.Walid bin ‘Abdul Malik (tahun 86-97 H/705-715 M)

7.Sulaiman bin ‘Abdul Malik (tahun 97-99 H/715-717 M)

8.’Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (tahun 99-102 H/717-720 M)

9.Yazid bin ‘Abdul Malik (tahun 102-106 H/720-724 M)

10.Hisyam bin Abdul Malik (tahun 106-126 H/724-743 M)

11.Walid bin Yazid (tahun 126 H/744 M)

12.Yazid bin Walid (tahun 127 H/744 M)

13.Ibrahim bin Walid (tahun 127 H/744 M)

14.Marwan bin Muhammad (tahun 127-133 H/744-750 M)

Masa kepemimpinan Bani Umayyah berakhir pada tahun 132 H. Ini terjadi setelah Marwan bin Muhammad mengalami kekalahan dalam Perang Zab, melawan pasukan yang dipimpin Abu Abbas as-Saffah dari Bani Abbasiyah. Sejak saat itu kekhilafahan beralih ke Bani Abbasiyah. Masa kepemimpinan Bani Abbasiyah berlangsung selama kurang lebih 783 tahun. Khalifah pertamanya adalah Abu Abbas as-Saffah dan yang terakhir adalah al-Mutawakkil ‘Alallah. Masa kepemimpinan Bani Abbasiyah dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode Kekhilafahan Abbasiyah yang berpusat di Irak dan yang berpusat di Mesir.

Para Khalifah masa Abbasiyah yang berpusat di Irak

I. Dari Bani ‘Abbas :

1.Abul ‘Abbas al-Safaah (tahun 133-137 H/750-754 M)

2.Abu Ja’far al-Mansyur (tahun 137-159 H/754-775 M)

3.Al-Mahdi (tahun 159-169 H/775-785 M)

4.Al-Hadi (tahun 169-170 H/785-786 M)

5.Harun al-Rasyid (tahun 170-194 H/786-809 M)

6.Al-Amiin (tahun 194-198 H/809-813 M)

7.Al-Ma’mun (tahun 198-217 H/813-833 M)

8.Al-Mu’tashim Billah (tahun 218-228 H/833-842 M)

9.Al-Watsiq Billah (tahun 228-232 H/842-847 M)

10.Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah (tahun 232-247 H/847-861 M)

11.Al-Muntashir Billah (tahun 247-248 H/861-862 M)

12.Al-Musta’in Billah (tahun 248-252 H/862-866 M)

13.Al-Mu’taz Billah (tahun 252-256 H/866-869 M)

14.Al-Muhtadi Billah (tahun 256-257 H/869-870 M)

15.Al-Mu’tamad ‘Ala al-Allah (tahun 257-279 H/870-892 M)

16.Al-Mu’tadla Billah (tahun 279-290 H/892-902 M)

17.Al-Muktafi Billah (tahun 290-296 H/902-908 M)

18.Al-Muqtadir Billah (tahun 296-320 H/908-932 M)

II. Dari Bani Buwaih:

19.Al-Qahir Billah (tahun 320-323 H/932-934 M)

20.Al-Radli Billah (tahun 323-329 H/934-940 M)

21.Al-Muttaqi Lillah (tahun 329-333 H/940-944 M)

22.Al-Musaktafi al-Allah (tahun 333-335 H/944-946 M)

23.Al-Muthi’ Lillah (tahun 335-364 H/946-974 M)

24.Al-Thai’i Lillah (tahun 364-381 H/974-991 M)

25.Al-Qadir Billah (tahun 381-423 H/991-1031 M)

26.Al-Qa’im Bi Amrillah (tahun 423-468 H/1031-1075 M)

III. dari Bani Saljuk :

27. Al Mu’tadi Biamrillah (tahun 468-487 H/1075-1094 M)

28. Al Mustadhhir Billah (tahun 487-512 H/1094-1118 M)

29. Al Mustarsyid Billah (tahun 512-530 H/1118-1135 M)

30. Al-Rasyid Billah (tahun 530-531 H/1135-1136 M)

31. Al Muqtafi Liamrillah (tahun 531-555 H/1136-1160)

32. Al Mustanjid Billah (tahun 555-566 H/1160-1170 M)

33. Al Mustadhi’u Biamrillah (tahun 566-576 H/1170-1180 M)

34. An Naashir Liddiinillah (tahun 576-622 H/1180-1225 M)

35. Adh Dhahir Biamrillah (tahun 622-623 H/1225-1226 M)

36. al Mustanshir Billah (tahun 623-640 H/1226-1242 M)

37. Al Mu’tashim Billah ( tahun 640-656 H/1242-1258 M)

Pada masa kepemimpinan al-Mu‘tashim Billah terjadi peristiwa tragis yang menimpa kaum Muslim.

Peristiwa itu adalah serangan tentara Tartar, pada tahun 656 H, ke jantung Ibu Kota Negara Khilafah, di Baghdad.

Tentara Tartar yang dipimpin Hulagu ini menyerang kaum Muslim secara biadab. Perang yang berlangsung selama 40 hari itu, selain berhasil membunuh Khalifah, juga membunuh anak-anak dan pamannya. Sebagian dari mereka ada yang ditawan.

Dikisahkan, tidak seorang pun yang selamat dari pembantaian sadis tentara Tartar, kecuali mereka yang bersembunyi di sumur atau di kolong jembatan. Diperkirakan lebih dari satu juta penduduk menjadi korban kebiadaban pasuka Tartar.

Akibat serangan ini, kaum Muslim tidak memiliki khalifah selama kurang lebih tiga setengah tahun.

Pada tahun 658 H, tentara Tartar meyeberangi sungai Furat dan mereka sampai di Halb. Di tempat itu mereka menghunus pedang dan melanjutkan perjalanan ke Damaskus. Bersamaan dengan itu, kaum Muslim yang ada di Mesir tengah mengkosolidasikan kekuatan untuk menyongsong tentara Tartar dengan semangat jihad yang membara.

Saat itu, kaum Muslim dipimpin oleh Saifuddin Quthuz al-Mu‘izzi, yang menjadi sultan di Mesir, dengan gelar al-Malik al-Muzhaffar.

Al-Muzhaffar dan panglimanya, Ruknuddin Baybars al-Bandaqadari, memimpin pasukan Islam untuk menyambut serangan orang Tartar. Mereka bertemu di ‘Ayn Jalut. Kedua pasukan ini terlibat dalam pertempuran sengit pada hari Jumat, 15 Ramadhan.

Tentara Tartar akhirnya kalah telak dalam pertempuran yang sangat monumental di dalam catatan sejarah kaum Muslim.

Memasuki tahun 659 H, Dunia Islam belum juga memiliki seorang khalifah.

Akhirnya, didirikanlah kekhilafahan di Mesir. Al-Muntanshir-lah yang diangkat sebagai khalifah pertama Bani Abbasiyah di Mesir.

Dia adalah seorang keturunan Bani Abbasiyah, yang berhasil lolos dari pembantaian tentara Tartar, dan berhasil menyelamatkan diri ke Mesir. Sejak saat itu, pusat kekuasaan Islam berpindah ke Kairo.

Pembaiatan al-Muntanshir sebagai khalifah berlangsung pada tanggal 1 Rajab 659 H.

Para Khalifah masa Abbasiyah yang berpusat di Mesir :

1. Al Mustanshir billah II (taun 660-661 H/1261-1262 M)

2. Al Haakim Biamrillah I ( tahun 661-701 H/1262-1302 M)

3. Al Mustakfi Billah I (tahun 701-732 H/1302-1334 M)

4. Al Watsiq Billah I (tahun 732-742 H/1334-1354 M)

5. Al Haakim Biamrillah II (tahun 742-753 H/1343-1354 M)

6. al Mu’tadlid Billah I (tahun 753-763 H/1354-1364 M)

7. Al Mutawakkil ‘Alallah I (tahun 763-785 H/1363-1386 M)

8. Al Watsir Billah II (tahun 785-788 H/1386-1389 M)

9. Al Mu’tashim (tahun 788-791 H/1389-1392 M)

10. Al Mutawakkil ‘Alallah II (tahun 791-808 H/1392-14-9 M)

11. Al Musta’in Billah (tahun 808-815 H/ 1409-1426 M)

12. Al Mu’tadlid Billah II (tahun 815-845 H/1416-1446 M)

13. Al Mustakfi Billah II (tahun 845-854 H/1446-1455 M)

14. Al Qa’im Biamrillah (tahun 754-859 H/1455-1460 M)

15. Al Mustanjid Billah (tahun 859-884 H/1460-1485 M)

16. Al Mutawakkil ‘Alallah (tahun 884-893 H/1485-1494 M)

17. al Mutamasik Billah (tahun 893-914 H/1494-1515 M)

18. Al Mutawakkil ‘Alallah OV (tahun 914-918 H/1515-1517 M)

Masa kepemimpinan Bani Abbasiyah yang perpusat di Mesir berakhir tahun 918 H. Ini terjadi ketika kondisi politik saat itu sudah sangat tidak stabil. Di samping karena adanya konflik internal, yang menyebabkan persatuan khilafah lemah, juga karena adanya ancaman serangan orang-orang Portugis yang sudah sampai di Luat Merah. Pada saat itu, kekuatan Utsmani yang ada di Turki muncul di bawah pimpinan Sultan Salim. Akhirnya, khalifah Abbasiyah terakhir, al-Mutawakkil ‘Alallah (III) turun tahta dan menyerahkan kekuasaan kepada Sultan Salim.

Kepemimpinan Khilafah Utsmaniyah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama, sekitar 424 tahun, dari tahun 918-1342 H (1512-1924 M). Khalifah pertamanya adalah Salim al-Ula dan yang terkahir adalah ‘Abdul Majid ats-Tsani. Banyak prestasi yang berhasil diraih Kekhilafahan Utsmaniah, di antaranya adalah penaklukan Konstantinopel. Mereka telah mendatangi Eropa sampai di Austria, lalu mengepungnya lebih dari dua kali. Negeri-negeri Eropa yang berhasil dikuasai antara lain Hungaria, Beograd, Albania, Yunani, Rumania, Serbia, dan Bulgaria. Mereka juga telah menguasai seluruh kepulauan di Laut Tengah dan menariknya ke dalam pangkuan Islam.

