• SELAMAT DATANG

    Asalammu'alaikum wbt. Blog ini membicarakan pelbagai topik agama yang merangkumi Artikel Umum, Akhir Zaman, Al-Quran, Hidayah Allah, Kebangkitan Islam, Satanisme, As-Siyasah, Doa & Bacaan, Fiqh Ibadah, Darah Wanita, Haji & Umrah, Korban & Akikah, Puasa, Solat, Toharoh, Zakat, Fiqh Muamalat, Hadis Pilihan, Ilmuwan Islam, Isu Semasa, Budaya Kufur, Islam Liberal, Pluralisme, Sekularisme, Syiah, Wahabiyyah, Kebesaran Allah, Kisah Teladan, Qishosul Anbiya', Sejarah Islam, Sirah Nabawi, Tafsir Al-Qur'an, Tasawwuf & Akhlak, Tauhid / 'Aqidah, Tazkirah, Akhirat, Bulan Islam, Kematian, Kisah Al-Quran, Tokoh Muslim, Ulama' Nusantara, Video Agama dan sebagainya. Semoga pembaca mendapat faedah ilmu dari pembacaan artikel dalam blog ini.. dalam mencari rahmat, keampunan dan keredhaan Illahi. InsyaAllah Ta'ala.

  • Pusat Latihan WoodValley Village, Sg. Congkak, Hulu Langat, kini dibuka untuk Penginapan Percutian, Program Hari Keluarga, Team Building dan Penempatan Kursus. Untuk tempahan dan info lanjut, sila hubungi:

    1) Arshad: 016-700 2170 2) Fahmi: 017-984 9469 3) Azleena: 012-627 2457

    [[ Download Brochure ]]

    [[Lawat Laman Web]

    -------------------------------------------
  • Klik untuk subscribe ke blog ini dan anda akan menerima email pemberitahuan tentang artikel terbaru. Taipkan email anda di kotak bawah:

    Join 68 other subscribers
  • KLIK PAUTAN

PERKEMBANGAN ISLAM DI EROPAH


Selama 20 tahun terakhir, jumlah kaum Muslimin di dunia telah meningkat secara perlahan. Angka statistik tahun 1973 menunjukkan bahawa jumlah penduduk Muslimin dunia adalah 500 juta; sekarang, angka ini telah mencapai 1.5 bilion. Kini, setiap empat orang salah satunya adalah Muslim. Bukanlah mustahil bahawa jumlah penduduk Muslim akan terus bertambah dan Islam akan menjadi agama terbesar di dunia. Peningkatan yang terus-menerus ini bukan hanya dikarenakan jumlah penduduk yang terus bertambah di negara-negara Muslim, tapi juga jumlah orang-orang mualaf yang baru memeluk Islam yang terus meningkat, suatu fenomena yang menonjol, terutama setelah serangan terhadap World Trade Centre pada 11 September 2001. Serangan ini, yang dikutuk oleh setiap orang, terutama umat Muslim, tiba-tiba saja telah mengarahkan perhatian orang (khususnya warga Amerika) kepada Islam. Orang di Barat berbicara banyak tentang agama macam apakah Islam itu, apa yang dikatakan Al Qur’an, kewajiban apakah yang harus dilaksanakan sebagai seorang Muslim, dan bagaimana kaum Muslim dituntut melaksanakan urusan dalam kehidupannya. Ketertarikan ini secara alamiah telah mendorong peningkatan jumlah warga dunia yang berpaling kepada Islam. Demikianlah, perkiraan yang umum terdengar pasca peristiwa 11 September 2001 bahawa “serangan ini akan mengubah alur sejarah dunia”, dalam beberapa hal, telah mulai nampak kebenarannya. Proses kembali kepada nilai-nilai agama dan spiritual, yang dialami dunia sejak lama, telah menjadi keberpalingan kepada Islam.

Hal luar biasa yang sesungguhnya sedang terjadi dapat diamati ketika kita mempelajari perkembangan tentang kecenderungan ini, yang mulai kita ketahui melalui surat-surat kabar maupun berita-berita di televisi. Perkembangan ini, yang umumnya dilaporkan sekedar sebagai sebuah bagian dari pokok bahasan hari itu, sebenarnya adalah petunjuk sangat penting bahawa nilai-nilai ajaran Islam telah mulai tersebar sangat pesat di seluruh dunia. Di belahan dunia Islam lainnya, Islam berada pada titik perkembangan pesat di Eropah. Perkembangan ini telah menarik perhatian yang lebih besar di tahun-tahun belakangan, sebagaimana ditunjukkan oleh banyak tesis, laporan, dan tulisan seputar “kedudukan kaum Muslim di Eropah” dan “dialog antara masyarakat Eropah dan umat Muslim.” Beriringan dengan berbagai laporan akademis ini, media massa telah sering menyiarkan berita tentang Islam dan Muslim. Penyebab ketertarikan ini adalah perkembangan yang terus-menerus mengenai angka populasi Muslim di Eropah, dan peningkatan ini tidak dapat dianggap hanya disebabkan oleh imigrasi. Meskipun imigrasi dipastikan memberi pengaruh nyata pada pertumbuhan populasi umat Islam, namun banyak peneliti mengungkapkan bahawa permasalahan ini dikarenakan sebab lain: angka perpindahan agama yang tinggi. Suatu kisah yang ditayangkan NTV News pada tanggal 20 Juni 2004 dengan judul “Islam adalah agama yang berkembang paling pesat di Eropah” membahas laporan yang dikeluarkan oleh badan perisikan domestik Prancis. Laporan tersebut menyatakan bahawa jumlah orang mualaf yang memeluk Islam di negara-negara Barat semakin terus bertambah, terutama pasca peristiwa serangan 11 September. Misalnya, jumlah orang mualaf yang memeluk Islam di Prancis meningkat sebanyak 30 hingga 40 ribu di tahun lalu saja.

Gereja Katolik dan Perkembangan Islam

Gereja Katolik Roma, yang berpusat di kota Vatican, adalah salah satu organisasi yang mengikuti fenomena tentang kecenderungan perpindahan agama. Salah satu pokok bahasan dalam pertemuan bulan Oktober 1999 muktamar gereja Eropah, yang dihadiri oleh hampir seluruh pendeta Katolik, adalah kedudukan Gereja di milenium baru. Tema utama konferensi tersebut adalah tentang pertumbuhan pesat agama Islam di Eropah. The National Catholic Reporter melaporkan sejumlah orang garis keras menyatakan bahawa satu-satunya cara mencegah kaum Muslim mendapatkan kekuatan di Eropah adalah dengan berhenti bertoleransi terhadap Islam dan umat Islam; kalangan lain yang lebih objektif dan rasional menekankan kenyataan bahawa oleh karena kedua agama percaya pada satu Tuhan, sepatutnya tidak ada celah bagi perselisihan ataupun peratusgketaan di antara keduanya. Dalam satu sesi, Uskup Besar Karl Lehmann dari Jerman menegaskan bahawa terdapat lebih banyak kemajemukan internal dalam Islam daripada yang diketahui oleh banyak umat Nasrani, dan pernyataan-pernyataan radikal seputar Islam sesungguhnya tidak memiliki dasar.

Mempertimbangkan kedudukan kaum Muslim di saat menjelaskan kedudukan Gereja di milenium baru sangatlah tepat, mengingat pendataan tahun 1999 oleh PBB menunjukkan bahawa antara tahun 1989 dan 1998, jumlah penduduk Muslim Eropah meningkat lebih dari 100 peratus. Dilaporkan bahawa terdapat sekitar 13 juta umat Muslim tinggal di Eropah saat ini: 3,2 juta di Jerman, 2 juta di Inggris, 4-5 juta di Prancis, dan selebihnya tersebar di bagian Eropah lainnya, terutama di Balkan. Angka ini mewakili lebih dari 2% dari keseluruhan jumlah penduduk Eropah.

Kesadaran Beragama di Kalangan Muslim Meningkat di Eropah

Penelitian terkait juga mengungkap bahawa seiring dengan terus meningkatnya jumlah Muslim di Eropah, terdapat kesadaran yang semakin besar dalam menjalankan agama di kalangan para mahasiswa. Menurut survei yang dilakukan oleh surat kabar Prancis Le Monde di bulan Oktober 2001, dibandingkan data yang dikumpulkan di tahun 1994, banyak kaum Muslims terus melaksanakan sholat, pergi ke mesjid, dan berpuasa. Kesadaran ini terlihat lebih menonjol di kalangan mahasiswa universiti.

Dalam sebuah laporan yang didasarkan pada media masa asing di tahun 1999, majalah Turki Aktüel menyatakan, para peneliti Barat memperkirakan dalam 50 tahun ke depan Eropah akan menjadi salah satu pusat utama perkembangan Islam.

Islam adalah Bagian Tak Terpisahkan dari Eropahh

Bersamaan dengan kajian sosiologis dan demografis ini, kita juga tidak boleh melupakan bahawa Eropah tidak bersentuhan dengan Islam hanya baru-baru ini saja, akan tetapi Islam sesungguhnya merupakan bagian tak terpisahkan dari Eropah.

Eropah dan dunia Islam telah saling berhubungan dekat selama berabad-abad. Pertama, negara Andalusia (756-1492) di Semenanjung Iberia, dan kemudian selama masa Perang Salib (1095-1291), serta penguasaan wilayah Balkan oleh kekhalifahan Utsmaniyyah (1389) memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik antara kedua masyarakat itu. Kini banyak pakar sejarah dan sosiologi menegaskan bahawa Islam adalah pemicu utama perpindahan Eropah dari gelapnya Abad Pertengahan menuju terang-benderangnya Masa Renaisans. Di masa ketika Eropah terbelakang di bidang kedokteran, astronomi, matematika, dan di banyak bidang lain, kaum Muslim memiliki perbendaharaan ilmu pengetahuan yang sangat luas dan kemampuan hebat dalam membangun.

Bersatu pada Pijakan Bersama: “Monoteisme”

Perkembangan Islam juga tercerminkan dalam perkembangan dialog antara-agama baru-baru ini. Dialog-dialog ini berawal dengan pernyataan bahawa tiga agama monoteisme (Islam, Yahudi, dan Nasrani) memiliki pijakan awal yang sama dan dapat bertemu pada satu titik yang sama. Dialog-dialog seperti ini telah sangat berhasil dan membuahkan kedekatan hubungan yang penting, khususnya antara umat Nasrani dan Muslim. Dalam Al Qur’an, Allah memberitahukan kepada kita bahawa kaum Muslim mengajak kaum Ahli Kitab (Nasrani dan Yahudi) untuk bersatu pada satu pijakan yang disepakati bersama:

Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahawa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatu pun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah bahawa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (QS. Ali ‘Imran, 3: 64)

Ketiga agama yang meyakini satu Tuhan tersebut memiliki keyakinan yang sama dan nilai-nilai moral yang sama. Percaya pada keberadaan dan keesaan Tuhan, malaikat, Nabi, Hari Akhir, Surga dan Neraka, adalah ajaran pokok keimanan mereka. Di samping itu, pengorbanan diri, kerendahan hati, cinta, berlapang dada, sikap menghormati, kasih sayang, kejujuran, menghindar dari berbuat zalim dan tidak adil, serta berperilaku mengikuti suara hati nurani semuanya adalah sifat-sifat akhak terpuji yang disepakati bersama. Jadi, karena ketiga agama ini berada pada pijakan yang sama, mereka wajib bekerja sama untuk menghapuskan permusuhan, peperangan, dan penderitaan yang diakibatkan oleh ideologi-ideologi antiagama. Ketika dilihat dari sudut pandang ini, dialog antar-agama memegang peran yang jauh lebih penting. Sejumlah seminar dan konferensi yang mempertemukan para wakil dari agama-agama ini, serta pesan perdamaian dan persaudaraan yang dihasilkannya, terus berlanjutan secara berkala sejak pertengahan tahun 1990-an.

