• SELAMAT DATANG

    Asalammu'alaikum wbt. Blog ini membicarakan pelbagai topik agama yang merangkumi Artikel Umum, Akhir Zaman, Al-Quran, Hidayah Allah, Kebangkitan Islam, Satanisme, As-Siyasah, Doa & Bacaan, Fiqh Ibadah, Darah Wanita, Haji & Umrah, Korban & Akikah, Puasa, Solat, Toharoh, Zakat, Fiqh Muamalat, Hadis Pilihan, Ilmuwan Islam, Isu Semasa, Budaya Kufur, Islam Liberal, Pluralisme, Sekularisme, Syiah, Wahabiyyah, Kebesaran Allah, Kisah Teladan, Qishosul Anbiya', Sejarah Islam, Sirah Nabawi, Tafsir Al-Qur'an, Tasawwuf & Akhlak, Tauhid / 'Aqidah, Tazkirah, Akhirat, Bulan Islam, Kematian, Kisah Al-Quran, Tokoh Muslim, Ulama' Nusantara, Video Agama dan sebagainya. Semoga pembaca mendapat faedah ilmu dari pembacaan artikel dalam blog ini.. dalam mencari rahmat, keampunan dan keredhaan Illahi. InsyaAllah Ta'ala.

  • Pusat Latihan WoodValley Village, Sg. Congkak, Hulu Langat, kini dibuka untuk Penginapan Percutian, Program Hari Keluarga, Team Building dan Penempatan Kursus. Untuk tempahan dan info lanjut, sila hubungi:

    1) Arshad: 016-700 2170 2) Fahmi: 017-984 9469 3) Azleena: 012-627 2457

    [[ Download Brochure ]]

    [[Lawat Laman Web]

    -------------------------------------------
  • Klik untuk subscribe ke blog ini dan anda akan menerima email pemberitahuan tentang artikel terbaru. Taipkan email anda di kotak bawah:

    Join 68 other subscribers
  • KLIK PAUTAN

URUTAN LENGKAP KHALIFAH DALAM LINTASAN SEJARAH ISLAM


DITULIS OLEH: muslimdefenseforce

Dalam sejarah kaum muslimin hingga hari ini, pemerintah Islam di bawah institusi Khilafah Islamiah pernah dipimpin oleh 104 khalifah.

Adapun nama-nama para khalifah pada masa khulafaur Rasyidin sebagai berikut:

1.Abu Bakar ash-Shiddiq ra (tahun 11-13 H/632-634 M)

2.’Umar bin khaththab ra (tahun 13-23 H/634-644 M)

3.’Utsman bin ‘Affan ra (tahun 23-35 H/644-656 M)

4.Ali bin Abi Thalib ra (tahun 35-40 H/656-661 M)

5.Al-Hasan bin Ali ra (tahun 40 H/661 M)

Setelah mereka, khalifah berpindah ke tangan Bani Umayyah yang berlangsung lebih dari 89 tahun. Khalifah pertama adalah Mu’awiyyah. Sedangkan khalifah terakhir adalah Marwan bin Muhammad bin Marwan bin Hakam.

Masa kekuasaan mereka sebagai berikut:

1.Mu’awiyah bin Abi Sufyan (tahun 40-64 H/661-680 M)

2.Yazid bin Mu’awiyah (tahun 61-64 H/680-683 M)

3.Mu’awiyah bin Yazid (tahun 64-68 H/683-684 M)

4.Marwan bin Hakam (tahun 65-66 H/684-685 M)

5.’Abdul Malik bin Marwan (tahun 66-68 H/685-705 M)

6.Walid bin ‘Abdul Malik (tahun 86-97 H/705-715 M)

7.Sulaiman bin ‘Abdul Malik (tahun 97-99 H/715-717 M)

8.’Umar bin ‘Abdul ‘Aziz (tahun 99-102 H/717-720 M)

9.Yazid bin ‘Abdul Malik (tahun 102-106 H/720-724 M)

10.Hisyam bin Abdul Malik (tahun 106-126 H/724-743 M)