Para Khalifah masa Utsmaniyah :

1. Salim I (tahun 918-926 H/1517-1520 M)

2. Sulaiman al-Qanuni (tahun 916-974 H/1520-1566 M)

3. salim II (tahun 974-982 H/1566-1574 M)

4. Murad III (tahun 982-1003 H/1574-1595 M)

5. Muhammad III (tahun 1003-1012 H/1595-1603 M)

6. Ahmad I (tahun 1012-1026 H/1603-1617 M)

7. Musthafa I (tahun 1026-1027 H/1617-1618 M)

8. ‘Utsman II (tahun 1027-1031 H/1618-1622 M)

9. Musthafa I (tahun 1031-1032 H/1622-1623 M)

10. Murad IV (tahun 1032-1049 H/1623-1640 M)

11. Ibrahim I (tahun 1049-1058 H/1640-1648 M)

12. Mohammad IV (1058-1099 H/1648-1687 M)

13. Sulaiman II (tahun 1099-1102 H/1687-1691M)

14. Ahmad II (tahun 1102-1106 H/1691-1695 M)

15. Musthafa II (tahun 1106-1115 H/1695-1703 M)

16. Ahmad II (tahun 1115-1143 H/1703-1730 M)

17. Mahmud I (tahun 1143-1168/1730-1754 M)

18. “Utsman IlI (tahun 1168-1171 H/1754-1757 M)

19. Musthafa II (tahun 1171-1187H/1757-1774 M)

20. ‘Abdul Hamid (tahun 1187-1203 H/1774-1789 M)

21. Salim III (tahun 1203-1222 H/1789-1807 M)

22. Musthafa IV (tahun 1222-1223 H/1807-1808 M)

23. Mahmud II (tahun 1223-1255 H/1808-1839 M)

24. ‘Abdul Majid I (tahun 1255-1277 H/1839-1861 M)

25. “Abdul ‘Aziz I (tahun 1277-1293 H/1861-1876 M)

26. Murad V (tahun 1293-1293 H/1876-1876 M)

27. ‘Abdul Hamid II (tahun 1293-1328 H/1876-1909 M)

28. Muhammad Risyad V (tahun 1328-1339 H/1909-1918 M)

29. Muhammad Wahiddin II (tahun 1338-1340 H/1918-1922 M)

30. ‘Abdul Majid II (tahun 1340-1342 H/1922-1924 M

SEJARAH EMAS UMAT ISLAM DI BAWAH NAUNGAN KHILAFAH


Artikel Suara Kebangkitan Mykhilafah.com

Sejarah perjuangan dan kegemilangan umat Islam dalam pentas peradaban dunia berlangsung sangat lama iaitu sekitar 13 abad, yang bermula sejak zaman kepemimpinan Rasulullah SAW di Madinah (622-632M), sehinggalah tumbangnya Kekhilafahan Turki Uthmani pada tanggal 28 Rajab 1342H (3 Mac 1924). Kejayaan Muhammad SAW dalam membangun peradaban Islam yang tiada taranya dalam sejarah dicapai dalam jangka waktu 23 tahun di mana 13 tahun darinya merupakan langkah persiapan ketika zaman Makkah (Makkiyyah) dan 10 tahun terakhir ketika di zaman Madinah (Madaniyah). 23 tahun ini merupakan rentang waktu yang kurang dari satu generasi, dimana bagindaSAW telah berhasil memegang kekuasaan atas bangsa-bangsa yang jauh lebih tua peradabannya saat itu khususnya Rom dan Parsi. Hal ini sudah tidak dapat diperdebatkan lagi baik di kalangan kaum Muslimin mahupun non-Muslim.

Begitu juga kejayaan Islam di zaman Khulafa’ ar-Rasyidin yang sudah terpateri kukuh dalam lipatan emas sejarah keagungan Islam sehingga ke hari ini. Di abad Rasulullah SAW dan Khulafa’ ar-Rasyidin inilah agama Allah telah diterapkan dengan sempurna dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang membenarkan

Firman Allah,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ

Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Akur edhai Islam itu sebagai agama kamu” [TMQ al-Ma’idah (5):3].

Generasi di masa itu merupakan generasi terbaik sebagaimana dikehendaki oleh Allah SWT,

كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم ۚ مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿١١٠﴾

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munka, dan beriman kepada Allah” [TMQ Ali Imran (3):110].

Kegemilangan Islam ini diteruskan lagi di era kekhilafahan selepas Khulafa’ ar-Rasyidin dan hal ini turut terbungkus indah dalam sejarah Islam. Namun malangnya, banyak dari bungkusan emas sejarah Islam ini telah dicemari oleh tangan-tangan kotor dari Barat yang hasad dan dengki melihat keagungan kandungannya. Mereka berusaha merubah dan mencemari kandungannya dengan lumpur dan najis dan setelah itu bungkusan inilalu dipersembahkan oleh Barat kepada umat Islam. Sebahagian umat Islam menerimanya dengan pasrah, tanpa dapat lagi melihat kilauankeindahannya dan tanpa mahu membersihkan kekotorannya. Maka, terpalitlah umat Islam dengan kekotoran yang sama. Sautun Nahdhah kali ini Insya Allahcuba membersihkan sedikit debu yang meliputi bungkusan emas ini agar ternampak sedikit sinar keindahannya oleh mereka yang mempunyai penglihatan.

Zaman Khilafah Umayyah (661-750M)

Zaman kekhilafahan Umayyah berlangsung selama lebih kurang 90 tahun. Beberapa orang Khalifah terkenal Bani Umayyah antaranya adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680M), Abdul Malik bin Marwan (685-705M), Al-Walid bin Abdul Malik (705-715M), Umar bin Abdul Aziz (717-720M) dan Hasyim bin Abdul Malik (724-743M). Awal Daulah Umayyah lebih difokuskan kepada peluasan wilayah kekuasaan. Pengembangan wilayah yang terhenti sejenak pada masa Khalifah Utsman dan Ali dilanjutkan kembali oleh Daulah Umayyah. Pada zaman Muawiyah, Tunisia ditakluki. Di sebelah Timur, Muawiyah berjaya menguasai daerah Khurasan sehinggalah ke sungai Oxus dan Afghanistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan ke ibukota Bizantium, Konstantinopel. Pengembangan wilayah ke Timur yang dilakukan Muawiyah kemudian diteruskan oleh Khalifah Abdul Malik. Sang Khalifah mengirim tentera menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Bukhara, Khawarizm, Ferghana dan Samarkand. Tenteranya malah sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Maltan.

Gibraltar (Jabal Tariq).

Tentera Sepanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, wilayah Sepanyol menjadi sasaran futuhat selanjutnya. Ibukota Sepanyol, Cordova, dengan cepatnya dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo yang akhirnya dijadikan ibukota Sepanyol yang baru setelah jatuhnya Cordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah kerana mendapat dukungan dari rakyat tempatan yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasanya.

Pada zaman Umar bin Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Perancis melalui pegunungan Pyranees. Serangan ini dipimpin oleh Aburrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi yang menyerang Bordeaux dan Poitiers. Dari sana beliau cuba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh dan tenteranya mundur kembali ke Sepanyol. Disamping daerah-daerah tersebut, pulau-pulau yang terdapat di Laut Mediterranean juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah.

Dengan keberhasilan futuhat ke beberapa wilayah, baik di Timur mahupun Barat, wilayah kekuasaan Islam di zaman Bani Umayyah ini semakin meluas. Wilayah-wilayahnya meliputi Sepanyol, Afrika Utara, Syria, Palestin, Jazirah Arab, Irak, sebahagian Asia Kecil, Parsi dan Afghanistan, termasuk wilayah yang sekarang dikenali sebagai Pakistan, Uzbekserta Kyrgyz di Asia Tengah.Disamping futuhat, Bani Umayyah juga banyak berjasa dalam pengembangan bahasa Arab sehingga menjadi bahasa pengantar dunia (lingua franca), sekaligus menjadi bahasa diplomatik antarabangsa diantara Barat dan Timur bahkan berkembang menjadi bahasa pertuturansehinggalah ke zaman renaissance. Kemajuan tradisi intelektual dan ilmu pengetahuan pada zaman Daulah Umayyah di Andalusia dirasakan oleh masyarakat Eropah.

Dalam bidang ekonomi, Islam telah menguasai dunia perdagangan sejak permulaan Daulah Umayyah (661-750M) lagi dimana pesisiran lautan Hindi sampai ke Lembah Sind, terjalin kesatuan wilayah yang luas dari Timur ke Barat yang membentuk laluan dagang yang lancar di dataran antara China dengan dunia Barat yang dikenali sebagai Jalan Sutera (silk road) yang terkenal. Kemudian, terbuka pula jalur perdagangan melalui Teluk Parsi dan Teluk Eden yang menghubungkannya dengan kota-kota dagang di sepanjang pesisir Benua Eropah. Ini menyebabkan keperluan Eropah pada saat itu amat tergantung kepada kegiatan dagang di dalam wilayah Islam.

Zaman Khilafah Abbasiyah (750-1258M)

Zaman kekhilafahan Abbasiyah berlangsung selama 508 tahun, suatu rentang waktu yang cukup lama dalam sesebuah peradaban. Tidak seperti pada zaman Umayyah, zaman awal Daulah Abbasiyah lebih difokuskan kepada pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam berbanding peluasan wilayah. Fakta sejarah mencatat bahawazamanDaulah Abbasiyah merupakan zamanpencapaian cemerlang dunia Islam dalam bidang sains, teknologi dan pelbagai jenis keilmuan. Pada saat itu, dua pertiga bahagian dunia dikuasai oleh Kekhilafahan Islam. Zaman sepuluh Khalifah pertama dari Daulah Abbasiyah merupakan masa keemasan peradaban Islam dimana Baghdad mengalami kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat. Secara politik, para Khalifah benar-benar merupakan tokoh yang kuat dan Khilafah menjadi pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Puncak pencapaian kemajuan peradaban Islam terjadi pada masa pemerintahan Harun Al-Rasyid (786-809M) di mana banyak pusat pengajian dan perpustakaan yang besar didirikan. Harun Al-Rasyid juga menggunakan kekayaan yang banyak untuk dimanfaatkan bagi keperluan sosial. Hospital, lembaga pendidikan dan perubatan serta farmasi didirikan. Pada masa itu terdapat paling tidak sekitar 800 orang doktor. Pada masa inilah Negara Islam (Khilafah) menempatkan dirinya sebagai negara terkuat yang tak dapat ditandingi, jauh meninggalkan negara-negara yang masih tenggelam dalam kegelapan selama berabad-abad. Pada saat itu terjadiletusan kemajuan di berbagai bidang keilmuan yang telah melahirkan berbagai karya ilmiah yang luar biasa.

Pada masa pemerintahan Abbasiyah inilah lahirnya para imam mazhab fiqh yang empat iaitu Imam Abu Hanifah (700-767M), Imam Malik (713-795M), Imam Syafi’i (767-820M) dan Imam Ahmad bin Hanbal (780-855M), para imam mazhab yang hebat dan terukir indah namanya hingga ke hari ini dengan sumbangan yang luarbiasa di dalam fiqh Islam.Prestasi yang gemilang sebagai implikasi dari ketamadunan Daulah Abbasiyah juga jelas terlihat dengan lahirnya para ilmuwan Muslim yang masyhur dan berkaliber di peringkat antarabangsa seperti Al-Biruni (fizik dan perubatan), Jabir bin Hayyan dalam ilmu kimia, Al-Khawarizmi dalam ilmu matematik, Al-Farazi, Al-Fargani, Al-Bitruji (astronomi), Abu Ali Al-Hasan bin Haythami dalam bidang kejuruteraan dan optik, Ibnu Sina (Avicenna) yang dikenali sebagai BapaIlmu Kedokteran Moden, Ibnu Khaldun (sejarahdan sosiologi), Al-Razi (guru Ibnu Sina)dalam bidang kimia dan perubatan yang telah menghasilkan 224 judul buku, Al-Battani (Al-Batenius), seorang ahli astronomi, Al Ya’qubi, seorang ahli geografi, sejarawan dan pengembara, Al-Buzjani (Abul Wafa) yang mengembangkan beberapa teori penting di bidang matematik (geometri dan trigonometri) dan ramai lagi dengan karya-karya mereka yang hebat. Selain itu, pada masa ini, Islam telah memberikan sumbangan besar kepada dunia dalam bentuk tiga alat penting iaitu kertas, kompas dan bahan letupan (gunpowder).