Kabar Gembira tentang Datangnya Zaman Keemasan

Dengan mempertimbangkan semua fakta yang ada, terungkap bahawa terdapat suatu pergerakan kuat menuju Islam di banyak negara, dan Islam semakin menjadi pokok bahasan terpenting bagi dunia. Perkembangan ini menunjukkan bahawa dunia sedang bergerak menuju zaman yang sama sekali baru. Yaitu sebuah zaman yang di dalamnya, insya Allah, Islam akan memperoleh kedudukan penting dan ajaran akhlak Al Qur’an akan tersebar luas. Penting untuk dipahami, perkembangan yang sangat penting ini telah dikabarkan dalam Al Qur’an 14 abad yang lalu:

Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (QS. At Taubah, 9: 32-33)

Tersebarnya akhlak Islami adalah salah satu janji Allah kepada orang-orang yang beriman. Selain ayat-ayat ini, banyak hadits Nabi kita SAW menegaskan bahawa ajaran akhlak Al Qur’an akan meliputi dunia. Di masa-masa akhir menjelang berakhirnya dunia, umat manusia akan mengalami sebuah masa di mana kezaliman, ketidakadilan, kepalsuan, kecurangan, peperangan, permusuhan, peratusgketaan, dan keruntuhan akhlak merajalela.  Kemudian akan datang Zaman Keemasan, di mana tuntunan akhlak ini mulai tersebar luas di kalangan manusia bagaikan naiknya gelombang air laut pasang dan pada akhirnya meliputi seluruh dunia. Sejumlah hadits ini, juga ulasan para ulama mengenai hadits tersebut, dipaparkan sebagaimana berikut:

Selama [masa] ini, umatku akan menjalani kehidupan yang berkecukupan dan terbebas dari rasa was-was yang mereka belum pernah mengalami hal seperti itu. [Tanah] akan mengeluarkan panennya dan tidak akan menahan apa pun dan kekayaan di masa itu akan berlimpah. (Sunan Ibnu Majah)

… Penghuni langit dan bumi akan ridha. Bumi akan mengeluarkan semua yang tumbuh, dan langit akan menumpahkan hujan dalam jumlah berlimpah. Disebabkan seluruh kebaikan yang akan Allah curahkan kepada penduduk bumi, orang-orang yang masih hidup berharap bahawa mereka yang telah meninggal dunia dapat hidup kembali. (Muhkhtasar Tazkirah Qurtubi, h. 437)

Bumi akan berubah seperti penampan perak yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan … (Sunan Ibnu Majah)

Bumi akan diliputi oleh kesetaraan dan keadilan sebagaimana sebelumnya yang diliputi oleh penindasan dan kezaliman. (Abu Dawud)

Keadilan akan demikian  jaya sampai-sampai semua harta yang dirampas akan dikembalikan kepada pemiliknya; lebih jauh, sesuatu yang menjadi milik orang lain, sekalipun bila terselip di antara gigi-geligi seseorang, akan dikembalikan kepada pemiliknya… Keamanan meliputi seluruh Bumi dan bahkan segelintir perempuan bisa menunaikan haji tanpa diantar laki-laki.  (Ibn Hajar al Haitsami: Al Qawlul Mukhtasar fi `Alamatul Mahdi al Muntazar, h. 23)

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, Zaman Keemasan akan merupakan suatu masa di mana keadilan, kemakmuran, keberlimpahan, kesejahteraan, rasa aman, perdamaian, dan persaudaraan akan menguasai kehidupan umat manusia, dan merupakan suatu zaman di mana manusia merasakan cinta, pengorbanan diri, lapang dada, kasih sayang, dan kesetiaan. Dalam hadits-haditsnya, Nabi kita SAW mengatakan bahawa masa yang diberkahi ini akan terjadi melalui perantara Imam Mahdi, yang akan datang di Akhir Zaman untuk menyelamatkan dunia dari kekacauan, ketidakadilan, dan kehancuran akhlak. Ia akan memusnahkan paham-paham yang tidak mengenal Tuhan dan menghentikan kezaliman yang merajalela. Selain itu, ia akan menegakkan agama seperti di masa Nabi kita SAW, menjadikan tuntunan akhlak Al Qur’an meliputi umat manusia, dan menegakkan perdamaian dan menebarkan kesejahteraan di seluruh dunia.

Kebangkitan Islam yang sedang dialami dunia saat ini, serta peranan Turki di era baru merupakan tanda-tanda penting bahawa masa yang dikabarkan dalam Al Qur’an dan dalam hadits Nabi kita sangatlah dekat. Besar harapan kita bahawa Allah akan memperkenankan kita menyaksikan masa yang penuh berkah ini.

Sumber artikel : harunyahya.com

 

PENYAPUAN KHUF



PENGERTIAN KHUF

     

  • Khuf atau muzah ialah sejenis pakaian yang diperbuat daripada kulit yang menutup bahagian kaki yang diwajibkan basuh ketika berwudhu’ iaitu kaki dan buku lali ke atas, seperti sarung kaki. Bahagian khuf yang disapu ialah bahagian luar sebelah atas bukan tapak.
  • Menyapu khuf adalah sebagai gantian bagi membasuh kedua-dua belah kaki dalam berwudhu’. Ia adalah suatu rukhsah atau kelonggaran yang dibenarkan oleh syara‘ untuk kemudahan umat Islam terutamanya ketika musim sejuk.
  •  

CARA PENYAPUAN KHUF

     

  • Tempoh sesuatu pemakaian khuf ialah satu hari satu malam bagi orang yang bermukim dan tiga hari tiga malam bagi orang yang bermusafir, berdasarkan hadith riwayat Muslim yang bermaksud:
  •  

“Rasulullah sallallahu ‘alayhi wasallam memberi (rukhsah untuk menyapu khuf) selama tiga hari dan tiga malamnya kepada orang musafir dan satu hari satu malam bagi orang yang bermukim”.

     

  • Tempohnya ialah bermula dari mula memakai khuf selepas mengangkat hadath sama ada berwudhu’ atau mandi mengangkat hadath.
  • Caranya ialah apabila seseorang itu selesai bersuci dari hadath sama ada mengambil wudhu’ atau mandi mengangkat hadath, ia hendaklah memakai kedua-dua belah khuf tanpa ditanggalkan lagi selama satu hari satu malam (24 jam). Apabila ia terbatal wudhu’ dengan sebab hadath kecil dalam tempoh 24 jam itu, maka ia mengambil wudhu’ semula tetapi bila sampai giliran membasuh kaki, ia tidak perlu membuka khuf dan membasuh kaki, sebaliknya menyapu di atas khuf yang dipakainya itu sebagai gantian membasuh kaki. Begitulah seterusnya setiap kali mengambil wudhu’ dalam tempoh 24 jam itu. Apabila tamat tempoh 24 jam tadi barulah ia wajib membasuh kaki semula ketika mengambil wudhu’ baru dan bermula pula tempohnya.
  •  

SYARAT KEHARUSAN PENYAPUAN KHUF

1. Memakai khuf ketika suci sepenuhnya daripada hadath besar dan kecil.

2. Khuf yang bersih serta menutup semua bahagian kaki yang wajib dibasuh ketika berwudhu’.

3. Khuf yang kukuh yang boleh digunakan untuk meneruskan perjalanan biasa.

4. Khuf yang sempurna dan tiada kerosakan padanya.

5. Khuf yang tidak meresap air.

6. Khuf yang tebal yang tidak menampakkan kulit kaki.

PERKARA YANG MEMBATALKAN PENYAPUAN KHUF

1. Semua perkara yang mewajibkan mandi hadath seperti berjunub, haidh dan nifas.

2. Mencabut salah satu khuf atau kedua-duanya sekali atau rosak khuf.

3. Tamat tempoh sapuan khuf iaitu satu hari satu malam bagi orang yang bermukim dan tiga hari tiga malam bagi orang yang musafir.

KULIT MANUSIA


Dr. Tagata Tejasen: Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasool Allah!

Orang ini sedang melafazkan  kalimah syahadah, sekaligus mengesahkan bahawa dia seorang Muslim. Perkara ini berlaku ketika Persidangan Perubatan Saudi ke-8 yang diadakan di Riyadh. Orang yang dimaksudkan ialah Profesor Tejatat Tejasen, Pengerusi Jabatan Kajian Tubuh-manusia (‘Anatomy’) di Universiti Chiang Mai, Thailand. Sebelum ini, beliau memegang jawatan sebagai Dekan Fakulti Perubatan di universiti yang sama.

Kami bentangkan kepada Profesor Tejasen beberapa ayat-ayat Al-Quran dan Hadis yang ada kaitan dengan fakta-fakta kajian tubuh-manusia. Beliau memaklumkan bahawa di dalam kitab ugama Buddha juga ada penerangan terperinci mengenai perkembangan embrio. Kami menyatakan kepadanya minat kami untuk melihat penerangan tersebut dan mengenali  kitab berkenaan. Setahun kemudian, Profesor Tejasen kembali ke Universiti Raja Abdul Aziz untuk satu tugasan sebagai pemeriksa luar. Kami mengingatkan beliau mengenai kenyataannya setahun yang lalu. Beliau meminta maaf dan menjelaskan bahawa beliau membuat kenyataan tesebut tanpa satu kepastian. Setelah  memeriksa kitab-kitab agama Buddha, beliau tidak terjumpa sebarang keterangan mengenai perkembangan embrio itu.

Kemudian kami berikan kepadanya artikel ceramah yang ditulis oleh Profesor Keith Moore mengenai keserasian di antara fakta-fakta kajian embrio moden dan kenyataan ayat-ayat Al-Quran dan Hadis. Kami bertanya jika beliau mengenali Profesor Keith Moore. Beliau menjawab sudah tentu beliau mengenalinya  oleh kerana Profesor Moore ialah salah seorang daripada ahli sains terkemuka di bidang itu.

Selepas mengkaji artikel itu, Profesor Tejasen merasa begitu takjub sekali. Kami bertanya kepadanya beberapa soalan yang berkaitan dengan bidang yang dipakarinya. Satu daripadanya ialah mengenai penemuan mutakhir di dalam kajian kulit (‘dermatology’)- mengenai deria mengesan/merasa yang dimiliki oleh kulit.

Beliau menjawab; Ya, jika kebakaran kulit terlalu parah.