11.Walid bin Yazid (tahun 126 H/744 M)

12.Yazid bin Walid (tahun 127 H/744 M)

13.Ibrahim bin Walid (tahun 127 H/744 M)

14.Marwan bin Muhammad (tahun 127-133 H/744-750 M)

Masa kepemimpinan Bani Umayyah berakhir pada tahun 132 H. Ini terjadi setelah Marwan bin Muhammad mengalami kekalahan dalam Perang Zab, melawan pasukan yang dipimpin Abu Abbas as-Saffah dari Bani Abbasiyah. Sejak saat itu kekhilafahan beralih ke Bani Abbasiyah. Masa kepemimpinan Bani Abbasiyah berlangsung selama kurang lebih 783 tahun. Khalifah pertamanya adalah Abu Abbas as-Saffah dan yang terakhir adalah al-Mutawakkil ‘Alallah. Masa kepemimpinan Bani Abbasiyah dapat dibagi menjadi dua periode, yaitu periode Kekhilafahan Abbasiyah yang berpusat di Irak dan yang berpusat di Mesir.

Para Khalifah masa Abbasiyah yang berpusat di Irak

I. Dari Bani ‘Abbas :

1.Abul ‘Abbas al-Safaah (tahun 133-137 H/750-754 M)

2.Abu Ja’far al-Mansyur (tahun 137-159 H/754-775 M)

3.Al-Mahdi (tahun 159-169 H/775-785 M)

4.Al-Hadi (tahun 169-170 H/785-786 M)

5.Harun al-Rasyid (tahun 170-194 H/786-809 M)

6.Al-Amiin (tahun 194-198 H/809-813 M)

7.Al-Ma’mun (tahun 198-217 H/813-833 M)

8.Al-Mu’tashim Billah (tahun 218-228 H/833-842 M)

9.Al-Watsiq Billah (tahun 228-232 H/842-847 M)

10.Al-Mutawakil ‘Ala al-Allah (tahun 232-247 H/847-861 M)

11.Al-Muntashir Billah (tahun 247-248 H/861-862 M)

12.Al-Musta’in Billah (tahun 248-252 H/862-866 M)

13.Al-Mu’taz Billah (tahun 252-256 H/866-869 M)

14.Al-Muhtadi Billah (tahun 256-257 H/869-870 M)

15.Al-Mu’tamad ‘Ala al-Allah (tahun 257-279 H/870-892 M)

16.Al-Mu’tadla Billah (tahun 279-290 H/892-902 M)

17.Al-Muktafi Billah (tahun 290-296 H/902-908 M)

18.Al-Muqtadir Billah (tahun 296-320 H/908-932 M)

II. Dari Bani Buwaih:

19.Al-Qahir Billah (tahun 320-323 H/932-934 M)

20.Al-Radli Billah (tahun 323-329 H/934-940 M)

21.Al-Muttaqi Lillah (tahun 329-333 H/940-944 M)

22.Al-Musaktafi al-Allah (tahun 333-335 H/944-946 M)

23.Al-Muthi’ Lillah (tahun 335-364 H/946-974 M)

24.Al-Thai’i Lillah (tahun 364-381 H/974-991 M)

25.Al-Qadir Billah (tahun 381-423 H/991-1031 M)

26.Al-Qa’im Bi Amrillah (tahun 423-468 H/1031-1075 M)

III. dari Bani Saljuk :

27. Al Mu’tadi Biamrillah (tahun 468-487 H/1075-1094 M)

28. Al Mustadhhir Billah (tahun 487-512 H/1094-1118 M)

29. Al Mustarsyid Billah (tahun 512-530 H/1118-1135 M)

30. Al-Rasyid Billah (tahun 530-531 H/1135-1136 M)

31. Al Muqtafi Liamrillah (tahun 531-555 H/1136-1160)

32. Al Mustanjid Billah (tahun 555-566 H/1160-1170 M)

33. Al Mustadhi’u Biamrillah (tahun 566-576 H/1170-1180 M)

34. An Naashir Liddiinillah (tahun 576-622 H/1180-1225 M)

35. Adh Dhahir Biamrillah (tahun 622-623 H/1225-1226 M)

36. al Mustanshir Billah (tahun 623-640 H/1226-1242 M)

37. Al Mu’tashim Billah ( tahun 640-656 H/1242-1258 M)

Pada masa kepemimpinan al-Mu‘tashim Billah terjadi peristiwa tragis yang menimpa kaum Muslim.