Pendek kata, bermula dari dunia Islamlah ilmu pengetahuan mengalami cetusan (penyebaran dan penularan) dan pengembangan ke dunia Barat yang sebelumnya diliputi oleh zaman gelap (dark ages) sehingga mendorong munculnya zaman renaissance dan enlightenment (pencerahan) di Eropah selepas itu.Menurut George Barton, ketika dunia Barat sudah mula matangdan merasakan perlunya ilmu pengetahuan yang lebih mendalam, perhatiannya yang utamatidak lagi ditujukan kepada sumber-sumber Yunani, tetapi kepada sumber-sumber Arab (Islam).Sebelum Islam datang, menurut Gustav Le Bon, Eropah berada dalam keadaan kegelapan, tidak satupun bidang ilmu yang maju bahkan mereka lebih percaya kepada perkara yang karut-marut (tahyul). Sebuah kisah menarik pernah terjadi pada zaman Daulah Abbasiyah pada waktu kepemimpinan Harun Al-Rasyid, tatkala beliau mengirimkan jam sebagai hadiah kepada Charlemagne seorang penguasa di Eropah. Penunjuk waktu yang setiap detiknya berbunyi telah dianggap oleh pihak gereja sebagai mengandungi jin, sehingga mereka merasa takut dengannya.

Kemunduran Eropah pada zaman pertengahan (abad 9M) bukanlah hanya pada aspek intelektual, bahkan jugadalam aspek fizikal. Hal ini sebagaimana digambarkan oleh William Draper, “Pada zaman itu, ibukota pemerintahan Islam di Cordova merupakan kota paling bertamadun di Eropah. Terdapat 113,000 buah rumah, 21 kota pertahanan, 70 perpustakaan serta masjid-masjid dan istana yang banyak. Cordova menjadi masyhur di seluruh dunia, dimana jalannya berturap dan diterangi dengan lampu-lampu sementara keadaan di London 7 abad sesudah itu (yakni abad 15M), satu lampu umumpun tidak ada. Di Paris berabad-abad sesudah zaman Cordova, orang yang melangkahi ambang pintunya pada saat hujan, melangkah sampai mata kakinya terbenam ke dalam lumpur”.

Pada pertengahan abad ke-9M, peradaban Islam telah meliputi seluruh Sepanyol. Islam masuk ke Sepanyol setelah Abdurrahman ad-Dakhil (756M) berhasil membangunkan pemerintahan yang berpusat di Andalusia.Melalui Sepanyol, Sicily dan Perancis Selatan yang berada di bawah pemerintahan Islam, peradaban Islam memasuki Eropah. Bahasa Arab menjadi bahasa antarabangsa yang digunakan oleh pelbagai bangsa di dunia. Baghdad di Timur dan Cordova di Barat menjadi dua kota raksasa Islam yang menerangi dunia dengan cahaya yang bergemerlapan.

Semaraknya pengembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di dunia Islam dimanifestasikan dengan banyaknya perpustakaan yang terdapat di kota-kota di wilayah Islam yang jumlahnya amat mengagumkan. Sejarah mencatat bahawa perpustakaan di Cordova pada abad ke 10mempunyai lebih 600,000 jilid buku. Perpustakaan Darul Hikmah di Kaherah mempunyai 2,000,000 jilid buku. Perpustakaan Al-Hakim di Andalusia pulamemiliki pelbagai buku dalam 40 bilik di mana setiap bilik tersebutterdapat 18,000 jilid buku. Di perpustakaan Abudal Daulah di Shiraz (Iran Selatan) pula, buku-bukunya memenuhi 360 buah bilik. Sementara ratusan tahun sesudahnya (abad 15M), menurut catatan Ensiklopedia Katolik, perpustakaan Gereja Canterbury yang merupakan perpustakaan dunia Barat yang paling kaya saat itu, jumlah bukunya tidak melebihi 1,800 jilid sahaja. Dari pusat-pusat peradaban Islam yang meliputi Baghdad, Damsyik, Cordova, Sevilla, Granada dan Istanbul inilah, sumbangan besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan peradaban moden di dunia Barat diasaskan.

Zaman Khilafah Utsmaniyyah Dan Runtuhnya Khilafah

Pasca berakhirnya kekuasaan Daulah Abbasiyah, kepemimpinan Islam diteruskan dengan KhilafahDaulah Uthmaniyah. Daulah Uthmaniyah yang selama lebih dari enam abad kekuasaannya (1299-1924M),telah dipimpin oleh 36 orang sultan, sebelum akhirnya runtuh dan terpecah menjadi beberapa negara kecil. Pada zamanKhilafah Uthmaniyyah, sejarawan sepakat bahawa zaman Khalifah Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566M) merupakan zaman kejayaan dan kebesaran yang pada masanya Negara Khilafah terlalu jauh meninggalkan negara-negara Eropahbaik di bidang teknologi, militer, sains, politik dan sebagainya.Kesultanan ini menjadi pusat interaksi antara Barat dan Timur selama lebih kurang enam abad kewujudannya. Pada puncak kekuasaannya, Khilafah Uthmaniyyah terbahagi kepada 29 wilayah dengan Konstantinopel (sekarang Istanbul) sebagai ibukotanya. Pada abad ke-16 dan ke-17, Khilafah Uthmaniyyah menjadi salah satu kekuatan utama dunia dengan armada lautnya yang terbesar dan terkuat. Pendek kata, kekuasaan dan kekuatan Khilafah Uthmaniyyah cukup digeruni dan dihormati kawan dan lawan.

Namun sayangnya, kekuatan Khilafah terkikis secara perlahan-lahan pada abad ke-19, sehingga mengalami kemunduran dan seterusnya runtuh pada abad ke-20. Musuh-musuh Islam telah mengambil waktu selama lebih dari satu abad untuk melepaskan ikatan ideologi Islam dari tubuh umat Islam dan Negara Islam, yang pada akhirnya, pada tanggal 28 Rajab 1342H (3 Mac 1924M), kuffar Barat, melalui Mustafa Kamal Attaturk laknatullah, yang merupakan ejen British,telah berjaya meruntuhkan Daulah Khilafah dan menggantikannya dengan Republik Turki sekular. Sejak itu, berakhirlah sebuah pemerintahan Islam dan sebuah institusi politik yang selama ini menjaga Islam dan umatnya dan sejak itu jugalah, bermulanya penderitaan umat Islam di bawah penguasa sekular dan sistem pemerintahan kufuryang diterapkan ke atas mereka.

Khatimah

Wahai kaum Muslimin! Jika kita mengamati sejarah, sesungguhnya faktor utama kekalahan dan melemahnya umat Islam bukanlah terletak pada kekuatan musuh-musuh Islam, tetapi lebih disebabkan oleh kelemahan umat Islam itu sendiri kerana telah meninggalkan ajaran Islam. Setelah pemikiran Islam ditinggalkan dan digantikan dengan pemikiran kufur Barat, ia bukan sekadar menjatuhkan umat Islam dari kedudukannya yang tinggi, malah telah turut meruntuhkan sebuah Daulah Islam yang telah dibina dengan kukuh sejak sekian lama. Akal yang jernih menjelaskan kepada kita bahawasegala kemenangan, kemajuan dan kemuliaan yang dikecapi oleh umat Islam selama lebih dari 13 abad, adalah kerana umat Islam berada dan bersatu di bawah naungan pemerintahan Islam(Khilafah). Walaupun ada segelintir dari Khalifah yang tergelincir dari jalan yang lurus, namun mereka tetap menerapkan Islam di dalam pemerintahan dan tidak menggantikannya dengan sistem dan undang-undang kufur, tidak sebagaimana pemerintah Muslim yang paling ‘baik’ pada hari ini, yang memerintah dengan sistem dan undang-undang kufur. Justeru, tidak ada cara lain untuk mengembalikan semula keagungan sejarah Islam, kecuali dengan berusaha mengembalikan semula Negara Islam (Khilafah) yang telah runtuh ini.Inilah yang sedang diusahakan oleh Hizbut Tahrir di seluruh dunia dan Insya Allah dengan usaha yang bersungguh-sungguh dari setiap Mukmin yang ikhlas, Khilafah akan tegak kembali dengan izin Allah dalam masa yang terdekat ini.Amin ya Rabbal Alamin.

KEWAJIBAN MENEGAKKAN KHILAFAH DALAM PERSPEKTIF SYARI’AT


KEWAJIBAN MENEGAKKAN KHILAFAH DALAM PERSPEKTIF SYARI’AT

Oleh:Yakhsyallah Mansur

Firman Allah Subhanahu Wata’ala:

وَإِذْقَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَئِكَةِ اِنِّى جَاعِلٌ فِىْ الاَرْضِ خَلِيْفَةً قَالُوْا أتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّى أَعْلَمُ مَا لاَتَعْلَمُوْنَ {البقرة: 30}.

“Dan ingatlah tatkala Tuhanmu berkata kepada para Malaikat:’Sesungguhnya Aku akan menjadikan seorang khalifah di muka bumi . Mereka bekata:’Mengapa Engkau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? Tuhan berfirman:”Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui ” (QS.Al-Baqarah: 30).

Menurut Ibnu Katsir, Imam Al-Qurthubi dan ulama yang lain telah menjadikan ayat ini sebagai dalil wajibnya menegakkan khilafah untuk menyelesaikan dan memutuskan pertentangan antara manusia, menolong orang yang teraniaya, menegakkan hukum Islam, mencegah merajalelanya kejahatan dan masalah-masalah lain yang tidak dapat terselesaikan kecuali dengan adanya imam (pimpinan).

Selanjutnya Ibnu Katsir menukilkan kaidah Ushul Fiqh yang berbunyi:

وَمَا لاَ يـَتـِمُّ اْلـوَاجـِبُ إِلاَّ بِهِ فَهـُوَ وَاجـِبٌ.

“Sesuatu yang menyebabkan kewajiban tidak dapat terlaksana dengan sempurn,maka dia menjadi wajib adanya”.

Ayat lain yang menjadi dalil wajibnya menegakkan khilafah adalah:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيْعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِي اْلأَمْرِ مِنْكُمْ {النساء: 59}

“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan Ulil Amri di antara kamu, (QS.An-Nisa: 59).

Pada ayat ini Allah Subhanahu Wata’ala memerintahkan agar orang yang beriman mentaati Ulil Amri.

Menurut Al-Mawardi, Ulil Amri adalah pemimpin yang memerintah umat Islam. Tentu saja Allah tidak memerintahkan umat Islam untuk mentaati seseorang yang tidak berwujud sehingga jelaslah bahwa mewujudkan kepemimpinan Islam adalah wajib. Ketika Allah memerintahkan untuk mentaati Ulil Amri berarti juga memerintahkan untuk mewujudkannya, demikian menurut Taqiyuddin An-Nabhani.

Kewajiban menegakkan khilafah juga didasarkan kepada beberapa hadits Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam antara lain:

لاَ يَحـِلُّ لـِثَلاَثـَةِ يَكـُوْنـُوْنَ بـِفـَلاَةِ مـِنْ فـَلاَةِ اْلاَرْضِ إِلاَّ اَنْ يـُؤَمـِّرَ عـَلـَيْهـِمْ اَحَـدَهُـمْ {رواه أحمد}.

“Tidak halal bagi tiga orang yang berada di permukaan bumi kecuali mengangkat salah seorang diantara mereka menjadi pimpinan” (HR.Ahmad).

Asy-Syaukani berkata:”hadits ini merupakan dalil wajibnya menegakkan kepemimpinan di kalangan umat Islam. Dengan adanya pimpinan umat Islam akan tehindar dari perselisihan sehingga terwujud kasih sayang diantara mereka. Apabila kepemimpinan tidak ditegakkan maka masing-masing akan bertindak menurut pendapatnya yang sesuai dengan keinginannya sendiri. Di samping itu kepemimpinan akan meminimalisir persengketaan dan mewujudkan persatuan”.