Kami beritahu Dr. Tejasen: Tuan tentu berminat untuk mengetahui bahawa di dalam kitab ini, kitab suci Al-Quran, terdapat rujukan sejak 1400 tahun dahulu yang membicarakan tentang hukuman keatas orang-orang yang tidak beriman di dalam api neraka; dan ayat itu mengatakan selepas kulit mereka telah musnah sama sekali, Allah subhanahuwata’ala akan menciptakan untuk mereka kulit yang baru supaya mereka boleh terus merasai azab api neraka, menandakan pengetahuan bahawa saraf di dalam kulit ada penghujungnya. Ayat itu berbunyi (maksud):

Sesungguhnya orang-orang yang kufur ingkar kepada ayat-ayat keterangan Kami, Kami akan membakar mereka dalam api neraka. Tiap-tiap kali kulit mereka masak hangus, Kami gantikan untuk mereka kulit yang lain supaya mereka dapat merasa azab sengsara itu. Dan (ingatlah) sesungguhnya Allah adalah Maha Kuasa, Lagi Maha Bijaksana.” (Surah An-Nisaa’, 4: Ayat 56)

Kami bertanya: Adakah tuan setuju bahawa sejak 1400 tahun dahulu ayat ini merujuk kepada keujudan penghujung saraf di dalam kulit? Dr. Tejasen menjawab: Benar, saya setuju.

Pengethuan mengenai ciri deria-merasa ini sudah diketahui sejak lama dahulu, seperti yang dinyatakan ayat itu bahawa jika seseorang itu membuat dosa, dia akan diazabkan dengan dibakar kulitnya, kemudian Allah subhanahuwata’ala akan menggantikan kulit yang baru untuknya supaya dia boleh terus merasai keazaban itu. Ini bermakna mereka tahu sejak lama dahulu bahawa penerima deria rasa sakit berada di dalam kulit, justeru, mereka menggantikan kulit yang baru.

Kulit (rujuk gambarajah 8.1) ialah pusat kepada deria merasai bahang kebakaran. Justeru, jika kulit telah hangus terbakar secara keseluruhanntya, ia akan kehilangan deria rasanya. Oleh kerana itulah, Allah subhanahuwata’ala akan menyiksa mereka yang tidak beriman di Hari Pembalasan dengan memberikan kulit yang baru kepada mereka setiap kali kulit sebelumnya telah habis hangus, sebagaimana firmanNya Yang Maha Kuasa bermaksud:

Sesungguhnya orang-orang yang kufur ingkar kepada ayat-ayat keterangan Kami, Kami akan membakar mereka dalam api neraka. Tiap-tiap kali kulit mereka masak hangus, Kami gantikan untuk mereka kulit yang lain supaya mereka dapat merasa azab sengsara itu. Dan (ingatlah) sesungguhnya Allah adalah Maha Kuasa, Lagi Maha Bijaksana.” (Surah An-Nisaa’, 4: Ayat 56)

Kami menyoal Profesor Tejasen: “Adakah munasabah ayat-ayat ini datang kepada nabi Muhammad sallallahu’alaihiwasallam bersumberkan seorang manusia? Profesor Tejasen bersetuju bahawa ayat-ayat tersebut tidak mungkin bersumberkan  manusia. Jadi beliau bertanya sumber ayat tersebut dan daripada mana Nabi Muhammad sallallahu’alaihiwasallam menerimanya? Kami menjawab, “Daripada Allah, Yang Maha Agung lagi Maha Kuasa.” Beliau lantas bertanya lagi: “Siapa Allah itu”

Kami menegaskan: Dia ialah Pencipta kesemua makhluk-makhluk. Jika tuan menemui satu ciri kebijaksanaan, ianya kerana ianya datang daripadaNya Yang Maha Bijaksana. Jikab tuan menemui pengetahuan mengenai kejadian cakrawala ini, ianya kerana cakrawala ini dicipta olehNya yang memiliki segala ilmu-ilmu. Jika tuan nampak kesempurnaan makhluk ciptaanNya, itu membuktikan Dia Pencipta Yang Maha Mengetahui,  dan jika tuan bertemu sifat pemurah, ini membuktikan bahawa makhluk ini ialah ciptaanNya Yang Maha Pemurah. Selain itu, jika tuan melihat alam ini sebagai suatu yang teratur rapi, itu membuktikan bahawa alam ini dicipta oleh Dia satu-satunya Pencipta Yang Maha Pencipta, Yang Maha Terpuji Lagi Maha Kuasa.

Profesor Tejasen bersetuju dengan penjelasan kami. Beliau kembali ke negaranya dan memberikan beberapa ceramah tentang pengetahuan dan penemuan barunya itu. Kami dimaklumkan bahawa lima daripada pelajar-pelajarnya telah memeluk Islam disebabkan ceramah-ceramah beliau. Di Persidangan Perubatan Saudi ke-8 yang diadakan di Riyadh, Profesor Tejasen menghadiri beberapa ceramah berkenaan tanda-tanda kajian perubatan di dalam Al-Quran dan hadis.

Profesor Tejasen menghabiskan empat hari bersama-sama beberapa ahli ilmu, Muslim dan bukan-Muslim, berbincang mengenai fenomena sains di dalam Al-Quran dan Hadis. Di akhir perbincangan-perbincangan itu, Profesor Tejasen bangun dan berkata:

Sejak tiga tahun lalu saya telah mulai berminat mengenai Al-Quran yang telah diberikan oleh Sheikh AbdulMajeed Az-Zindani. Tahun lepas saya telah memperolehi artikel oleh Profesor Keith Moore yang diberikan oleh Sheik ini. Beliau meminta agar saya terjemahkannya ke Bahasa Thai dan memberikan beberapa ceramah kepada umat Islam di Thailand. Saya telah menyempurnakan permintaan beliau. Tuan-puan boleh lihat buktinya di dalam video yang telah saya hadiahkan kepada Sheik. Daripada kajian dan daripada apa yang saya pelajari sepanjang persidangan ini, saya yakin bahawa kesemua yang dicatatkan di dalam Al-Quran sejak 1400 tahun dahulu adalah suatu kebenaran yang boleh dibuktikan secara saintifik. Oleh kerana  Muhammad (sallallahu’alaihiwasallam) tidak boleh membaca mahupun menulis, maka Muhammad (sallallahu’alaihiwasallam)  mestilah seorang rasul yang menyampaikan kebenaran sebagaimana diwahyukan kepadanya oleh Dia Yang Maha Pencipta. Pencipta ini mestilah Allah, atau Tuhan. Justeru, saya fikir sudah sampai masanya untuk saya melafazkan  ‘Laa ilaaha illallah’, bahawa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, ‘Muhammad Rasool Allah’, Muhammad ialah seorang Rasul  Allah

Daripada persidangan ini, saya bukan hanya dapat belajar tentang ilmu-ilmu sains, tetapi juga saya dapat bertemu ramai ahli-ahli sains baru dan menemui ramai kawan-kawan baru. Perkara yang paling berharga yang saya dapat daripada persidangan ini ialah  ‘La ilaaha illallah, Muhammad Rasool Allah’ dan kesempatan menjadi seorang Muslim.

Kebenaran sememangnya dating daripada Allah subhanahuwata’ala sebagaimana firmannya bermaksud:

Dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan, mengetahui (dengan yakin, bahawa keterangan-keterangan) yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu (mengenai hari kiamat dan lain-lainnya) itulah yang benar serta memimpin ke jalan Allah Yang Maha Kuasa, Lagi Maha Terpuji” (Surah Saba’, 34: Ayat 6)

BERSUGI


1. Bersugi atau bersiwak adalah suatu perbuatan bagi membersihkan mulut dan gigi.

2. Bersugi hukumnya adalah sunat dan masanya ialah bila-bila masa tetapi masa yang paling dituntut ialah setelah bangun dari tidur, ketika hendak mendirikan sembahyang , ketika hendak membaca Al-Quraan dan ketika berubah bau mulut.

3. Dihukumkan makruh bersugi apabila telah gelincir matahari ( masuk waktu Zohor ) bagi orang yang berpuasa , sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud :

“ Dari Abu Hurairah r.a.h. dari Nabi s.a.w. sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu disisi Allah s.w.t. itu lebih harum daripada kasturi “.
( Riwayat Muslim )

– Pada pendapat Imam Nawawi r.a.h bahawa tidak makruh bersugi bagi orang yang berpuasa sama ada telah gelincir matahari atau belum gelincir matahari.

4. Alat untuk bersugi ialah tiap-tiap sesuatu yang suci dan kesat seperti berus gigi , kayu arak ( siwak ) , rotan manggar kelapa dan lain-lain.

5. Hadith Rasulullah s.a.w. tentang bersugi :

1) Dari Aisyah r.a.h. “ Sesungguhnya Nabi s.a.w. telah bersabda bersugi itu membersihkan mulut dan mendapat redha dari Tuhannya “.
( Riwayat Baihaqi )

2) Dari Abu Hurairah r.a.h. dari Nabi s.a.w. telah bersabda :
“ Kalau tidaklah akan menyusahkan umatku akan aku suruh
mereka bersugi pada tiap-tiap waktu ketika berwuduk “.
( Riwayat Ahmad )

6. Cara perlaksanaan bersugi hendaklah dengan tangan kanan dan dimulakan dengan sebelah kanan mulut dan terus dilakukan atas langit-langit mulut dengan perlahan-lahan serta ke atas gusi dan gigi.

7. Di antara kelebihan bersugi ialah :

1) Sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud :

“ Dua rakaat sembahyang dengan bersugi itu terlebih
baik pahalanya daripada tujuh puluh rakaat sembahyang
dengan tidak bersugi “.
( Riwayat Muslim )

2) Dapat menambahkan akal.
3) Dapat mencerahkan mata.
4) Melambatkan tumbuh uban .
5) Dapat menggandakan pahala.
6) Dapat mengucapkan Syahadah tatkala hampir ajal .

7. Sekiranya tidak dapat bersugi pada tiap-tiap waktu yang dituntuti hendaklah ia bersugi sekali dalam sehari.

8. Di antara sebab-sebab sembahyang orang yang bersugi itu lebih afdhal dan lebih besar fadhilatnya kerana ia akan mendatangkan lebih khusyuk sembahyangnya serta dapat memelihara pergaulan yang baik di dalam jemaahnya semasa sembahyang dengan bau mulut yang bersih dan harum serta cahaya gigi yang segar .


( Rujukan Kitab – Kitab Matla’al Badraian – Syeikh Daud Fattani )

KISAH NABI DAUD A.S.


Berlalulah tahun-tahun yang cukup panjang dari wafatnya Musa. Setelah Nabi Musa, datanglah para nabi dan mereka telah mati dan anak-anak Israil setelah Musa telah kalah. Kitab suci mereka telah hilang, yaitu Taurat. Ketika Taurat telah hilang dari dada mereka maka ia pun tercabut dari tangan mereka. Musuh-musuh mereka menguasai peti perjanjian yang di dalamnya terdapat peninggalan keluarga Musa dan Harun. Bani Israil terusir dari keluarga mereka dan rumah mereka. Keadaan mereka sungguh sangat tragis. Kenabian telah terputus dari cucu Lawi, dan tidak tersisa dari mereka kecuali seorang wanita yang hamil yang berdoa kepada Allah s.w.t agar Dia memberinya anak laki- laki. Lalu ia melahirkan anak laki-laki dan menamainya dengan nama Asymu’il yang dalam bahasa Ibrani bererti Ismail. Yakni Allah s.w.t mendengar doaku.