Peristiwa itu adalah serangan tentara Tartar, pada tahun 656 H, ke jantung Ibu Kota Negara Khilafah, di Baghdad.

Tentara Tartar yang dipimpin Hulagu ini menyerang kaum Muslim secara biadab. Perang yang berlangsung selama 40 hari itu, selain berhasil membunuh Khalifah, juga membunuh anak-anak dan pamannya. Sebagian dari mereka ada yang ditawan.

Dikisahkan, tidak seorang pun yang selamat dari pembantaian sadis tentara Tartar, kecuali mereka yang bersembunyi di sumur atau di kolong jembatan. Diperkirakan lebih dari satu juta penduduk menjadi korban kebiadaban pasuka Tartar.

Akibat serangan ini, kaum Muslim tidak memiliki khalifah selama kurang lebih tiga setengah tahun.

Pada tahun 658 H, tentara Tartar meyeberangi sungai Furat dan mereka sampai di Halb. Di tempat itu mereka menghunus pedang dan melanjutkan perjalanan ke Damaskus. Bersamaan dengan itu, kaum Muslim yang ada di Mesir tengah mengkosolidasikan kekuatan untuk menyongsong tentara Tartar dengan semangat jihad yang membara.

Saat itu, kaum Muslim dipimpin oleh Saifuddin Quthuz al-Mu‘izzi, yang menjadi sultan di Mesir, dengan gelar al-Malik al-Muzhaffar.

Al-Muzhaffar dan panglimanya, Ruknuddin Baybars al-Bandaqadari, memimpin pasukan Islam untuk menyambut serangan orang Tartar. Mereka bertemu di ‘Ayn Jalut. Kedua pasukan ini terlibat dalam pertempuran sengit pada hari Jumat, 15 Ramadhan.

Tentara Tartar akhirnya kalah telak dalam pertempuran yang sangat monumental di dalam catatan sejarah kaum Muslim.

Memasuki tahun 659 H, Dunia Islam belum juga memiliki seorang khalifah.

Akhirnya, didirikanlah kekhilafahan di Mesir. Al-Muntanshir-lah yang diangkat sebagai khalifah pertama Bani Abbasiyah di Mesir.

Dia adalah seorang keturunan Bani Abbasiyah, yang berhasil lolos dari pembantaian tentara Tartar, dan berhasil menyelamatkan diri ke Mesir. Sejak saat itu, pusat kekuasaan Islam berpindah ke Kairo.

Pembaiatan al-Muntanshir sebagai khalifah berlangsung pada tanggal 1 Rajab 659 H.

Para Khalifah masa Abbasiyah yang berpusat di Mesir :

1. Al Mustanshir billah II (taun 660-661 H/1261-1262 M)

2. Al Haakim Biamrillah I ( tahun 661-701 H/1262-1302 M)

3. Al Mustakfi Billah I (tahun 701-732 H/1302-1334 M)

4. Al Watsiq Billah I (tahun 732-742 H/1334-1354 M)

5. Al Haakim Biamrillah II (tahun 742-753 H/1343-1354 M)

6. al Mu’tadlid Billah I (tahun 753-763 H/1354-1364 M)