Sabda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam:

كَانَتْ بَنُو إِسْرَائِيلَ تَسُوسُهُمُ اْلأَنْبِيَاءُ كُلَّمَا هَلَكَ نَبِيٌّ خَلَفَهُ نَبِيٌّ وَإِنَّهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدِي وَسَيَكُونُ خُلَفَاءُ فَيَكْثُرُونَ قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا قَالَ فُوا بِبَيْعَةِ اْلأَوَّلِ فَاْلأَوَّلِ أَعْطُوهُمْ حَقَّهُمْ فَإِنَّ اللَّهَ سَائِلُهُمْ عَمَّا اسْتَرْعَاهُمْ {رواه البخاريعن ابى هريرة}.

“Dahulu Bani Israil senantiasa dipimpin oleh para Nabi, setiap mati seorang Nabi diganti oleh Nabi lainnya dan sesudahku ini tidak ada lagi seorang Nabi dan akan terangkat beberapa khalifah bahkan akan bertambah banyak. Sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apa yang engkau perintahkan kepada kami? Beliau bersabda: ”Tepatilah bai’atmu pada yang pertama, maka untuk yang pertama dan berilah kepada mereka haknya, maka sesungguh nya Allah akan menanyakan apa yang digembala kannya.” (HR.Al-Bukhari dari Abu Hurairah).

Hadits ini di samping menginformasikan kondisi Bani Israil sebelum Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam diutus sebagai Rasul dan Nabi terakhir yangs selalu dipimpin oleh para Nabi, juga merupakan Nubuwwah Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam tentang peristiwa yang akan dialami umat Islam sepeninggal beliau.

Nubuwwah adalah pengetahuan yang diberikan oleh Allah kepada Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam tentang peristiwa yang akan terjadi.

Pada hadits ini Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam menjelaskan bahwa sepeninggal beliau umat Islam akan dipimpin oleh para khalifah, seperti Bani Israil dipimpin oleh para Nabi. Para khalifah ini akan memimpin umat Islam seperti para Nabi memimpin Bani Israil hanya saja mereka tidak menerima wahyu.

Oleh karena itu Abu Al-Hasan Al-Mawardi (w.450 H) mendefinisikan Imaamah (kepemimpinan umat Islam) sebagai

موضوعة لخلافة النبوة فى حراسة الدين وسياسة الدنيا.

“Kedudukan yang diadakan untuk menggantikan kenabian dalam rangka memelihara agama dan mengatur dunia).

Kata السياسة yang merupakan masdar dari kata ساس- يسوس , menurut An-Nawawi dalam “Syarh Muslim” mempunyai pengertian :

القيام على الشيئ بما يصلحه. “Mengatur sesuatu dengan cara yang baik”

Ketika menjelaskan hadits di atas Ibnu Hajar Al-Asqolani berkata:”Di dalamnya mengandung petunjuk tentang keharusan adanya pemimpin bagi masyarakat (Islam) yang akan mengatur urusan mereka dan membawanya ke jalan yang baik serta melindungi orang-orang yang teraniaya”.

Para ulama mengomentari kewajiban menegakkan khilafah (kepemimpinan umat Islam) sebagai berikut

a. Asy Syaikh Muhammad Al-Khudlri Bik

Di dalam “Itmam Al-Wafa” mengatakan bahwa umat Islam telah sepakat tentang wajibnya menegakkan khilafah (kepemimpinan Islam) setelah Rasulullah Sallallhu ‘Alaihi Wasallam.

b. Al-Jurjani

“Mengangkat Imam adalah salah satu dari sebesar-besar maksud dan sesempurna-sempurna nya kemaslahatah ummat”.

c. Al-Ghazali.

“Ketentraman dunia dan keamanan jiwa dan harta tidak tercapai kecuali dengan adanya pimpinan yang ditaati oleh karenanya orang mengatakan:’Agama dan pimpinan adalah dua saudara kembar’. Dan karenanya pula orang mengatakan:’Agama adalah sendi dan pimpinan adalah pengawal. Sesuatu yang tidak ada akan hancur, dan sesuatu yang tidak ada pengawal akan tersia-sia.

d. Ibnu Khaldun

“Mengangkat Imam adalah wajib. Telah diketahui wajibnya pada syara’ dan ijma’ sahabat dan tabi’in. mengingat bahwa para sahabat segera membai’at Abu Bakar stelah Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam wafat dan menyerahkan urusan masyarakat kepadanya. Demikian pula pada tiap masa sesudah itu tidak pernah masyarakat diabiarkan dalam keadaan tidak berpemimpin. Semuanya merupakan ijma’ yang menunjukkan kewajiban adanya Imam.

e. Al-Mawardi

“Andaikata tidak ada Imam, masyarakat tentu menjadi kacau balau (anarkhis) dan tidak ada yang memperhatikan kepentingan mereka.

f. Yusuf Al-Qardhawi

“Disebutkan dalam “Mandzumah Al-Yanharah”

وواجـب نـصـب امام عادل # بالـشـرع فاعـلم لابحـكـم العـقـل.

“Kewajiban mengangkat Imam yang adil # adalah ketentuan syara’ buakan ketetapan akal”.

Oleh karena itu muslimin yang tidak memiliki Imam atau Khalifah, maka mereka semuanya menanggung dosa. Karena mereka telah melalaikan satu kewajiban, yaitu fardlu kifayah yang menjadi tanggung jawab mereka bersama untuk melaksanakannya.

Periodisasi Kepemimpinan Umat Islam

Dari Nu’man bin Basyir Radiallahu ‘Anhu, Rasulullah Sallallahu ‘Alahi Wasallam bersabda:

تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ {رواه احمد}.

”Adalah masa Kenabian itu ada di tengah tengah kamu sekalian, adanya atas kehendaki Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), adanya atas kehandak Allah. Kemudian Allah mengangkatnya (menghentikannya) apabila Ia menghendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menggigit (Mulkan ‘Adldlon), adanya atas kehendak Allah. Kemu- dian Allah mengangkatnya apabila Ia meng hendaki untuk mengangkatnya. Kemudian adalah masa Kerajaan yang menyom bong (Mulkan Jabariyah), adanya atas kehendak Allah. Kemu dian Allah mengangkatnya, apabila Ia menghendaki untuk mengang katnya. Kemudian adalah masa Khilafah yang menempuh jejak Kenabian (Khilafah ‘ala minhajin nubuwwah).” Kemudian beliau (Nabi) diam.” (HR.Ahmad).

Menurut hadits ini kepemimpinan umat Islam akan mengalami 4 zaman/period:

1. ZAMAN KENABIAN

Yaitu masa umat Islam dipimpin oleh Rasulullah Sallallhu ‘Alaihi Wasallam, masa kenabian ini selama 23 tahun

2. ZAMAN KHILAFAH ‘ALA MINHAJIN NUBUWWAH

Yaitu masa umat Islam dipimpin oleh para khalifah yang mengikuti jejak Rasulullah Sallallhu ‘Alaihi Wasallam. Masa ini dimulai dengan dibai’atnya Abu Bakar As-Siddiq sebagai Khalifah setelah Rasulullah Sallallhu ‘Alaihi Wasallam wafat. Oleh karena itu Abu Bakar sebagai Khalifah yang pertama menyebut dirinya sebagai Khalifah Rasulullah (pengganti Rasulullah Sallallhu ‘Alaihi Wasallam). Selanjutnya Umar bin Khattab, sebagai Khalifah kedua menyebut dirinya sebagai Khalifah Khalifah Rasulullah (penggantinya pengganti Rasulullah Sallallhu ‘Alaihi Wasallam). Khalifah ketiga, Utsman bin Affan, karena sebutannya terlalu panjang, hanya disebut Khalifah. Mulai sejak itu sebutan Khalifah dipakai secara populer. Sebutan tersebut terus dipakai sampai ke masa Ali bin Abi Thalib, sebagai khalifah keempat.

Masa Khilafah ‘Ala Mihajin Nubuwwah ini berlangsung selama kurang lebih 30 tahun, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Sallallhu ‘Alaihi Wasallam:

الْخِلاَفَةُ فِي أُمَّتِي ثَلاَثُونَ سَنَةً ثُمَّ مُلْكٌ بَعْدَ ذَلِكَ {رواه ابو داود والترمذي}

“Masa pada ummatku itu tiga puluh tahun kemudian setelah itu masa kerajaan (HR.Abu Dawud dan Tirmidzi).

3. ZAMAN MULKAN JABBARIYAH

Yaitu masa umat Islam dipimpin oleh para raja. Sebagai raja pertama adalah Mu’awiyah bin Abu Sufyan (w. 60 H).

Dalam sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Ahmad, Mu’awiyah bin Abu Sufyan pernah berkata kepada Abdurrahman bin Abi Bakrah:

اَتَـقـُوْلُ اْلمُلـْكُ؟ فَقَدْ رَضِيـْنـَا بِاْلمـُلـْكِ.

“Apakah kamu berkata kami raja? Sungguh kami ridha dengan kerajaan”.

Masa Mulkan (kerajaan) ini terdiri dari dua periode yaitu Mulkan Adlan (kerajaan yang mengigit) dan Mulkan Jabariyah (kerajaan yang menyombong). Para ahli sejarah mencatat bahwa masa mulkan ini berakhir dengan diruntuhkannya Dinasti Utsmaniyah di Turki oleh Mustafa Kamal Pasya pada tahun 1342 H / 1924 M.

4. ZAMAN KHILAFAH ‘ALA MINHAJIN NUBUWWAH

Yaitu masa umat Islam akan kembali dipimpin oleh para Khalifah yang mengikuti jejak kenabian setelah berlalunya masa Mulkan (kerajaan).

Usaha Menegakkan Khilafah Setelah Runtuhnya Dinasti Utsmaniyah di Turki.

Usaha menegakkan khilafah yang sesuai dengan tuntunan syari’at Islam telah dimulai sejak melemahnya Dinasti Utsmaniyah. Upaya ini diawali dengan dibentuknya Pan Islamisme di akhir abad ke-19 yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897).

Tujuan utama Pan Islamisme adalah mengembalikan kekhalifahan tunggal bagi dunia Islam sebagaimana yang terjadi pada masa Khulafaur Rasyidin Al-Mahdiyyin. Walaupun Pan Islamisme tidak memperlihatkan hasil konkrit namun telah menyadarkan umat Islam di berbagai tempat tentang pentingnya kesatuan dan kekhalifahan Islam.

Pada tahun 1919 di India telah dibentuk “All India Khilafah Conference” yang secara rutin mengadakan pertemuan-pertemuan untuk membicarakan dan mengusahakan penyatuan ummat dan tegaknya khilafah. Pada tahun 1921, di Karachi diadakan lagi konferensi yang kedua dengan tujuan yang sama. Pada tahun 1926 di Kairo, Mesir diselenggarakan Kongres Khilafah yang diprakarsai oleh para ulama Al-Azhar.

Di samping itu masih banyak kongres-kongres lain yang diselenggarakan untuk menegakkan kembali khilafah di tengah kaum muslimin, namun belum membuahkan hasil yang mendasar.

Di Indonesia usaha menegakkan khilafah juga dilakukan oleh beberapa Organisasi Islam yang akhirnya terbentuk Komite Khilafah pada tahun 1926 yang berpusat di Surabaya. Tokoh-tokoh Islam Indonesia yang mempunyai perhatian besar terhadap penegakkan khilafah antara lain, HOS.Cokroaminoto, KH.Mas Mansur, KH.Munawar Khalil, Abdul Karim Amrullah dan Wali Al-Fatah.