Ketika anak itu tumbuh dewasa, ibunya itu mengirimnya ke masjid dan menyerahkannya kepada lelaki soleh agar belajar kebaikan dan ibadah darinya. Anak itu berada di sisinya. Pada suatu malam – ketika ia telah menginjak dewasa – ia tidur, lalu ia mendengar ada suara yang datang dari sisi masjid. Ia bangun dalam keadaan ketakutan dan mengira bahawa syeikh atau gurunya memanggilnya. Ia segera menuju gurunya dan bertanya: “Apakah engkau memang memanggilku?” Guru itu tidak ingin menakut-nakutinya maka ia berkata: “Ya, ya.” Anak itu pun tidur kembali. Kemudian suara itu lagi-lagi memanggilnya untuk kedua kalinya dan ketiga hingga ia bangun dan melihat malaikat Jibril memanggilnya: “Tuhanmu telah mengutusmu kepada kaummu.” Pada suatu hari, Bani Israil menemui nabi yang mulia ini. Mereka bertanya kepadanya: “Tidakkah kami orang-orang yang teraniaya?” Dia menjawab: “Benar.” Mereka berkata: “Tidakkah kami orang-orang yang terusir?” Dia menjawab: “Benar.” Mereka mengatakan: “Kirimkanlah untuk kami seorang raja yang dapat mengumpulkan kami di bawah satu bendera agar kita dapat berperang di jalan Allah s.w.t dan agar kita dapat mengembalikan tanah kita dan kemuliaan kita.” Nabi mereka berkata kepada mereka dan tentu ia lebih tahu daripada mereka: “Apakah kalian yakin akan menjalankan peperangan jika diwajibkan peperangan atas kalian?”

Mereka menjawab: “Mengapa kami tidak berperang di jalan Allah s.w.t sedangkan kami telah terusir dari negeri kami, dan anak-anak kami pun terusir serta keadaan kami makin memburuk.” Nabi mereka berkata: “Sesungguhnya Allah s.w.t telah mengutus Thalut sebagai penguasa bagi kalian.” Mereka berkata: “Bagaimana ia menjadi penguasa atas kami sedangkan kami lebih berhak mendapatkan kekuasaan itu daripadanya. Lagi pula, ia bukan seorang yang kaya, sedangkan di antara kami ada orang yang lebih kaya daripadanya.”

Nabi mereka berkata: “Sesungguhnya Allah s.w.t memilihnya atas kalian kerana ia memiliki keutamaan dari sisi ilmu dan fizik. Dan Allah s.w.t memberikan kekuasaan-Nya kepada siapa pun yang Dia kehendaki.” Mereka berkata: “Apa tanda kekuasaa-Nya?” Nabi menjawab: “Kitab Taurat yang dirampas musuh kalian akan kembali kepada kalian. Kitab itu akan dibawa oleh para malaikat dan diserahkan kepada kalian. Ini adalah tanda kekuasaan-Nya.” Mukjizat tersebut benar-benar terjadi di mana pada suatu hari Taurat kembali kepada mereka.

Pembentukan pasukan Thalut dimulai. Thalut telah menyiapkan tenteranya untuk memerangi Jalut. Jalut adalah seseorang yang perkasa dan penantang yang hebat di mana tak seorang pun mampu mengalahkannya. Pasukan Thalut telah siap. Pasukan berjalan dalam waktu yang lama di tengah-tengah gurun dan gunung sehingga mereka merasakan kehausan. Raja Thalut berkata kepada tenteranya: “Kita akan menemui sungai di jalan. Barang siapa yang meminumnya maka hendaklah ia akan keluar dari pasukan dan barang siapa yang tidak mengicipinya dan hanya sekadar membasahi kerongkongannya maka ia akan dapat bersamaku dalam pasukan.”

Akhirnya, mereka mendapati sungai dan sebahagian tentera minum darinya dan kemudian mereka keluar dari barisan tentera. Thalut telah menyiapkan ujian ini untuk mengetahui siapa di antara mereka yang mentaatinya dan siapa yang membangkangnya; siapa di antara mereka yang memiliki tekad yang kuat dan mampu menahan rasa haus dan siapa yang memiliki keinginan yang lemah dan mudah menyerah.

Thalut berkata kepada dirinya sendiri: “Sekarang kami mengetahui orang- orang yang pengecut sehingga tidak ada yang bersamaku kecuali orang- orang yang berani.” Jumlah pasukan memang berpengaruh tetapi yang paling penting dalam pasukan adalah, sifat keberanian dan iman, bukan semata-mata jumlah dan senjata. Lalu datanglah saat-saat yang menentukan bagi pasukan Thalut. Mereka berdiri di depan pasukan musuhnya, Jalut. Jumlah pasukan Thalut sedikit sekali tetapi pasukan Musuh sangat banyak dan kuat.

Sebahagian orang-orang yang lemah dari pasukan Thalut berkata: “Bagaimana mungkin kita dapat mengalahkan pasukan yang perkasa itu?” Kemudian orang-orang mukmin dari pasukan Thalut menjawab: “Yang penting dalam pasukan adalah keimanan dan keberanian. Berapa banyak kelompok yang sedikit mampu mengalahkan kelompok yang banyak dengan izin Allah s.w.t.” Allah s.w.t berfirman:

Apakah kamu tidak memperhatikan pemuka-pemuka Bani Israil sesudah nabi Musa, yaitu ketika mereka berkata kepada seorang nabi mereka: ‘Angkatlah untuk kami seorang raja agar kami berperang (di bawah pimpinannya) dijalan Allah. Nabi mereka menjawab: ‘Mungkin sekali jika kamu diwajibkan berperang, kamu tidak akan berperang.’ Mereka menjawab: ‘Mengapa kami tidak mau berperang di jalan Allah, padahal kami sesungguhnya telah diusir dari kampung halaman kami dan dari anak-anak kami.’ Maka tatkala perang itu diwajibkan atas mereka, mereka pun berpaling, kecuali beberapa orang yang saja di antara mereka. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang lalim. Nabi mereka mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu.’ Mereka menjawab: ‘Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang dia pun tidak diberi kekayaan yang banyak?’ (Nabi mereka) berkata: ‘Sesungguhnya Allah telah memilihnya menjadi rajamu dan menganugerahi ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa.’ Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas Pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui. Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman. Maka tatkala Thalut keluar membawa tenteranya, ia berkata: ‘Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya, bukanlah ia pengikutku. Dan barang siapa tiada meminumnya, kecuali mencedok secedok tangan, maka ia adalah pengikutku. Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: ‘Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tenteranya’ Orang-orang yang meyakini bahawa mereka akan menemui Allah berkata: ‘Berapa banyak yang terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah berserta orang-orang yang sabar.'” (QS. al-Baqarah: 246-249)

Jalut tampak membawa baju besinya bersama pedangnya. Tampaknya ia menantang seseorang untuk berlawan dengannya. Semua tentera Thalut merasa takut untuk menghadapinya. Di saat-saat tegang ini, muncullah dari pasukan Thalut seorang penggembala kambing yang kecil, yaitu Daud. Daud adalah seorang yang beriman kepada Allah s.w.t. Ia mengetahui bahawa keimanan kepada Allah s.w.t adalah hakikat kekuatan di alam ini, dan bahawa kemenangan bukan semata-mata ditentukan banyaknya senjata dan kuatnya tubuh.

Daud maju dan meminta kepada raja Thalut agar mengizinkannya berlawan dengan Jalut. Namun si raja pada hari pertama menolak permintaan itu. Daud bukanlah seorang tentera, ia hanya sekadar penggembala kambing yang kecil. Ia tidak memiliki pengalaman dalam peperangan. Ia tidak memiliki pedang, senjatanya adalah potongan batu bata yang digunakan untuk mengusir kambingnya. Meskipun demikian, Daud mengetahui bahawa Allah s.w.t adalah sumber kekuatan yang hakiki di dunia ini. kerana ia seorang yang beriman kepada Allah s.w.t, maka ia merasa lebih kuat daripada Jalut.

Pada hari kedua, ia kembali meminta izin agar diberi kesempatan untuk memerangi Jalut. Lalu raja memberikan izin kepadanya. Raja berkata kepadanya: “Seandainya engkau berani memeranginya, maka engkau menjadi pemimpin pasukan dan akan menikahi anak perempuanku.” Daud tidak peduli dengan iming-iming tersebut. Ia hanya ingin berperang dan memenangkan agama. Ia ingin membunuh Jalut, seorang lelaki yang sombong yang zalim dan tidak beriman kepada Allah s.w.t, Raja mengizinkan kepada Daud untuk berlawan dengan jalut.

Daud maju dengan membawa tongkatnya dan lima buah batu serta katapel. Jalut maju dengan dilapisi senjata dan baju besi. Jalut berusaha mengejek Daud dan merendahkannya serta mentertawakan kefakirannya dan kelemahannya. Kemudian Daud meletakkan batu yang kuat di atas katapelnya, lalu ia melepaskannya di udara sehingga batu itu pun meluncur dengan keras. Angin menjadi sahabat Daud kerana ia cinta kepada Allah s.w.t sehingga angin itu membawa batu itu menuju ke dahi Jalut. Batu itu membunuhnya. Jalut yang dibekali senjata yang lengkap itu tersungkur ke tanah dan mati.

Daud, seorang penggembala yang baik, mengambil pedangnya. Dan berkecamuklah peperangan di antara kedua pasukan. Peperangan dimulai saat pemimpinnya terbunuh dan rasa ketakutan menghinggapi seluruh pasukannya, sedangkan pasukan yang lain dipimpin oleh seorang penggembala kambing yang sederhana.

Allah s.w.t berfirman:

“Tatkala mereka tampak oleh jalut dan tenteranya, mereka pun berdoa: ‘Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kukuhkanlah pendirian kami terhadap orang-orang kafir.’ Mereka (tentera Thalut) mengalahkan tentera Jalut dengan izin Allah memberinya kepadanya (Daud) pemerintahan dan hikmah, (sesudah meninggalnya Thalut) dan mengajarkan kepadanya apa yang dikehendaki-Nya. Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rosaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai kurnia (yang dicurahkan) atas semesta alam.” (QS. al-Baqarah: 250-251)

Setelah Daud membunuh jalut, ia mencapai puncak kebenaran di tengah- tengah kaumnya sehingga ia menjadi seorang lelaki yang paling terkenal di kalangan Bani Israil. Beliau menjadi pemimpin pasukan dan suami dari anak perempuan raja. Namun Daud tidak begitu gembira dengan semua ini. Beliau tidak bertujuan untuk mencapai kebenaran atau kedudukan atau kehormatan, tetapi beliau berusaha untuk menggapai cinta Allah s.w.t. Daud telah diberi suatu suara yang sangat indah dan mengagumkan. Daud bertasbih kepada Allah s.w.t dan mengagungkan- Nya dengan suaranya yang menarik dan mengundang decak kagum. Oleh kerana itu, setelah mengalahkan Jalut, Daud bersembunyi. Beliau pergi ke gurun dan gunung. Beliau merasakan kedamaian di tengah-tengah makhluk-makhluk yang lain. Di saat mengasingkan diri, beliau bertaubat kepada Allah s.w.t.