Di antara tokoh-tokoh tersebut Wali Al-Fatah (1326H-1396H / 1908M-1976M) adalah salah seorang yang konsisten dan secara transparan menda’wahkan wajibnya umat Islam menegakkan Khilafah dan mengangkat Imam.

Wali Al-Fatah menyatakan adanya Imam adalah wajib bagi umat Islam. Pelanggaran atas hal tersebut adalah dosa besar dan ini berarti suatu anarkhi, suatu perbuatan sendiri-sendiri yang tidak ada contohnya dalam syari’at Islam yang akan mengakibatkan timbulnya perpecahan di mana masing-masig kelompok atau golongan mengaku benarnya sendiri.

Wali Al-Fatah mengingatkan bahwa umat Islam akan dapat bersatu apabila mereka mempunyai Imam (pimpinan).

Satu umat tanpa pimpinan bukan umat namanya, tetapi hanya segundukan manusia yang masing-masing mengaku sebagai muslim tetapi tidak ada yang memimpin dan yang mengontrol.

Oleh karena itu Wali Al-Fatah mengajak para ulama untuk segera bangkit menelaah masalah kepemimpinan umat Islam dan mengangkat Imam sehingga kesatuan umat Islam dapat terwujud.

Namun ajakan ini kurang mendapat sambutan. Mereka menganggap ajakan ini bagaikan memutar jarum sejarah dan mengajak umat Islam kembali ke zaman unta bahkan ada yang berpendapat bahwa tidak mungkin umat Islam dapat disatukan.

Mengingat pentingnya masalah kepemimpinan umat Islam ini, Wali Al-Fatah bersedia memikul beban untuk dibai’at menjadi Imaamul Muslimin. Pembai’atan ini dilaksanakan di Jakarta pada 10 Dzulhijjah 1372H / 20 Agustus1953M.

Setelah pembai’atan dilakukan, kemudian selama beberapa tahun diumumkan ke seluruh dunia untk mencari informasi apakah di tempat lain sudah ada Imam yang lebih dahulu dibai’at.

Sebagai konsekwensi apakah sudah ada Imam yang lebih dahulu dibai’at maka Wali Al-Fatah bersedia menjadi ma’mum karena tidak boleh ada dua Imam dalam satu masa bagi dunia Islam, sebagaimana sabda Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam:

إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا {مسلم}

“Apabila dibai’at dua khalifah (dalam satu masa), maka bunuhlah yang lain dari keduanya. (yaitu yang terakhir).” (HR. Muslim).

Sampai dengan Wali Al-Fatah meninggal dunia pada tahun 1396H / 1976M tidak didapat informasi bahwa di tempat lain sudah ada Imam yang dibai’at lebih dahulu. Maka sebelum jenazahnya dikuburkan, pada hari Sabtu 28 Dzulqa’dah 1396H / 20 November 1976M dibai’atlah sebagai penggantinya, hamba Allah Muhyiddin Hamidy menjadi Imaamul Muslimin hingga sekarang.

Mungkinkah Umat Islam Bersatu?

Menjawab keraguan orang tentang kemungkinan bersatunya umat Islam di bawah seorang Imam (khalifah), Dr.Yusuf Al-Qardhawi dengan tegas mengatakan bahwa kesatuan umat Islam adalah realita dan pasti akan terwujud bukan sebuah khayalan (utopia).

Di dalam risalahnya yang berjudul “Al-Ummah Al-Islamiyah Haqiqah la Wahn” beliau menyebutkan 6 (enam) criteria tentang kepastian terwujudnya kesatuan umat Islam:

1. Menurut Logik Agama

Al-Qur’an di dalam beberapa ayat menyatakanbahwa kaum muslimin adalah امة balikan امة واحدة bukan امما (beberapa umat). Hal ini dapat dilihat pada Surat Al-Baqarah: 143, Ali-Imran: 110, Al-Anbiya: 92, Al-Mu’minun: 52.

Sedang di dalam sunnah NAbi Shalallahu alaihi wa Sallam banyak sekali hadits yang menjelaskan pengertian umat sebagaimana yang disebutkan di atas, misalnya:

كان امتي يدخلون الجنة إلا من ابى {البخاري}.

“Semua umatku akan masuk surga kecuali yang tidak mau” (HR. Bukhari)

2. Menurut Logik Sejarah

Umat Islam pernah bersatu di bawah seorang khalifah dalam masa hampir seribu tahun dan meliputi daerah yang sangat luas mulai dari Cina di sebelah Timur dan Andalusia (Spanyol) di sebelah Barat. Walaupun pernah pula muncul beberapa khalifah dan ada sebagian wilayah yang memisahkan diri namun secara umum umat Islam tersebut masih merasa bahwa mereka adalah salah satu bagian yang tak terpisahkan dari umat yang satu. Hal ini dikarenakan tujuan mereka satu, musuh mereka satu maslahah mereka satu dan beberapa unsure lain yang mengharuskan mereka tetap bersatu.

3. Menurut Logik Geografi

Dengan kehendak Allah, umat Islam menempati negeri-negeri yang saling berdekatan dan sambung menyambung antara satu dengan yang lainnya mulai dari Jakarta di sebelah Timur hingga Rabbath Al-Fath di sebelah Barat. Atau mulai dari Samudra Pasifik ke Samudra Atlantik.

4. Menurut Logik Realiti

Secara realita umat Islam adalah umat yang satu. Hal ini kita lihat ketika sebagian umat Islam menderita maka sebagian yang lain ikut merasa penderitaan itu.

Dalam kasus Masjid Al-Aqsha (Palestina) misalnya, kita lihat seluruh umat Islam di mana saja bangkit memberikan bantuan kepada Mujahidin yang berusaha membebaskan masjid Al-Aqshadari cengkeraman Zionis Yahudi.

Begitu juga kasus Bosnia-Herzigovina, dengan penuh perhatian kaum muslimin seluruh dunia mengikuti perkembangan perjuangan muslimin Bosnia dari hari ke hari dan memberikan bantuan apa saja yang mereka butuhkan

Setelah dunia Arab kalah dalam pertempuran melawan Israel pada tahun 1967, maka ketika dibuka pendaftaran sukarelawanuntuk membebaskan Palestina dari cengkeraman Isarel, orang yang paling banyak mendaftarkan adalah kaum muslimin dari Pakistan. Sementara itu dalam jihad di bumi Afghanistan melawan komunis Rusia, kebanyakan mujahidin yang datang adalah kaum muslimin Arab, Afrika, Eropa dan Amerika.

Sampai saat ini para khatib seluruh dunia Islam senantiasa memanjatkan do’a pada setiap Jum’at untuk kebaikan, kesejahteraan dan kemuliaan negeri-negeri Islam seluruh dunia.

Dr. Yusuf Al-Qardhawi mengecualikan kesatuan menurut logika realita ini dari kelompok pemimpin yang otoriterdan para pemikir yang mengekor Barat karena mereka ini adalah individu muslim yang telah terpisah dari nurani umat dan mereka tidak pernah mau merasakan derita yang menimpa umat Islam.

5. Menurut Logik Non Muslim

Orang-orang non muslim tidak pernah menjadikan realita perpecahan dan perselisihan yang terjadi di kalangan umat Islam sebagai bukti bahwa umat Islam telah terpecah belah. Mereka tetap menganggap bahwa umat Islam itu adalah satu umat. Apabila terjadi perpecahan hanyalah perpecahan lahiriyah saja tetapi perasaan mereka tetap satu.

6. Menurut Logik Maslahat dan Tuntutan Zaman.

Seandainya perwujudan umat Islam dalam arti yang sebenarnya tidak ada menurut logika agama, sejarah, geografis, realitas kehidupan dan persepsi orang non muslim, maka sesuai logika maslahat dan tuntutan zaman wajib bagi kita menciptakan dan mengusahakan kesatuan umat Islam. Karena mustahil umat Islam akan mampu bersaing di era tekhnologi canggih ini secara sendiri-sendiri sementara itu kita saksikan negara-negara industri maju berkerja sama untuk menciptakan produk-produk tercanggih yang sejalan dengan tekhnologi terkini.

Pada masa lalu umat Islam memiliki seorang khalifah yang dapat mengajak umat Islam untuk bertindak bersama-sama dalam mengatasi problematika yang mereka hadapi. Mereka yang lemah dapat meminta pertolongan kepada khalifah apabila ada yang mengganggu. Hal ini menyebabkan musuh-musuh Islam berfikir panjang apabila hendak mengganggu umat Islam. Namun hari ini umat Islam tidak memiliki seorang khalifah yang melindungi mereka. Umat Islam telah melakukan kesalahan besar dengan menyia-nyiakan institusi khilafah dan tidak mampu mewujudkan gantinya. Aib (kesalahan) ini adalah kesalahan umat Islam bukan kesalahan Islam karena Islam telah mempersatukan umatnya dan mensyria’atkan tuntunan yang dapat mewujudkan kesatuan mereka dan memelihara keselamatan mereka.

Demikian sebagian uraian Dr. Yusuf Al-Qardhawi tentang kriteria yang memperkuat bukti akan terwujudnya kesatuan umat Islam. Namun kesatuan itu tidak akan datang begitu saja. Untuk mewujudkannya perlu kerja keras dan perjuangan yang berkesinambungan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan kerja keras dala menggapai cita-cita, sebagaimana firman-Nya:

إن الله لايغير ما بقوم حتى يغيروا ما بانفسكم {الرعد: 11}.

“Sesungguhnya Allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada mereka sendiri” (QS.Ar-Ra’d: 11).

Usaha yang paling fundamental untuk mewujudkan persatuan umat adalah dengan menegakkan institusi khilafah / imaamah. Karena hanya dengan adanya seorang khalifah / imam umat Islam dapat bersatu.

Dengan dibai’atnya Wali Al-Fatah sebagai Imaamul Muslimin berarti umat Islam telah memiliki Imam kembali. Apabila pada pembai’atan tersebut atau pada perjalanan keimaamahan sesudahnya dipandang terdapat berbagai kekurangan maka tugas umat Islam bersama untuk menyempurnakannya. Karena masalah Imam, bukan masalah yang harus diperebutkan tetapi masalah kewajiban syari’at.

Siapapun yang dibai’at, asal memenuhi syarat maka yang lain wajib membai’atnya dan mentaatinya.

Rasulullah Sallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

إن امر عليكم عبد مجدع (حسبتها قالت) أسود يقودكم بكتاب الله فاسمعوا له وأطيعوا {مسلم عن يحي بن حصين}.

“Apbila diangkat untuk memimpin kamu seorang budak yang terpotong hidungnya –say (Yahya bin Hushain) mengira, dia (Ummu Hushain) berkata-yang hitam, selama memimpin kamu dengan kitab Allah maka dengarlah dan taatilah (HR.Muslim dari Yahya bin Hushain).