Allah s.w.t berfirman:

“Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia Kami. (Kami berfirman): ‘Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud’, dan Kami telah melunakkan besi padanya. (Yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amalan yang soleh. Sesungguhnya Aku melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Saba’: 10- 11)

“Dan telah Kami tundukan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Daud, dan Kamilah yang melakukannya. Dan telah Kami ajarkan kepada Daud membuat baju besi kepada kamu, guna memelihara kamu dalam peperanganmu; Maka hendaklah kamu bersyukur (kepada Allah).” (QS. al-Anbiya’: 79-80)

Ketika Daud duduk, maka ia bertasbih kepada Allah s.w.t dan memuliakan-Nya. Allah s.w.t memilih Daud sebagai Nabi dan memberinya Kitab Zabur. Allah s.w.t berfirman:

“Dan Kami berikan Kitab Zabur kepada Daud.” (QS. al-Isra’: 55)

Zabur adalah kitab suci seperti Kitab Taurat. Daud membaca kitab tersebut dan bertasbih kepada Allah s.w.t. Saat beliau bertasbih, gunung-gunung juga ikut bertasbih, dan burung-burung pun berkumpul bersama beliau.

Allah s.w.t berfirman:

“Dan ingatlah hamba Kami Daud yang mempunyai kekuatan; sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhan). Sesungguhnya Kami menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Daud) di waktu pagi dan petang, dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masing amat taat kepada Allah. Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan hikmah dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan perselisihan.” (QS. Shad: 17-20)

Gurun terbentang sehingga mencapai ufuk. Ini adalah hari puasa Daud. Nabi Daud berpuasa pada suatu hari dan berbuka pada hari yang lain. Inilah yang disebut dengan Shiam ad-Dahr. Daud membaca Kitab Zabur dan merenungkan ayat-ayatnya. Gunung-gunung bertasbih bersamanya. Gunung menyempurnakan pembacaan ayat tersebut, dan terkadang beliau diam sementara gunung itu menyempurnakan tasbihnya. Bukan hanya gunung yang bertasbih bersama beliau, burung-burung pun ikut bertasbih. Ketika Daud mulai membaca Kitab Zabur yang suci maka burung-burung, binatang-binatang buas, dan pohon-pohon pun berkumpul di sisinya, bahkan gunung-gunung ikut bertasbih. Bukan hanya kerana ketulusan Daud yang menjadi penyebab bertasbihnya gunung-gunung atau burung-burung bersama beliau; bukan hanya keindahan suaranya yang menjadi penyebab bertasbihnya makhluk-makhluk yang lain bersama beliau, namun ini adalah mukjizat dari Allah s.w.t kepadanya sebagai Nabi yang memiliki keimanan yang agung, yang cintanya kepada Allah s.w.t sangat tulus. Bukan hanya ini mukjizat yang diberikan kepada beliau, Allah s.w.t juga memberinya ilmu atau kemampuan untuk memahami bahasa burung dan haiwan-haiwan yang lain.

Pada suatu hari, beliau merenung dan mendengarkan ocehan burung yang berdialog satu sama lain. Lalu beliau mengerti apa yang dibicarakan burung-burung itu. Allah s.w.t meletakkan cahaya dalam hatinya sehingga ia memahami bahasa burung dan bahasa haiwan-haiwan yang lain. Daud sangat mencintai haiwan dan burung. Beliau berlemah lembut kepada haiwan-haiwan itu, bahkan beliau merawatnya ketika haiwan- haiwan itu sakit sehingga burung-burung dan binatang yang lain pun mencintainya. Di samping kemampuan memahami bahasa burung, Allah s.w.t juga memberinya hikmah (ilmu pengetahuan). Ketika Daud memperoleh ilmu dari Allah s.w.t atau ketika ia mendapatkan mukjizat maka bertambahlah rasa cintanya kepada Allah s.w.t dan bertambah juga rasa syukumya kepada-Nya, begitu juga ibadahnya semakin meningkat. Oleh kerana itu, beliau berpuasa pada suatu hari dan berbuka pada hari yang lain. Allah s.w.t sangat mencintai Daud dan memberinya kerajaan yang besar. Dan masalah yang dihadapi oleh kaumnya adalah, banyaknya peperangan di zaman mereka. kerana itu, pembuatan baju besi sangat penting. Baju besi yang dibuat oleh para ahli sangat berat sehingga seorang yang berperang tidak mudah bergerak dengan bebas ketika memakai baju besi itu.

Pada suatu hari, Nabi Daud duduk sambil merenungkan masalah tersebut dan di depan beliau ada potongan besi yang beliau main-mainkan. Tiba- tiba, beliau mengetahui bahawa tangannya dapat membikin besi itu lunak. Allah s.w.t memang telah melunakkan besi bagi Daud. Lalu Daud memotong-motongnya dan membentuknya dalam potongan-potongan kecil dan melekatkan sebahagian pada yang lain, sehingga beliau mampu membuat baju besi yang baru, yaitu baju besi yang terbentuk dari lingkaran-lingkaran besi yang jika dipakai oleh seseorang yang berperang maka ia akan leluasa untuk bergerak dan tubuhnya tetap terlindung dari pedang dan kapak. Baju besi itu lebih baik dari semua baju besi yang ada pada saat itu.

Allah s.w.t melunakkan baju besi baginya. Yakni, Nabi Daud adalah orang yang pertama kali menemukan bahawa besi dapat menjadi leleh dengan api dan ia dapat dibentuk menjadi ribuan rupa. Kami merasa puas dengan tafsir seperti ini. Nabi Daud bersyukur kepada Allah s.w.t. Kemudian banyak fabrik-fabrik berdiri untuk membuat baju besi yang baru. Ketika selesai pembuatan baju besi itu dan diberikan kepada pasukannya maka musuh-musuh Daud mengetahui bahawa pedang mereka tidak akan mampu menembus baju besi ini. Baju besi yang dipakai oleh para musuh itu sangat berat dan dapat ditembusi oleh pedang. Baju besi yang mereka pakai tidak membuat mereka bergerak dengan bebas dan tidak dapat melindungi mereka saat berperang, tidak demikian halnya dengan baju besi yang dibuat oleh Nabi Daud. Setiap peperangan yang diikuti oleh tentera Daud maka beliau selalu mendapatkan kemenangan; setiap kali beliau memasuki kancah peperangan maka beliau merasakan kemenangan. Beliau mengetahui bahawa kemenangan ini semata-mata datangnya kerana Allah s.w.t sehingga rasa syukurnya kepada-Nya semakin bertambah dan tasbih yang beliau lakukan pun semakin meningkat serta kecintaan kepada Allah s.w.t pun semakin bergelora.

Ketika Allah s.w.t mencintai seorang nabi atau seorang hamba dari hamba-hamba-Nya maka Dia menjadikan manusia juga mencintainya. Manusia mencintai Nabi Daud sebagaimana burung-burung, haiwan- haiwan, dan gunung-gunung pun mencintainya. Raja melihat hal yang demikian itu lalu timbullah rasa cemburu dalam dirinya. Ia mulai berusaha untuk menyakiti Nabi Daud dan membunuhnya. Ia menyiapkan pasukan untuk membunuh Daud. Daud mengetahui bahawa raja cemburu kepadanya. Oleh kerana itu, beliau tidak memerangi raja namun apa yang beliau lakukan? Beliau mengambil pedang raja saat ia tidur lalu beliau memotong sebahagian dari pakaiannya dengan pedang itu. Kemudian beliau membangunkan raja dan berkata kepadanya: “Wahai raja, engkau telah berencana untuk membunuhku, namun aku tidak membencimu dan tidak ingin membunuhmu. Seandainya aku ingin membunuhmu maka aku lakukan saat engkau tidur. Ini bajumu telah terpotong. Aku telah memotongnya saat engkau tidur. Aku bisa saja memotong lehermu sebagai ganti dari memotong baju itu, tetapi aku tidak melakukannya. Aku tidak suka untuk menyakiti seseorang pun. Ajaran yang aku bawa hanya berisi cinta dan kasih sayang, bukan kebencian. Raja menyedari bahawa dirinya salah dan ia meminta maaf kepada Daud.”

Kemudian berlalulah hari demi hari dan raja terbunuh dalam suatu peperangan yang tidak diikuti oleh Nabi Daud, kerana raja itu cemburu kepadanya dan menolak bantuannya. Setelah itu, Nabi Daud menjadi raja. Masyarakat saat itu mengetahui bahawa Daud melakukan apa saja demi kebaikan dan kebahagiaan mereka sehingga mereka rela untuk menjadikannya raja bagi mereka. Jadi, Daud menjadi Nabi yang diutus oleh Allah s.w.t sekaligus menjadi raja. Kekuasaan tersebut justru meningkatkan rasa syukur kepada Allah s.w.t dan meningkatkan ibadahnya kepada-Nya serta mendorong beliau untuk lebih meningkatkan kebaikan dan menyantuni orang-orang fakir serta menjaga kepentingan masyarakat umum.

Allah s.w.t memperkuat kerajaan Daud. Allah selalu menjadikannya menang ketika melawan musuh-musuhnya. Allah menjadikan kerajaannya sangat besar sehingga ditakuti oleh musuh-musuhnya meskipun tidak dalam peperangan. Allah menambah nikmat-Nya kepada Daud dalam bentuk memberinya hikmah. Selain memberi kenabian kepada Daud, Allah s.w.t memberi hikmah dan kemampuan untuk membezakan kebenaran dari kebatilan. Nabi Daud mempunyai seorang anak yang bernama Sulaiman. Sulaiman adalah anak yang cerdas dan kecerdasannya itu tampak sejak masa kecilnya. Usia Sulaiman mencapai sebelas tahun ketika terjadi kisah ini. Allah s.w.t berfirman:

“Dan (ingatlah kisah) Daud dan Sulaiman, di waktu keduanya memberikan keputusan mengenai tanaman, kerana tanaman itu dirosaki oleh kambing-kambing kepunyaan kaumnya. Dan adalah Kami menyaksikan keputusan yang diberikan oleh mereka itu, maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka telah Kami berikan hikmah dan ilmu. ” (QS. al-Anbiya’: 78-79)

Seperti biasanya, Daud duduk dan memberikan keputusan hukum kepada manusia dan menyelesaikan persoalan mereka. Seorang lelaki pemilik kebun datang kepadanya disertai dengan lelaki yang lain. Pemilik kebun itu berkata kepadanya: “Tuanku wahai Nabi, sesungguhnya kambing laki- laki ini masuk ke kebunku dan memakan semua anggur yang ada di dalamnya. Aku datang kepadamu agar engkau menjadi hakim bagi kami. Dan aku menuntut ganti rugi.”

Daud berkata kepada pemilik kambing: “Apakah benar bahawa kambingmu memakan kebun lelaki ini?” Pemilik kambing itu berkata: “Benar wahai tuanku.” Daud berkata: “Aku telah memutuskan untuk memberikan kambingmu sebagai ganti dari apa yang telah dirosaki oleh kambingmu.” Sulaiman berkata: “Allah telah memberinya hikmah di samping ilmu yang diwarisi dari ayahnya – aku memiliki hukum yang lain, wahai ayahku.” Daud berkata: “Katakanlah wahai Sulaiman.” Sulaiman berkata: “Aku memutuskan agar pemilik kambing mengambil kebun laki- laki ini yang buahnya telah dimakan oleh kambingnya. Lalu hendaklah ia memperbaikinya dan menanam di situ sehingga tumbuhlah pohon-pohon anggur yang baru. Dan aku memutuskan agar pemilik kebun itu mengambil kambingnya sehingga ia dapat mengambil manfaat dari bulunya dan susunya serta makan darinya. Jika pohon anggur telah besar dan kebun tidak rosak atau kembali seperti semula, maka pemilik kebun itu dapat mengambil kembali kebunnya dan begitu juga pemilik kambing pun dapat mengambil kambingnya.” Daud berkata: “Ini adalah keputusan yang hebat wahai Sulaiman. Segala puji bagi Allah s.w.t yang telah memberimu hikmah ini. Engkau adalah Sulaiman yang benar-benar bijaksana.” Nabi Daud – meskipun kedekatannya kepada Allah s.w.t dan kecintaannya kepada-Nya – selalu belajar kepada Allah s.w.t. Allah s.w.t telah mengajarinya agar ia tidak memutuskan suatu perkara kecuali setelah ia mendengar perkataan kedua belah pihak yang bertikai.

Pada suatu hari Nabi Daud duduk di mihrabnya yang di situ ia solat dan beribadah. Ketika ia memasuki kamarnya, ia memerintahkan para pengawalnya untuk tidak mengizinkan seseorang pun masuk menemuinya atau mengganggunya saat ia solat. Tiba-tiba, beliau dikejutkan ketika melihat dua orang lelaki berdiri di hadapannya. Daud takut kepada mereka berdua kerana mereka berani masuk, padahal ia telah memerintahkan agar tak seorang pun masuk menemuinya. Daud bertanya kepada mereka: “Siapakah kalian berdua?” Salah seorang lelaki itu berkata: “Janganlah takut wahai tuanku. Aku dan laki-laki ini berselisih pendapat. Kami datang kepadamu agar kamu memutuskan dengan cara yang benar.” Daud bertanya: “Apa masalahnya?” Laki-laki yang pertama berkata: “Saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan kambing betina, sedangkan aku hanya mempunyai satu. Ia telah mengambilnya dariku.” Ia berkata: “Berikanlah kepadaku, lalu ia mengambilnya dariku.” Daud berkata tanpa mendengar pendapat atau argumentasi pihak yang lain: ‘Sesungguhnya dia telah berbuat lalim kepadamu dengan meminta kambingmu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya dari kebanyakan orang-orang yang berserakan itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman.’

Daud terkejut ketika tiba-tiba dua orang itu menghilang dari hadapannya. Kedua orang itu bersembunyi laksana awan yang menguap di udara. Akhirnya, Daud mengetahui bahawa kedua lelaki itu adalah malaikat yang diutus oleh Allah s.w.t kepadanya untuk memberinya pelajaran: hendaklah ia tidak mengambil keputusan hukum di antara dua orang yang berselisih kecuali setelah mendengar perkataan mereka semua. Barangkali pemilik sembilan puluh sembilan kambing itu yang benar. Daud tunduk dan bersujud serta rukuk kepada Allah s.w.t dan meminta ampun kepada-Nya. Allah s.w.t berfirman:

“Dan sampaikah kepadamu berita orang-orang yang berperkara ketika mereka memanjat pagar? Ketika mereka masuk (menemui) Daud lalu ia terkejut dengan (kedatangan) mereka. Mereka berkata: ‘Janganlah kamu merasa takut, (kami) adalah dua orang yang berperkara yang salah seorang dari kami berbuat lalim kepada yang lain; maka berilah keputusan di antara kami dengan adil dan janganlah kamu menyimpang dari kebenaran dan tunjukilah kami ke jalan yang lurus. Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata: ‘Serahkanlah kambing itu kepadaku dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan.’ Daud berkata: ‘Sesungguhnya dia telah berbuat lalim kepadamu dengan meminta kambingmu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan sesungguhnya dari kebanyakan orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang soleh; dan amat sedikitlah mereka ini”. Dan Daud mengetahui bahawa kami mengujinya; maka ia meminta. ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat. Maka Kami ampuni baginya kesalahannya itu. Dan sesungguhnya dia mempunyai kedudukan dekat pada sisi Kami dan tempat kembali yang baik.” (QS. Shad: 21-25)

Banyak cerita dongeng atau bohong yang disampaikan orang-orang Yahudi tentang godaan yang dialami oleh Daud. Dikatakan bahawa ia tertarik dengan isteri dari salah seorang pemimpin pasukannya lalu ia mengutus pemimpin itu di suatu peperangan di mana ia mengetahui apa yang terjadi dengannya. Kemudian Daud menguasai isterinya.

Itu adalah kepalsuan yang mengada-ada. Manusia yang hatinya berhubungan dengan bintang tertinggi di langit dan tasbihnya berhubungan dengan tasbih makhluk-makhluk dan benda-benda mati, maka mustahil baginya untuk hanya melihat atau tertarik dengan keindahan atau kecantikan wajah wanita atau fiziknya. Seseorang yang melihat puncak keindahan di alam dan berhubungan dengannya secara langsung dan menundukkannya dengan tasbihnya maka mustahil baginya untuk tunduk kepada naluri seksual. Daud adalah seorang hamba Allah s.w.t dan tidak mungkin ia menjadi hamba dari nalurinya sebagaimana yang dikemukakan oleh cerita-cerita palsu Bani Israil.

Nabi Daud kembali menyembah Allah s.w.t dan bertasbih kepada-Nya serta melantunkan senandung cinta kepada-Nya sampai akhir hayatnya. Nabi Daud berpuasa sehari dan berbuka sehari. Sehubungan dengan itu, Rasulullah saw bersabda: “Sebaik-baik puasa adalah puasanya Daud. Beliau berpuasa satu hari dan berbuka satu hari. Beliau membaca Zabur dengan tujuh puluh suara; beliau melakukan solat di tengah malam dan menangis di dalamnya, dan kerana tangisannya segala sesuatu pun ikut menangis, dan suaranya dapat menyembuhkan orang yang gelisah dan orang yang menderita.” Nabi Daud meninggal secara tiba-tiba sebagaimana dikatakan oleh berbagai riwayat.

Matahari mengganggu manusia, lalu Sulaiman memanggil burung dan berkata: “Naungilah Daud. Maka burung itu menaunginya. Dan angin menjadi tenang.” Sulaiman berkata kepada burung: “Naungilah manusia dari sengatan matahari. Burung itu pun tunduk kepada perintah Sulaiman. Ini untuk pertama kalinya orang-orang menyaksikan kekuasaan Sulaiman.”

MENGENAI TAFSIR AL-AZHAR


Pengenalan

Sejak Islam mula bertapak di kepulauan nusantara Melayu, telah wujud keperluan yang mendesak untuk memahami Al-Quran oleh golongan yang dipanggil Melayu Muslim. Ini disebabkan bahasa pertuturan mereka adalah bukan bahasa Arab sedangkan Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab. Realiti bahawa Melayu Muslim merupakan golongan terbesar bilangannya berbanding masyarakat Islam lain seperti Arab Muslim, India Muslim, Afrika Muslim dan Eropah Muslim menujukkan keperluan kepada suatu usaha yang segera untuk memastikan hidayah Al-Quran sampai ke benak dan jiwa setiap individu Melayu Muslim. Usaha yang dipelopori oleh ulama-ulama nusantara, dulu dan kini untuk member tafsiran yang sahih tentang hidayah yang terdapat dalam setiap ayat Al-Quran, kebanyakannya lebih kepada usaha secara ‘verbal’, seperti melalui syarahan-syarahan agama atau kuliah-kuliah tafsir di masjid-masjid dan surau-surau. Kitab-kitab tafsir berbahasa Melayu yang lengkap merangkumi ke semua 30 juzuk amat sedikit bilangannya. Tafsir Al-Azhar karangan Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) merupakan kitab tafsir Al-Quran yang lengkap dalam bahasa Melayu yang boleh dianggap sebagai yang terbaik pernah dihasilkan untuk masyarakat Melayu Muslim. Justeru, adalah penting bagi masyarakat Melayu Muslim yang tidak berbahasa Arab agar mengenali kitab Tafsir Al-Azhar ini terutama dari aspek metodologi tafsirnya untuk mereka lebih menghargai usaha yang dilakukan HAMKA kerana bukan semua ulama boleh mengusahakan apa yang telah beliau usahakan.

 

Biografi HAMKA

Nama sebenar beliau ialah Abdul Malik, dipilih oleh ayah beliau, Haji Abdul Karim Bin Haji Amrullah bersempena nama anak gurunya iaitu Syeikh Ahmad Khatib. HAMKA adalah singkatan kepada gabungan nama beliau, ayahnya dan datuknya bersama. Beliau dilahirkan pada 16 Februari 1908 di Sungai Batang, Sumatera Barat. Keperibadian dan ketokohan beliau banyak dibentuk dan dipengaruhi 2 faktor utama:

1.    Haji Abdul Karim: HAMKA amat terkesan dengan harapan dan keperibadian ayahnya. Ayahnya amat berharap agar HAMKA menuruti jejak keturunan beliau menjadi ulama. HAMKA diajarnya pendidikan Al-Quran. Kemudian beliau dimasukkan ke sekolah desa ketika berusia 7 tahun. Pada usia 9 tahun, HAMKA berpindah di Sekolah Diniyah yang didirikan oleh sahabat ayahnya iaitu guru kedua HAMKA iaitu Zainudin Lebai Yunusi. Di usia ini juga, HAMKA turut dibesarkan dan dididik oleh Syeikh Ahmad Rasyid Sutan Mansur. Selepas itu ayahnya memasukkan HAMKA ke Sekolah Thawalib. Namun sistem pendidikan klasik di sekolah-sekolah ini menjadikan HAMKA cepat bosan. Selain itu, perceraian disebabkan adat, antara ayah dan ibunya turut menjadikan HAMKA bersikap kritis dengan adat Minangkabau. Ia juga menjadikan HAMKA memberontak dalam diam dengan ayahnya lalu menjauhkan diri pergi ke tanah jawa untuk tinggal dengan ayah saudaranya Jaafar Amrullah.

2.    Organisasi Muhammadiyah: Muhammadiyah yang mula diasaskan di Yogyakarta turut mempengaruhi keilmuan HAMKA dalam bidang agama. Kesempatan bertemu dengan tokohnya seperti Haji Omar Said Cokroaminoto, Haji Fakhruddin dan Ki Bagus Hadikusumo digunakan sebaik mungkin untuk berbincang. Berada di Yogyakarta turut memberi kesedaran agama baru Kepada beliau. Perbincangan dengan tokoh-tokoh dalam Muhammadiyah banyak menyedarkan beliau tentang kepentingan  membersihkan Islam dari amalan-amalan khurafat, bida’ah dan adat-adat yang melampau.