Wallahu A’lam Bissawwab

Maraji’

  1. Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, Toha Putra, Semarang, t.t.
  2. Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath Al-Bari, Dar Al-Fikr, t.t.
  3. An-Nawawi, Syarh Muslim, Dahlan, Bandung, t.t.
  4. Asy-Syaukani, Nail Al-Authar, Dar Al-Fikr, t.t.
  5. Al-Mawardi, Al-Ahkam Al-Sulthaniyah, Al-Nas’ani Al-Halabi, 1326H.
  6. Muhammad Al-Khudlri Bik, Itmam Al-Wafa’, Maktabah Tsaqafiyah, Beirut, 1402H.
  7. Yusuf Al-Qardhawi, Al-Ummah Al-Islamiyah Haqiqah la Wahn, Maktabah Wahbah, t.t.
  8. Wali Al-Fatah, Khilafah “Ala Minhajin Nubuwwah, Amanah, Bogor, 1415H.
  9. Taqiyuddin An-Nabhani, Sistem Khilafah, Terjemah.Muhammad Al-Khaththath, dkk, Khazanal Islam, Jakarta, Cetakan I, 1416H.
  10. Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Ikhtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, Cetakan VI, 1999.

UMAR BIN ABDUL AZIZ


Biodata Ringkas

Nama Penuh: Abu Jaafar Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam
Nama Ibu: Laila binti ‘Asim bin Umar bin Al-Khatab
Tahun Lahir : 61H
Tahun Meninggal Dunia: 101H
Jawatan : Khalifah Ke 6 Bani Umaiyyah
Tarikh Lantikan: Safar 99H @ 717M
Lama Berkhidmat: 2 tahun 5 bulan

Pendidikan

Beliau telah menghafaz al-Quran sejak masih kecil lagi. Merantau ke Madinah untuk menimba ilmu pengetahuan. Beliau telah berguru dengan beberapa tokoh terkemuka spt Imam Malik b. Anas, Urwah b. Zubair, Abdullah b. Jaafar, Yusuf b. Abdullah dan sebagainya. Kemudian beliau melanjutkan pelajaran dengan beberapa tokoh terkenal di Mesir.

Beliau telah dipanggil balik ke Damsyik oleh Khalifah Abdul Malik b. Marwan apabila bapanya meninggal dunia dan dikahwinkan dengan puteri Khalifah, Fatimah bte Abdul Malik (sepupunya)

Sifat-Sifat Peribadi

Beliau mempunyai keperibadian yang tinggi, disukai ramai dan warak yang diwarisi dari datuknya Saidina Umar b. Al-Khatab. Baginda amat berhati-hati dengan harta terutamanya yang melibatkan harta rakyat. Sesungguhnya kisah Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang menyediakan dua lilin di rumahnya, satu untuk kegunaan urusan negara dan satu lagi untuk kegunaan keluarga sendiri tentunya telah diketahui umum dan tidak perlu diulang-ulang.

Sebagai seorang yang zuhud, kehidupannya semasa menjadi Gabenor Madinah dan Khalifah adalah sama seperti kehdupannya semasa menjadi rakyat biasa. Harta yang ada termasuk barang perhiasan isterinya diserahkan kepada Baitulmal dan segala perbelanjaan negara berdasarkan konsep jimat-cermat dan berhati-hati atas alasan ia adalah harta rakyat. Ini terbukti apabila beliau dengan tegasnya menegur dan memecat pegawai yang boros dan segala bentuk jamuan negara tidak dibenarkan menggunakan harta kerajaan.

Pada suatu hari beliau berkhutbah yang mana antara isinya adalah spt berikut;

“Setiap orang yang musafir mesti memperlengkapi bekalannya. Siapkanlah taqwa dalam perjalanan kamu dari dunia menuju akhirat. Pastikan dirimu sama ada mendapat pahala atau siksa, senang atau susah.”

“Jangan biarkan masa berlalu sehingga hatimu menjadi keras dan musuh sempat mengoda. Sebaik-baiknya saudara menganggap bahawa hidup pada petang hari tidak akan sampai ke pagi hari dan hidup pada pagi hari tidak akan sampai ke petang hari. Memang tidak jarang terjadi kematian ditengah-tengahnya”

“Saudara-saudara dapat menyaksikan sendiri bahawa ramai orang yang tertipu dengan dunia, padahal orang yang layak bergembira tidak lain kecuali orang yang selamat daripada siksaan Allah SWT dan orang yang lepas dari tragedi hari qiamat.”

“Sementara orang yang tidak mahu mengubati yang sudah luka, kemudian datang lagi penyakit lain, bagaimana mungkin mahu bergembira ? Saya berlindung kepada Allah SWT daripada perbuatan yang tidak aku pegangi dan amalkan sendiri. Seandainya begitu, alangkah rugi dan tercelanya aku. Dan jelaslah tempatku nanti pada hari yang jelas kelihatan siapa yang kaya dan siapa yang miskin”.

“Di sana nanti akan diadakan timbangan amal serta manusia akan diserahi tanggungjawab yang berat. Seandainya tugas itu dipikul oleh binatang-binatang nescaya ia akan hancur, jika dipikul oleh gunung nescaya ia akan runtuh, kalau dipikul oleh bumi nescaya bumi akan retak. Saudara-saudara belum tahu bahawa tiada tempat di antara Syurga dan Neraka ? Kamu akan memasuki salah satu daripadanya.”

“Ada seorang lelaki yang mengirim surat kepada rakannya yang isinya : “Sesungguhnya dunia ini adalah tempat bermimpi dan akhirat barulah terjaga” Jarak pemisah antara keduanya adalah mati. Jadi, kita sekarang sedang bermimpi yang panjang”

Terdapat banyak riwayat dan athar para sahabat yang menceritakan tentang keluruhan budinya. Di antaranya ialah:

(1) At-Tirmizi meriwayatkan bahawa Umar Al-Khatab telah berkata: “Dari anakku (zuriatku) akan lahir seorang lelaki yang menyerupainya dari segi keberaniannya dan akan memenuhkan dunia dengan keadilan”.

(2) Dari Zaid bin Aslam bahawa Anas bin Malik telah berkata : “Aku tidak pernah menjadi makmum di belakang imam selepas wafatnya Rasulullah SAW yang mana solat imam tersebut menyamai solat Rasulullah SAW melainkan daripada Umar bin Abdul Aziz dan beliau pada masa itu adalah Gabenor Madinah”.

(3) Al-Walid bin Muslim menceritakan bahawa seorang lelaki dari Khurasan telah berkata: “Aku telah beberapa kali mendengar suara datang dalam mimpiku yang berbunyi : “Jika seorang yang berani dari Bani Marwan dilantik menjadi Khalifah, maka berilah baiah kepadanya kerana dia adalah pemimpin yang adil”.” Lalu aku menanti-nanti sehinggalah Umar b. Abdul Aziz menjadi Khalifah, akupun mendapatkannya dan memberi baiah kepadanya”.

(4) Qais bin Jabir berkata:  “Perbandingan Umar b Abdul Aziz di sisi Bani Ummaiyyah seperti orang yang beriman di kalangan keluarga Firaun”.

(5) Hassan al-Qishab telah berkata: “Aku melihat serigala diternak bersama dengan sekumpulan kambing di zaman Khalifah Umar Ibnu Aziz”.

(6) Umar b Asid telah berkata: “Demi Allah, Umar Ibnu Aziz tidak meninggal dunia sehingga datang seorang lelaki dengan harta yang bertimbun dan lelaki tersebut berkata kepada orang ramai: “Ambillah hartaku ini sebanyak mana yang kamu mahu”. Tetapi tiada yang mahu menerimanya (kerana semua sudah kaya) dan sesungguhnya Umar telah menjadikan rakyatnya kaya-raya”.

(7) ‘Atha’ telah berkata: “Umar Abdul Aziz mengumpulkan para fuqaha’ setiap malam. Mereka saling ingat memperingati di antara satu sama lain tentang mati dan hari qiamat, kemudian mereka sama-sama menangis kerana takut kepada azab Allah seolah-olah ada jenayah di antara mereka.”

(8) Khalifah Abu Ja’far bin Mansur telah bertanya kepada anak Umar bin Abdul Aziz “Berapakah banyak wang simpanan Umar ketika beliau mula-mula memegang jawatan khalifah?”

Anaknya menjawab “40 ribu dinar (wang emas).”

Abu Ja’far bertanya lagi “Berapa pula ketika beliau wafat?”

Anaknya menjawab “4 ratus dinar, kalau dia panjang umur lagi pastilah semakin berkurangan.”

Umar Ibnu Aziz Sebagai Khalifah

Beliau dilantik menjadi Khalifah stelah kematian sepupunya, Khalifah Sulaiman atas wasiat khalifah tersebut. Setelah mengambilalih tampuk pemerintahan, beliau telah mengubah beberapa perkara yang lebih mirip kepada sistem fuedal. Di antara perubahan awal yang dilakukannya ialah:

1) menghapuskan cacian terhadap Saidina Ali b Abu Thalib dan keluarganya yang disebut dalam khutbah-khutbah Jumaat dan digantikan dengan beberapa potongan ayat suci al-Quran.

2) merampas kembali harta-harta yang disalahgunakan oleh keluarga Khalifah dan mengembalikannya ke Baitulmal.

3) memecat pegawai-pegawai yang tidak cekap, menyalahgunakan kuasa dan pegawai yang tidak layak yang dilantik atas pengaruh keluarga Khalifah.

4) menghapuskan pegawai peribadi bagi Khalifah sebagaimana yang diamalkan oleh Khalifah terdahulu. Ini membolehkan beliau bebas bergaul dengan rakyat jelata tanpa sekatan tidak seperti khalifah dahulu yang mempunyai pengawal peribadi dan askar-askar yang mengawal istana yang menyebabkan rakyat sukar berjumpa.

Selain daripada itu, beliau amat mengambilberat tentang kebajikan rakyat miskin di mana beliau juga telah menaikkan gaji buruh sehingga ada yang menyamai gaji pegawai kerajaan.

Beliau juga amat menitikberatkan penghayatan agama di kalangan rakyatnya yang telah lalai dengan kemewahan dunia. Khalifah umar telah memerintahkan umatnya mendirikan solat secara berjammah dan masjid-masjid dijadikan tempat untuk mempelajari hukum Allah sebegaimana yang berlaku di zaman Rasulullah SAW dan para Khulafa’ Ar-Rasyidin. Baginda turut mengarahkan Muhammad b Abu Bakar Al-Hazni di Mekah agar mengumpul dan menyusun hadith-hadith Raulullah SAW.

Dalam bidang ilmu pula, beliau telah mengarahkan cendikawan Islam supaya menterjemahkan buku-buku kedoktoran dan pelbagai bidang ilmu dari bahasa Greek, Latin dan Siryani ke dalam bahasa Arab supaya senang dipelajari oleh umat Islam.

Dalam mengukuhkan lagi dakwah Islamiyah, beliau telah menghantar 10 orang pakar hukum Islam ke Afrika Utara serta menghantar beberapa orang pendakwah kepada raja-raja India, Turki dan Barbar di Afrika Utara untuk mengajak mereka kepada Islam. Di samping itu juga beliau telah menghapuskan bayaran Jizyah yang dikenakan ke atas orang yang bukan Islam dengan harapan ramai yang akan memeluk Islam.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang terkenal dengan keadilannya telah menjadikan keadilan sebagai keutamaan pemerintahannya. Beliau mahu semua rakyat dilayan sama adil tidak mengira keturunan dan pangkat supaya keadilan dapat berjalan dengan sempurna. Keadilan yang beliau perjuangan adalah menyamai keadilan di zaman datuknya, Khalifah Umar Al-Khatab! yang sememangnya dinanti-nantikan oleh rakyat yang selalu ditindas oleh pembesar yang angkuh dan zalim sebelumnya.

Beliau akhirnya menghembuskan nafasnya yang terakhir setelah memerintah selama 2 tahun 5 bulan merupakan satu tempoh yang terlalu pendek bagi sebuah pemerintahan.