 

Ketokohan HAMKA sebagai Ulama

Walaupun beliau tidak melalui proses pembelajaran formal seperti sarjana moden yang lain, tetapi liku-liku pengalaman hidupnya telah membentuk HAMKA yang dikenali kini. Ketokohan beliau dalam ilmu agama khususnya dibuktikan dengan kemahiran beliau dalam berbahasa Arab dan penulisan beliau yang banyak. Dari aspek bahasa, HAMKA pergi ke Mekah menunaikan haji dan menetap di sana sehingga enam bulan di usia 18 tahun, tanpa pengetahuan ayahnya, Selama di sana, HAMKA berjaya memahirkan dirinya berbahasa Arab. Selain itu, dari aspek penulisan, HAMKA telah direkodkan menulis sebanyak 118 buah buku pelbagai genre seperti agama, falsafah, sejarah dan novel sepanjang hidupnya. Justeru, beliau diiktiraf sebagai ulama intelektual yang amat produktif menulis seperti ayahnya. Pengiktirafan akademik tertinggi diberikan oleh Universiti Al-Azhar dan Universiti Kebangsaan Malaysia dengan gelaran Doktor Kehormat di atas sumbangan ilmiah beliau terhadap Islam. Ketegasan HAMKA dalam isu-isu keagamaan dan sosio-politik turut menyebabkan beliau dipenjara selama dua tahun di zaman Presiden Sukarno atas tuduhan melakukan gerakan subversif kudeta. Selama dua tahun di penjara beliau berjaya menghasilkan karya agungnya, Tafsir Al-Azhar yang menurutnya mustahil selesai jika beliau berada di luar penjara. Beliau meninggal dunia pada tahun 1981 ketika usianya 73 tahun meninggalkan khazanah ilmu Melayu Islam yang universal, komprehensif dan kritis.

Tafsir Al-Azhar

Sejarah penulisan

Usaha menghasilkan Tafsir Al-Azhar telah pun dimulakan secara tidak formal oleh HAMKA sejak tahun 1958. Beliau telah mengadakan kuliah tafsir Al-Quran setiap pagi selepas subuh di Masjid Al-Azhar dari hujung tahun 1958 hingga Januari 1964. Siri kuliah subuh itu turut ditulis dan diterbitkan dalam majalah Panji Masyarakat. Tetapi, usaha secara formal oleh HAMKA untuk menyiapkan Tafsir Al-Azhar bermula apabila beliau dipenjarakan dari tahun1964 sehingga 1966. Nama Tafsir Al-Azhar adalah bersempena nama masjid di mana beliau mula menyampaikan kuliah tafsirnya itu iaitu Masjid Al-Azhar.

Tujuan penulisan

HAMKA sebagai seorang tokoh ulama yang merasai denyut nadi masyarakat sepanjang pembabitannya dalam kerja dakwah mendapati wujud keadaan mendesak bagi beliau untuk menulis tafsir Al-Quran dalam bahasa Indonesia yang lengkap. Pemangkin pertama yang membawa kepada penulisan tafsir ini ialah kebangkitan golongan muda yang ingin mendekati Al-Quran namun terbatas pengetahuannya kerana kekangan kemampuan berbahasa Arab. Pemangkin kedua ialah wujudnya golongan pendakwah yang boleh berbahasa Arab namun amat cetek pengetahuan umum dalam ilmu-ilmu berkaitan sejarah, sains dan lain-lain. Mereka hanya membawa fahaman tradisi yang keras sehingga kurang daya penarik di kalangan masyarakat yang semakin kritis dalam memahami sesuatu isu.

Manhaj tafsir

1. Manhaj Umum:

HAMKA memulai tafsirnya dengan muqadimah yang agak panjang iaitu setebal 50 muka surat dengan 10 tajuk utama. Dalam Pengantar Tafsir Al-Azhar, beliau memberi penghormatan kepada 4 individu penting dalam penulisan tafsir ini iaitu Haji Abdul Karim, Ahmad Rashid Sutan Mansur, Siti Raham dan Safiah. Kemudian, dalam bab Pendahuluan, HAMKA menyebut keperluan menafsirkan Al-Quran

dalam bahasa Melayu dengan syarat memenuhi syarat-syarat asas tafsir seperti yang telah ditetapkan oleh para ulama. Dalam tajuk ini juga beliau telah

menyebut 2 tujuan utama penulisan tafsir Al-Azhar ini. Dalam bab yang seterusnya, beliau secara panjang lebar membincangkan segala isu berkaitan Al-Quran dan tafsir, iaitu dalam bab Al-Quran, bab ‘Ijaz Al-Quran, bab Isi Mukjizat Al-Quran, bab Al-Quran Lafaz dan Makna dan bab Menafsirkan Al-Quran. Namun, bab yang paling penting ialah Haluan tafsir. Dalam bab ini, HAMKA menjelaskan manhaj beliau ketika menulis tafsir ini. Terdapat 7 manhaj utama iaitu memelihara hubungan antara aqal dan naqal, mengurangi persoalan pertikaian mazhab yang tidak membawa faedah, pengaruh Sayid Rashid ridha, Syeikh Muhammad Abduh dan tafsir-tafsir moden dalam Tafsir Al-Azhar, pengaruh latar belakang pembaca tafsir yang pelbagai latarbelakang dan status mereka, merujuk kepada para ilmuwan dalam ilmu-ilmu fardu kifayah, menyebut riwayat tafsir yang lemah sekadar untuk pengetahuan menilainya dan sejumlah pendapat ulama Indonesia turut menjadi bahan untuk dimuatkan dalam tafsir yang besar ini. Sejarah penulisan Tafsir Al-Azhar ditulis dalam dua tajuk yang akhir iaitu Mengapa Dinamai Tafsir Al-Azhar dan Hikmat Ilahi. Keunikan tafsir Al-Azhar berbanding kitab-kitab tafsir yang lain ialah penyusunan kelompok-kelompok ayat Al-Quran mengikut tema ayat-ayat Al-Quran berdasarkan Surah tertentu. HAMKA berjaya menunjukkan tema ayat-ayat Al-Quran yang ditafsirkan. Hasilnya, pembaca dapat memahami maksud tafsiran ayat-ayat tersebut dengan jelas serta kesinambungan yang wujud antara ayat tersebut. Ini merupakan suatu bentuk tafsir maudui (tafsir tematik) yang membahagikan Surah kepada tema-tema ayat yang lebih khusus. Selain itu, kebanyakan Surah dimulakan dengan memberi tafsiran pendahuluan yang membincangkan tema umum Surah tersebut serta isu-isu yang akan dibincangkan dalam tafsir Surah tersebut.

2. Manhaj Khusus:

Sebagai sebuah tafsir yang besar dan lengkap, pendekatan HAMKA dalam memberi tafsiran ayat-ayat Al-Quran ialah dengan memasukan sebanyak mungkin maklumat yang diperlukan untuk pembaca mendapat maklumat dan dapat berfikir secara kritis serta mampu menilai segala maklumat yang dibentangkan secara rasional. Beliau tidak mahu pembaca hanya menerima secara membuta tuli segala yang ditafsirkan beliau. Berdasarkan pendekatan tersebut, beberapa manhaj khusus dalam tafsiran beliau telah digunakan:

  1. Tafsiran Al-Quran Dengan Al-Quran: HAMKA meletakkan keutamaan untuk mentafsir ayat Al-Quran dengan ayat Al-Quran yang lain. Kerana baginya, tiada yang lebih tepat penafsirannya melainkan menggunakan ayat Al-Quran sendiri disebabkan nilai ayat tersebut yang qat’ei. Bahkan, segala pendapat yang diberikan beliau mengenai sesuatu ayat akan disokong dengan membawa ayat lain yang akan mengukuhkan dan menjelaskan lagi ayat dan pendapat yang dibincangkan.
  2. Penggunaan Hadith: Selain menggunakan ayat Al-Quran sebagai rujukan utama, HAMKA turut memberi penekanan penggunaan hadith-hadith yang diambil dari kitab-kitab hadith yang muktabar dalam tafsirnya. Sebagai contoh, ketika menafsirkan ayat berkaitan kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW dalam Surah al-Qalam ayat 4, beliau membawa sejumlah hadith yang berkaitan kemuliaan akhlaq baginda. Hadith-hadith ini ada yang disalin matan dan sumber kitabnya serta ada yang disebut sekadar makna hadith tanpa matan dan sanadnya. Kebanyakan hadith hanya disebut matannya tanpa rantaian sanadnya yang panjang kerana HAMKA lebih mementingkan kefahaman hadith tersebut berbanding pengetahuan rantaian sanad hadith tersebut. Beliau turut menyebut samada hadith itu sahih atau tidak dalam sesetengah hadith yang disalin beliau. Beliau hanya menyebut ulama yang meriwayatkan hadith tersebut. Sumber rujukan hadith dalam Tafsir al-Azhar kebanyakan dari Kutub Al-Sittah dan Musnad Ahmad disamping Mustadrak Al-Hakim dan sunan-sunan yang lain. HAMKA amat prihatin dengan status hadith samada sahih atau dhaif. Hadithhadith yang dhaif turut disalin sebagai ilmu untuk pengetahuan dan penilaian pembaca. HAMKA juga menuruti manhaj Syeikh Muhammad Abduh dalam isu hadith ahad yang sahih tetapi dinilai beliau sebagai bertentangan dengan dalil yang jelas dari Al-Quran.
  3. Pengaruh Syeikh Muhammad Abduh: Pemikiran pembaharuan yang dibawa Syeikh Muhammad Abduh turut mempengaruhi pendapat HAMKA dalam mentafsir ayat-ayat Al-Quran. Secara umumnya, banyak pendapat Syeikh Muhammad Abduh dan muridnya iaitu Sayid Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manar yang disalin HAMKA samada sebagai salah satu riwayat tafsir dari sejumlah riwayat atau sebagai penguat kepada pendapat beliau sendiri. Khususnya proses salinan ini banyak terdapat dalam juzuk terakhir Al-Quran dan dalam isu-isu yang berbentuk merasionalkan suatu kisah sejarah. Walaubagaimanapun, terdapat  juga keadaan di mana HAMKA tidak sependapat tafsiran dengan Syeikh Muhammad Abduh. Namun perbezaan pendapat ini tidak dinyatakan secara jelas dengan perkataan. Tetapi, HAMKA menggunakan ayat yang halus untuk menyatankan pendapatnya sendiri.
  4. Penggunaan Kitab Tafsir Klasik Dan Moden: HAMKA berkesempatan untuk mengkaji semua riwayat kitab tafsir klasik dan moden untuk membuat penilaian sendiri sehingga mampu memilih pendapat yang dipersetujuinya atau beliau memberi pendapat beliau sendiri sesuai dengan situasi semasa masyarakatnya. Dalam tafsiran sesuatu ayat Al-Quran, HAMKA akan membentangkan banyak riwayat tafsir klasik khususnya untuk dinilai. Beliau tidak sekadar menyalin tanpa penilaian. Kerana baginya perbuatan tersebut adalah ‘textbook thinking’ yang menjumudkan pemikiran masyarakat. Beliau juga menggunakan kitab tafsir yang tidak semazhab dengan beliau seperti tafsir golongan muktazilah dan syiah.
  5. Riwayat Israiliyyat: HAMKA turut menyebut dalam tafsirnya banyak kisahkisah Israiliyat bersama sumber riwayatnya dan mendidik masyarakat menilainya dari perspektif Al-Quran dan Sunnah serta logik aqal yang sihat. Sekiranya riwayat tersebut tidak bercanggah dengan Al-Quran dan tidak memberi apa-apa kesan terhadap aqidah seseorang maka beliau akan  menyalinnya dan diingatkan pula kepada pembaca agar jangan mempercayainya. Contohnya dalam isu namanama individu yang didiamkan oleh Al-Quran. Namun, jika riwayat itu terlalu teruk sehingga menjatuhkan aqidah seseorang maka beliau akan turut menyalinnya dan diulas dengan tegas agar berhati-hati dengan kisah sebegini.
  6. Ayat Al-Kawniyyah: Keunikan yang terdapat dalam tafsir Al-Azhar ialah perhatian yang mendalam terhadap ayat-ayat Al-Kawniyyah. Perbincangan berkenaan ayat-ayat ini amat terperinci dengan disokong fakta-fakta sains dari buku-buku sains. Terdapat juga kajian-kajian saintis kontemporari yang disalin dalam tafsirnya sebagai bukti kehebatan Allah SWT. Kesemua perbincangan sains ini bukan bertujuan untuk membuktikan Al-Quran itu bertepatan dengan sains kajian manusia yang terhad ilmunya, tetapi fokus utama beliau adalah untuk menguatkan tawhid manusia kepda Allah SWT. Sebab itu, setiap kali fakta sains ini dibincangkan maka di akhirnya akan dikaitkan dengan Kehebatan, Kebesaran dan Kebijaksanaan Allah SWT dalam mencipta dan mengatur alam ini. Selain itu, tujuan HAMKA menekankan perbincangan fakta sains dalam ayat Al-Kawniyyah adalah untuk memotivasi pemuda dan pendakwah agar sentiasa berfikir secara objektif dan kritikal seperti pemikiran saintis dalam kajian mereka.
  7. Persoalan Fiqh: Seperti yang beliau sebutkan dalam Haluan Tafsir sebelum ini, beliau mengelak dari perbincangan fiqh yang akan mewujudkan puak-puak dalam isu perbezaan mazhab. Untuk itu, beliau menjelaskan bahawa beliau bermazhab salaf yang berpegang kepada Sunnah Rasulullah SAW, sahabat-sahabat baginda dan ulama-ulama yang mengikuti jejak baginda. Beliau tidak bertaqlid kepada mana-mana mazhab, tetapi lebih banyak meninjau pendapat ijtihad para ulama yang lebih dekat dengan kebenaran. Oleh itu, kita akan dapati, setiap kali HAMKA membincangkan ayat-ayat hukum, beliau akan terlebih dahulu membentangkan pendapat para ulama berbeza mazhab. Disertakan juga hujjah dan dalil ijtihad para ulama tersebut. Kemudian beliau memberikan penilaian dan hujjah beliau sendiri terhadap semua pendapat ulama tersebut. Akhirnya, beliau akan memilih pendapat mana yang lebih kuat dalilnya dan dekat dengan maqasid Al-Quran dan al-Sunnah.
  8. Rujukan Tafsir: HAMKA juga merujuk kepada kitab-kita suci agama lain dalam melengkapkan tafsiran beliau ke atas ayat Al-Quran. Namun, rujukan tersebut hanya sekadar memberi maklumat tambahan kepada pembaca untuk dinilai dan dibuat perbandingan. Ayat-ayat berkaitan agama Kristian dan Yahudi khususnya akan turut disertakan dalil-dalil dari Taurat dan Injil. Rujukan ini dilakukan sebagai medium dakwah khususnya dalam keadaan masyarakat yang berbilang agama di Indonesia yang kadang-kadang menyebabkan berlaku salah faham antara penganut agama Islam dan Kristian.

Penutup

Membaca kitab tafsir sebesar ini menimbulkan rasa kagum terhadap ketokohan HAMKA dalam segenap ilmu pengetahuan. Dari pembacaan ini juga membuktikan bahawa HAMKA merupakan seorang ulama, sejarawan, sasterawan, ahli falsafah, ahli politik, aktivis sosial, yang faham tanggungjawab dakwah beliau yang diamanahkan Allah ke atas beliau. Sudah menjadi suatu kemestian pada zaman ini bagi orang Melayu yang ingin memahami Al-Quran untuk memiliki tafsir ini, memahaminya, dan menghargai usaha HAMKA ini. Perubahan yang dibawa beliau sepatutnya perlu diterima dengan hati dan minda yang ikhlas dan bersih kerana perbezaan setiap pendapat tafsir oleh ulama hakikatnya bukan bercanggah, tetapi perbezaan yang mempelbagaikan kefahaman dan ilmu tentang Al-Quran.

Oleh: Mohd Syauqi Bin Md Zahir Al-Kulimi

Pusat Asasi UIAM

PEMBAHAGIAN JENIS AIR


Air dari segi hukum terbahagi kepada tiga jenis, Iaitu:

1. Air yang suci dan boleh menyucikan benda lain. Ia terbahagi kepada dua:

a) Air Mutlaq:

  • Air yang suci lagi menyucikan ialah air mutlaq yang kekal dengan sifat asal kejadiannya yang telah dijadikan oleh Allah s.w.t.
  • Air tersebut masih dikatakan air mutlaq walaupun ia sudah berubah disebabkan lama terbiar , disebabkan tanah, lumut dan tempat bertakung atau tempat mengalirnya mengandungi belerang . Hal ini kerana air itu sukar untuk dielakkan daripada perkara tersebut .
  • Dalil yang menunjukkan kesucian air mutlaq, sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud :

“Daripada Abu Hurairah r.a.h. katanya , seorang Badwi berdiri lalu terkencing di dalam masjid, kemudian para sahabat pergi mencegahnya . Lalu Rasulullah s.a.w. bersabda, biarkan dia dan curahkanlah di atas air kencingnya setimba air. Sesungguhnya kamu disuruh untuk mempermudahkan bukan menyusahkan” .

  • Perintah Rasulullah s.a.w. supaya menjiruskan air ke tempat air kencing tersebut adalah dalil yang menunjukkan bahawa air tersebut mempunyai sifat menyucikan.

b) Air Musyammas:

  • iaitu air yang suci lagi menyucikan tetapi makruh menggunakannya.
  • Air yang suci lagi menyucikan yang lain tetapi makruh digunakan pada tubuh badan tidak pada pakaian.
  • Air Musyammas bermaksud air yang panas yang terdedah kepada cahaya matahari iaitu pada negeri-negeri yang beriklim panas yang mana ia boleh mendatangkan karat seperti besi, tin dan lain-lain yang mana ia memberi mudharat apabila terkena kulit atau tubuih badan menyebabkan ianya sopak, kusta dan sebagainya. Sebagaimana Sabda Rasullah s.a.w. yang bermaksud :- “Dari Aisyah sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari maka telah bersabda Rasullah s.a.w kepadanya janganlah engkau berbuat demikian wahai Aisyah sesungguhnya air yang dijemur itu dapat menimbulkan penyakit sopak.” (Riwayat Baihaqi)

2. Air yang suci tetapi tidak boleh menyucikan benda lain. Ia terbahagi kepada dua:

a) Air Musta’amal:

Iaitu air yang suci pada dirinya tetapi tidak menyucikan yang lain yang mana maksudnya dengan perkataan air itu boleh diminum tetapi tidak sah dipakai untuk menyucikan sesuatu.

  • Yang dikatakan air Musta’amal pada mengangkatkan hadas ialah basuh kali yang pertama pada mandi atau wudhu’ yang wajib dan sudah bercerai daripada anggota.
  • Yang dikatakan air Musta’amal pada menghilangkan najis iaitu jika air itu tidak berubah dan tidak bertambah.
  • Air daripada pokok-pokok dan air buah-buahan seperti daripada pucuk kelapa yang dibuat nira atau akar-akar kayu.

Air yang berubah ada dua cara :-

  • Berubah dengan Taqdiri – Air yang berubah dengan Taqdiri iaitu air yang berubah hanya pada Taqdir sahaja yang tidak dapat dilihat akan perubahannya.
  • Berubah dengan Hissi – Air yang berubah pada Hissi iaitu berubah air itu dengan sesuatu yang dapat dilihat akan perubahannya.

–       Cara mentaqdirkan hukum air yang bercampur dengan sesuatu yang sama rupanya dengan seperti air mawar yang telah hilang bau, rasa dan warnanya.

–        pada bau hendaklah ditaqdirkan dengan bau kemenyan Arab.

–        pada rasa hendaklah ditaqdirkan dengan rasa delima.

–       pada warna hendaklah ditaqdirkan dengan warna anggur.

Jika berubah dengan taqdir ini maka hukumnya air musta’amal dan jika tidak berubah dengan taqdir ini maka hukumnya air mutlak.

Air yang bercampur itu ada dua cara :-

  • Majawir
    Bercampur dengan cara Mujawir iaitu air yang berubah dengan sebab termasuk di dalamnya dengan sesuatu yang dapat dipisahkan daripada air, contohnya sebuah baldi yang penuh dengan air termasuk di dalamnya sebatang kayu cendana dan kayu itu boleh dipisahkan daripada air tersebut, maka hukum air itu ialah air mutlak.
  • Mukhalit
    Bercampur dengan cara Mukhalit iaitu benda yang masuk ke dalam air itu tidak dapat dipisahkan daripada air, contohnya sebuah baldi yang penuh dengan air maka termasuk ke dalamnya nila maka dihukumnya air Musta’amal.

b) Air Muqayyad:

  • Air yang bercampur dengan sesuatu yang suci yang mengubah salah satu sifatnya (warna, rasa dan bau) menyebabkan ia tidak dipanggil air mutlaq lagi seperti air yang dicampur dengan madu, sirap dan lain-lain.

3. Air yang najis atau mutanajjis, iaitu air yang terkena benda najis. Ia terbahagi kepada dua:

a) Air yang sukatannya kurang dari dua kolah dan terkena benda najis kecuali yang dimaafkan, sama ada berubah sifat (warna, rasa dan bau) atau tidak.

b) Air yang sukatannya lebih dari dua kolah dan berubah sifat (warna, rasa dan bau) sama ada perubahan itu sedikit atau banyak.

  • Ukuran air dua kolah itu ialah sebagai berikut :-

1.     Kalau dikira dengan tin minyak tanah, maka air dua kolah itu adalah sebanyak 9 2/3 tin

2.     Kalau dikira dengan timbangan, maka berat air dua kolah itu adalah seberat 162.72 kg.

Kalau dikira dengan ukuran tempat empat persegi, maka air dua kolah itu memerlukan tempat yang berukuran 60 x 60 cm.