Tetapi Khalifah Umar bin Abdul Aziz telah membuktikan sebaliknya. Dalam tempoh tersebut, kerajaan Umaiyyah semakin kuat tiada pemberontakan dalaman, kurang berlaku penyelewengan, rakyat mendapat layanan yang sewajarnya dan menjadi kaya-raya hinggakan Baitulmal penuh dengan harta zakat kerana tiada lagi orang yang mahu menerima zakat kerana kebanyakannya sudah kaya ataupun sekurang-kurangnya boleh berdikari sendiri.

Semua ini adalah jasa Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang sangat masyhur, adil dan warak yang wajar menjadi contoh kepada pemerintahan zaman moden ini, hanya 852 hari dapat mengubah sistem pemerintahan ke arah pemerintahan yang diredahi Allah dan menjadi contoh sepanjang zaman..satu rekod yang sukar diikuti oleh orang lain melainkan ornag yang benar-benar ikhlas.

Diolah dari pelbagai sumber.

DAULAH KHILAFAH


 

Secara ringkas, Imam Taqiyyuddin An Nabhani mendefinisikan Daulah Khilafah sebagai kepemimpinan umum bagi seluruh kaum muslimin di dunia untuk menegakkan hukum-hukum Syariat Islam dan mengembang risalah Islam ke seluruh penjuru dunia (Imam Taqiyyuddin An Nabhani, Nizhamul Hukmi fil Islam).

Dari definisi ini, jelas bahawa Daulah Khilafah adalah hanya satu untuk seluruh dunia. Kerana nas-nas syara’ (nushush syar’iyah) memang menunjukkan kewajipan umat Islam untuk bersatu dalam satu institusi negara. Sebaliknya haram bagi mereka hidup dalam lebih dari satu negara.

Apa Hukumnya Mendirikan Khilafah?

Kewajipan tersebut didasarkan pada nas-nas al-Qur`an, as-Sunnah, Ijma’ Sahabat, dan Qiyas. Dalam al-Qur`an Allah SWT berfirman:

“Dan berpeganglah kalian semuanya dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai…” (TMQ. Ali-’Imran [3]: 103).

Rasulullah SAW dalam masalah persatuan umat ini bersabda: “Barangsiapa mendatangi kalian – sedang urusan (kehidupan) kalian ada di bawah kepemimpinan satu orang (Imam/Khalifah) – dan dia hendak memecah belah kesatuan kalian dan mencerai-beraikan jemaah kalian, maka bunuhlah dia!” [HR. Muslim].

Rasulullah SAW bersabda: “Jika dibai’at dua orang Khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” [HR. Muslim].

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa membai’at seorang Imam (Khalifah), lalu memberikan genggaman tangannya dan menyerahkan buah hatinya, hendaklah ia mentaatinya semaksima mungkin. Dan jika datang orang lain hendak mencabut kekuasaannya, penggallah leher orang itu.” [HR. Muslim].

Di samping itu, Rasulullah SAW menegaskan pula dalam perjanjian antara kaum Muhajirin – Anshar dengan Yahudi: “Dengan nama Allah, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Surat Perjanjian ini dari Muhammad – Nabi antara orang-orang beriman dan kaum muslimin dari kalangan Quraisy dan Yatsrib – serta yang mengikut mereka dan menyusul mereka dan berjihad bersama-sama mereka – bahawa mereka adalah umat yang satu, di luar golongan orang lain…” (Lihat Sirah Ibnu Hisyam, Jilid II, hal. 119).

Nas-nas al-Qur`an dan as-Sunnah di atas menegaskan adanya kewajipan bersatu bagi kaum muslimin atas dasar Islam (hablullah) – bukan atas dasar kebangsaan atau ikatan palsu lainnya yang dicipta penjajah yang kafir – di bawah satu kepemimpinan, iaitu seorang Khalifah. Dalil-dalil di atas juga menegaskan keharaman berpecah-belah, di samping menunjukkan pula jenis hukuman syar’ie bagi orang yang berupaya memecah-belah umat Islam menjadi beberapa negara, iaitu hukuman mati.

Selain al-Quran dan as-Sunnah, Ijma’ Sahabat pun menegaskan pula prinsip kesatuan umat di bawah kepemimpinan seorang Khalifah. Abu Bakar Ash Shiddiq suatu ketika pernah berkata,”Tidak halal kaum muslimin mempunyai dua pemimpin (Imam).” Perkataan ini didengar oleh para Sahabat dan tidak seorang pun dari mereka yang mengingkarinya, sehingga menjadi ijma’ di kalangan mereka.

Bahkan sebahagian fuqoha menggunakan Qiyas ‘sumber hukum keempat’ untuk menetapkan prinsip kesatuan umat. Imam Al Juwaini berkata,”Para ulama kami (mazhab Syafi’i) tidak membenarkan akad Imamah (Khilafah) untuk dua orang…Kalau terjadi akad Khilafah untuk dua orang, itu sama halnya dengan seorang wali yang menikahkan seorang perempuan dengan dua orang laki-laki!

Ertinya, Imam Juwaini mengqiyaskan keharaman adanya dua Imam bagi kaum muslimin dengan keharaman wali menikahkan seorang perempuan dengan dua orang lelaki yang akan menjadi suaminya. Jadi, Imam/Khalifah untuk kaum muslimin wajib hanya satu, sebagaimana wali hanya boleh menikahkan seorang perempuan dengan satu orang laki-laki, tidak boleh lebih. (Lihat Dr. Muhammad Khair, Wahdatul Muslimin fi Asy Syari’ah Al Islamiyah, majalah Al Wa’ie, hal. 6-13, no. 134, Rabi’ul Awal 1419 H/Julai 1998 M)

Jelaslah bahawa kesatuan umat di bawah satu Khilafah adalah satu kewajipan syar’i yang tak ada keraguan lagi padanya. Kerana itu, tidak menghairankan bila para imam-imam mazhab Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bersepakat bulat bahawa kaum muslimin di seluruh dunia hanya boleh mempunyai satu orang Khalifah saja, tidak boleh lebih:

“…para imam mazhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad) –rahimahumullah– bersepakat pula bahawa kaum mulimin di seluruh dunia pada saat yang sama tidak dibenarkan mempunyai dua imam, baik keduanya sepakat mahupun tidak.” (Lihat Syaikh Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqh ‘Ala Al Madzahib Al Arba’ah, jilid V, hal. 416) Hukum menegakkan Khilafah itu sendiri adalah wajib, tanpa ada perbezaan pendapat di kalangan imam-imam mazhab dan mujtahid-mujtahid besar yang alim dan terpercaya.

Siapapun yang menelaah dalil-dalil syar’ie dengan cermat dan ikhlas akan menyimpulkan bahawa menegakkan Daulah Khilafah hukumnya wajib atas seluruh kaum muslimin. Di antara argumentasi syar’ie yang menunjukkan hal tersebut.

Dalil Al-Quran

Di dalam al-Quran memang tidak terdapat istilah Daulah yang bererti negara. Tetapi di dalam al-Quran terdapat ayat yang menunjukkan wajibnya umat memiliki pemerintahan/negara (ulil amri) dan wajibnya menerapkan hukum dengan hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT. Allah SWT berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kalian kepada Rasul-Nya dan ulil amri di antara kalian.” (TMQ. An-Nisaa` [4]: 59).

Ayat di atas telah memerintahkan kita untuk mentaati Ulil Amri, iaitu Al Haakim (Penguasa). Perintah ini, secara dalalatul iqtidha`, bererti perintah pula untuk mengadakan atau mengangkat Ulil Amri itu, seandainya Ulil Amri itu tidak ada, sebab tidak mungkin Allah memerintahkan kita untuk mentaati pihak yang eksistensinya tidak ada. Allah juga tidak mungkin mewajibkan kita untuk mentaati seseorang yang keberadaannya berhukum mandub.

Maka menjadi jelas bahawa mewujudkan ulil amri adalah suatu perkara yang wajib. Tatkala Allah memberi perintah untuk mentaati ulil amri, bererti Allah memerintahkan pula untuk mewujudkannya. Sebab adanya ulil amri menyebabkan terlaksananya kewajipan menegakkan hukum syara’, sedangkan mengabaikan terwujudnya ulil amri menyebabkan terabaikannya hukum syara’. Jadi mewujudkan ulil amri itu adalah wajib, kerana kalau tidak diwujudkan akan menyebabkan terlanggarnya perkara yang haram, iaitu mengabaikan hukum syara’ (tadhyii’ al hukm asy syar’ie).

Di samping itu, Allah SWT telah memerintahkan Rasulullah SAW untuk mengatur urusan kaum muslimin berdasarkan hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT. Firman Allah SWT:

“Maka putuskanlah perkara di antara di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (dengan) meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (TMQ. Al-Ma’idah [5]: 48).

“Dan putuskanlah perkara di antara di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari apa yang telah diturunkan Allah kepadamu” (TMQ. Al-Ma’idah [5]: 49).

Dalam kaedah usul fiqh dinyatakan bahawa, perintah (kitab) Allah kepada Rasulullah juga merupakan perintah kepada umat Islam selama tidak ada dalil yang mengkhususkan perintah ini hanya untuk Rasulullah (Kitabur rasuli kitabun li ummatihi malam yarid dalil yukhashishuhu bihi). Dalam hal ini tidak ada dalil yang mengkhususkan perintah tersebut hanya kepada Rasulullah SAW.

Oleh kerana itu, ayat-ayat tersebut bersifat umum, iaitu berlaku pula bagi umat Islam. Dan menegakkan hukum-hukum yang diturunkan Allah, tidak mempunyai makna lain kecuali menegakkan hukum dan pemerintahan (as sultan), sebab dengan pemerintahan itulah hukum-hukum yang diturunkan Allah dapat diterapkan secara sempurna. Dengan demikian, ayat-ayat ini menunjukkan wajibnya keberadaan sebuah negara untuk menjalankan semua hukum Islam, iaitu negara Khilafah.

Dalil As-Sunah

Abdullah bin Umar meriwayatkan, “Aku mendengar Rasulullah mengatakan, ‘Barangsiapa melepaskan tangannya dari ketaatan kepada Allah, nescaya dia akan menemui Allah di Hari Kiamat dengan tanpa alasan. Dan barangsiapa mati sedangkan di lehernya tak ada bai’ah (kepada Khalifah) maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah.” [HR. Muslim].

Nabi SAW mewajibkan adanya bai’at pada leher setiap muslim dan mensifati orang yang mati dalam keadaan tidak berbai’at seperti matinya orang-orang jahiliyyah. Padahal bai’at hanya dapat diberikan kepada Khalifah, bukan kepada yang lain. Jadi hadis ini menunjukkan kewajipan mengangkat seorang Khalifah, yang dengannya dapat terwujud bai’at di leher setiap muslim. Sebab bai’at baru ada di leher kaum muslimin kalau ada Khalifah/Imam yang memimpin Khilafah.

Rasulullah SAW bersabda:

“Bahawasanya Imam itu bagaikan perisai, dari belakangnya umat berperang dan dengannya umat berlindung.” [HR. Muslim]

Rasulullah SAW bersabda: “Dahulu para nabi yang mengurus Bani Israil. Bila wafat seorang nabi diutuslah nabi berikutnya, tetapi tidak ada lagi nabi setelahku. Akan ada para Khalifah dan jumlahnya akan banyak.” Para Sahabat bertanya,’Apa yang engkau perintahkan kepada kami? Nabi menjawab,’Penuhilah bai’at yang pertama dan yang pertama itu saja. Penuhilah hak-hak mereka. Allah akan meminta pertanggungjawaban terhadap apa yang menjadi kewajipan mereka.” [HR. Muslim].

Rasulullah SAW bersabda: “Bila seseorang melihat sesuatu yang tidak disukai dari amirnya (pemimpinnya), maka bersabarlah. Sebab barangsiapa memisahkan diri dari penguasa (pemerintahan Islam) walau sejengkal saja lalu ia mati, maka matinya adalah mati jahiliyah.” [HR. Muslim].

Hadis pertama dan kedua merupakan pemberitahuan (ikhbar) dari Rasulullah SAW bahawa seorang Khalifah adalah laksana perisai, dan bahawa akan ada penguasa-penguasa yang memerintah kaum muslimin. Pernyataan Rasulullah SAW bahawa seorang Imam itu laksana perisai menunjukkan pemberitahuan tentang adanya faedah-faedah keberadaan seorang Imam, dan ini merupakan suatu tuntutan (thalab). Sebab, setiap pemberitahuan yang berasal dari Allah dan Rasul-Nya, apabila mengandung celaan (adz dzamm) maka yang dimaksud adalah tuntutan untuk meninggalkan (thalab at tarki), atau merupakan larangan (an nahy); dan apabila mengandung pujian (al mad-hu) maka yang dimaksud adalah tuntutan untuk melakukan perbuatan (thalab al fi’li). Dan kalau pelaksanaan perbuatan yang dituntut itu menyebabkan tegaknya hukum syara’ atau jika ditinggalkan mengakibatkan terabaikannya hukum syara’, maka tuntutan untuk melaksanakan perbuatan itu bererti bersifat pasti (fardu). Jadi hadis pertama dan kedua ini menunjukkan wajibnya Khilafah, sebab tanpa Khilafah banyak hukum syara’ akan terabaikan.

Hadis ketiga menjelaskan keharaman kaum muslimin keluar (memberontak, membangkang) dari penguasa (as sulthan). Bererti keberadaan Khilafah adalah wajib, sebab kalau tidak wajib tidak mungkin Nabi SAW sampai begitu tegas menyatakan bahawa orang yang memisahkan diri dari Khilafah akan mati jahiliyah. Jelas ini menegaskan bahawa mendirikan pemerintahan bagi kaum muslimin statusnya adalah wajib.

Rasulullah SAW bersabda pula : “Barangsiapa membai’at seorang Imam (Khalifah), lalu memberikan genggaman tangannya dan menyerahkan buah hatinya, hendaklah ia mentaatinya semaksimal mungkin. Dan jika datang orang lain hendak mencabut kekuasaannya, penggallah leher orang itu.” [HR. Muslim].

Dalam hadis ini Rasululah SAW telah memerintahkan kaum muslimin untuk mentaati para Khalifah dan memerangi orang-orang yang merebut kekuasaan mereka. Perintah Rasulullah ini bererti perintah untuk mengangkat seorang Khalifah dan memelihara kekhilafahannya dengan cara memerangi orang-orang yang merebut kekuasaannya. Semua ini merupakan penjelasan tentang wajibnya keberadaan penguasa kaum muslimin, iaitu Imam atau Khalifah. Sebab kalau tidak wajib, nescaya tidak mungkin Nabi SAW memberikan perintah yang begitu tegas untuk memelihara eksistensinya, iaitu perintah untuk memerangi orang yang akan merebut kekuasaan Khalifah.

Dengan demikian jelaslah, dalil-dalil As Sunnah ini telah menunjukkan wajibnya Khalifah bagi kaum muslimin.

Dalil Ijma’ Sahabat

Sebagai sumber hukum Islam ketiga, Ijma’ Sahabat menunjukkan bahawa mengangkat seorang Khalifah sebagai pemimpin pengganti Rasulullah SAW hukumnya wajib. Mereka telah sepakat mengangkat Khalifah Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, ridlwanullah ‘alaihim.

Ijma’ Sahabat yang menekankan pentingnya pengangkatan Khalifah, nampak jelas dalam kejadian bahawa mereka menunda kewajipan menguburkan jenazah Rasulullah SAW dan mendahulukan pengangkatan seorang Khalifah pengganti beliau. Padahal menguburkan mayat secepatnya adalah suatu kewajipan dan diharamkan atas orang-orang yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah untuk melakukan kesibukan lain sebelum jenazah dikebumikan. Namun, para Sahabat yang wajib menyiapkan pemakaman jenazah Rasulullah SAW ternyata sebahagian di antaranya justeru lebih mendahulukan usaha-usaha untuk mengangkat Khalifah daripada menguburkan jenazah Rasulullah. Sedangkan sebahagian Sahabat lain mendiamkan kesibukan mengangkat Khalifah tersebut, dan ikut pula bersama-sama menunda kewajipan menguburkan jenazah Nabi SAW sampai dua malam, padahal mereka mampu mengingkari hal ini dan mampu mengebumikan jenazah Nabi secepatnya. Fakta ini menunjukkan adanya kesepakatan (ijma’) mereka untuk segera melaksanakan kewajipan mengangkat Khalifah daripada menguburkan jenazah. Hal itu tak mungkin terjadi kecuali jika status hukum mengangkat seorang Khalifah adalah lebih wajib daripada menguburkan jenazah.

Demikian pula bahawa seluruh Sahabat selama hidup mereka telah bersepakat mengenai kewajipan mengangkat Khalifah. Walaupun sering muncul perbezaan pendapat mengenai siapa yang tepat untuk dipilih dan diangkat menjadi Khalifah, namun mereka tidak pernah berselisih pendapat sedikit pun mengenai wajibnya mengangkat seorang Khalifah, baik ketika wafatnya Rasulullah SAW mahupun ketika pergantian masing-masing Khalifah yang empat. Oleh kerana itu Ijma’ Sahabat merupakan dalil yang jelas dan kuat mengenai kewajipan mengangkat Khalifah.

Dalil Dari Kaedah Syar’iyah

Ditilik dari analisis usul fiqh, mengangkat Khalifah juga wajib. Dalam usul fiqh dikenal kaedah syar’iyah yang disepakati para ulama:

“Sesuatu kewajipan yang tidak sempurna kecuali adanya sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula keberadaannya.” Menerapkan hukum-hukum yang berasal dari Allah SWT dalam segala aspeknya adalah wajib. Sementara hal ini tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna tanpa adanya kekuasaan Islam yang dipimpin oleh seorang Khalifah. Maka dari itu, berdasarkan kaedah syar’iyah tadi, eksistensi Khilafah hukumnya menjadi wajib.

Jelaslah, berbagai sumber hukum Islam tadi menunjukkan bahawa menegakkan Daulah Khilafah merupakan kewajipan dari Allah SWT atas seluruh kaum muslimin.

Pendapat Para Ulama

Seluruh imam mazhab dan para mujtahid besar tanpa kecuali telah bersepakat bulat akan wajibnya Khilafah (atau Imamah) ini. Syaikh Abdurrahman Al Jaziri menegaskan hal ini dalam kitabnya Al Fiqh ‘Ala Al Madzahib Al Arba’ah, jilid V, hal. 416:

“Para imam mazhab (Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad) rahimahumullah telah sepakat bahawa Imamah (Khilafah) itu wajib adanya, dan bahawa umat Islam wajib mempunyai seorang imam (khalifah) yang akan meninggikan syiar-syiar agama serta menolong orang-orang yang tertindas dari yang menindasnya…”

Tidak hanya kalangan Ahlus Sunnah saja yang mewajibkan Khilafah, bahkan seluruh kalangan Ahlus Sunnah dan Syiah ‘termasuk Khawarij dan Mu’tazilah’ tanpa kecuali bersepakat tentang wajibnya mengangkat seorang Khalifah. Kalau pun ada segelintir orang yang tidak mewajibkan Khilafah, maka pendapatnya itu tidak perlu ditolak, kerana bertentangan dengan nas-nas syara’ yang telah jelas.

Imam Asy Syaukani dalam Nailul Authar jilid 8 hal. 265 menyatakan: “Menurut golongan Syiah, minoriti Mu’tazilah, dan Asy A’riyah, (Khilafah) adalah wajib menurut syara’.” Ibnu Hazm dalam Al Fashl fil Milal Wal Ahwa’ Wan Nihal juz 4 hal. 87 mengatakan: “Telah sepakat seluruh Ahlus Sunnah, seluruh Murji`ah, seluruh Syi’ah, dan seluruh Khawarij, mengenai wajibnya Imamah (Khilafah).”

Bahawa Khilafah adalah sebuah ketentuan hukum Islam yang wajib bukan haram apalagi bid’ah – dapat kitab temukan dalam khazanah Tsaqafah Islamiyah yang sangat kaya. Berikut ini sekelumit saja rujukan yang menunjukkan kewajipan Khilafah:

 

  • Imam Al Mawardi, Al Ahkamush Shulthaniyah, hal. 5,
  • Abu Ya’la Al Farraa’, Al Ahkamush Shulthaniyah, hal.19,
  • Ibnu Taimiyah, As Siyasah Asy Syar’iyah, hal.161,
  • Ibnu Taimiyah, Majmu’ul Fatawa, jilid 28 hal. 62,
  • Imam Al Ghazali, Al Iqtishaad fil I’tiqad,hal. 97,
  • Ibnu Khaldun, Al Muqaddimah, hal.167,
  • Imam Al Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, juz 1 hal.264,
  • Ibnu Hajar Al Haitsami, Ash Shawa’iqul Muhriqah, hal.17,
  • Ibnu Hajar A1 Asqallany, Fathul Bari, juz 13 hal. 176,
  • Imam An Nawawi, Syarah Muslim, juz 12 hal. 205,
  • Dr. Dhiya’uddin Ar Rais, Al Islam Wal Khilafah, hal.99,
  • Abdurrahman Abdul Khaliq, Asy Syura, hal.26,
  • Abdul Qadir Audah, Al Islam Wa Audla’una As Siyasiyah, hal. 124,
  • Dr. Mahmud Al Khalidi, Qawaid Nizham Al Hukum fil Islam, hal. 248,
  • Sulaiman Ad Diji, Al Imamah Al ‘Uzhma, hal.75,
  • Muhammad Abduh, Al Islam Wan Nashraniyah, hal. 61,
  • dan masih banyak lagi yang lainnya.

Adapun buku-buku yang mengingkari wajibnya Khilafah – seperti Al Islam Wa Usululul Hukm oleh Ali Abdur Raziq, Mabadi` Nizham Al Hukmi fil Islam oleh Abdul Hamid Mutawalli, Tidak Ada Negara Islam oleh Nurcholis Madjid – sebenarnya tidak perlu dianggap sebagai buku yang serius dan bermutu. Sebab isinya bertentangan dengan nas-nas syara’ yang demikian jelas dan terang. Buku-buku seperti ini tak lain hanya sampah yang kotor yang merupakan penyambung lidah kaum kafir penjajah dan agen-agennya iaitu para penguasa muslim yang zalim yang selalu memaksakan sekularisme kepada umat Islam dengan berbagai argumentasi palsu yang berkedok studi “ilmiah” atau studi “sosiohistori-objektif”, dengan tujuan untuk menghapuskan hukum-hukum Allah dari muka bumi dengan cara menghapuskan idea Khilafah yang bertanggung jawab melaksanakan hukum-hukum tersebut.

Mengembalikan Kehidupan Islam

– Sumber : Hizbut Tahrir Malaysia –

http://www.mykhilafah.com