7. Al Mutawakkil ‘Alallah I (tahun 763-785 H/1363-1386 M)

8. Al Watsir Billah II (tahun 785-788 H/1386-1389 M)

9. Al Mu’tashim (tahun 788-791 H/1389-1392 M)

10. Al Mutawakkil ‘Alallah II (tahun 791-808 H/1392-14-9 M)

11. Al Musta’in Billah (tahun 808-815 H/ 1409-1426 M)

12. Al Mu’tadlid Billah II (tahun 815-845 H/1416-1446 M)

13. Al Mustakfi Billah II (tahun 845-854 H/1446-1455 M)

14. Al Qa’im Biamrillah (tahun 754-859 H/1455-1460 M)

15. Al Mustanjid Billah (tahun 859-884 H/1460-1485 M)

16. Al Mutawakkil ‘Alallah (tahun 884-893 H/1485-1494 M)

17. al Mutamasik Billah (tahun 893-914 H/1494-1515 M)

18. Al Mutawakkil ‘Alallah OV (tahun 914-918 H/1515-1517 M)

Masa kepemimpinan Bani Abbasiyah yang perpusat di Mesir berakhir tahun 918 H. Ini terjadi ketika kondisi politik saat itu sudah sangat tidak stabil. Di samping karena adanya konflik internal, yang menyebabkan persatuan khilafah lemah, juga karena adanya ancaman serangan orang-orang Portugis yang sudah sampai di Luat Merah. Pada saat itu, kekuatan Utsmani yang ada di Turki muncul di bawah pimpinan Sultan Salim. Akhirnya, khalifah Abbasiyah terakhir, al-Mutawakkil ‘Alallah (III) turun tahta dan menyerahkan kekuasaan kepada Sultan Salim.

Kepemimpinan Khilafah Utsmaniyah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama, sekitar 424 tahun, dari tahun 918-1342 H (1512-1924 M). Khalifah pertamanya adalah Salim al-Ula dan yang terkahir adalah ‘Abdul Majid ats-Tsani. Banyak prestasi yang berhasil diraih Kekhilafahan Utsmaniah, di antaranya adalah penaklukan Konstantinopel. Mereka telah mendatangi Eropa sampai di Austria, lalu mengepungnya lebih dari dua kali. Negeri-negeri Eropa yang berhasil dikuasai antara lain Hungaria, Beograd, Albania, Yunani, Rumania, Serbia, dan Bulgaria. Mereka juga telah menguasai seluruh kepulauan di Laut Tengah dan menariknya ke dalam pangkuan Islam.

Para Khalifah masa Utsmaniyah :

1. Salim I (tahun 918-926 H/1517-1520 M)

2. Sulaiman al-Qanuni (tahun 916-974 H/1520-1566 M)

3. salim II (tahun 974-982 H/1566-1574 M)

4. Murad III (tahun 982-1003 H/1574-1595 M)

5. Muhammad III (tahun 1003-1012 H/1595-1603 M)

6. Ahmad I (tahun 1012-1026 H/1603-1617 M)

7. Musthafa I (tahun 1026-1027 H/1617-1618 M)

8. ‘Utsman II (tahun 1027-1031 H/1618-1622 M)

9. Musthafa I (tahun 1031-1032 H/1622-1623 M)

10. Murad IV (tahun 1032-1049 H/1623-1640 M)

11. Ibrahim I (tahun 1049-1058 H/1640-1648 M)

12. Mohammad IV (1058-1099 H/1648-1687 M)

13. Sulaiman II (tahun 1099-1102 H/1687-1691M)

14. Ahmad II (tahun 1102-1106 H/1691-1695 M)

15. Musthafa II (tahun 1106-1115 H/1695-1703 M)

16. Ahmad II (tahun 1115-1143 H/1703-1730 M)

17. Mahmud I (tahun 1143-1168/1730-1754 M)

18. “Utsman IlI (tahun 1168-1171 H/1754-1757 M)

19. Musthafa II (tahun 1171-1187H/1757-1774 M)

20. ‘Abdul Hamid (tahun 1187-1203 H/1774-1789 M)

21. Salim III (tahun 1203-1222 H/1789-1807 M)

22. Musthafa IV (tahun 1222-1223 H/1807-1808 M)

23. Mahmud II (tahun 1223-1255 H/1808-1839 M)

24. ‘Abdul Majid I (tahun 1255-1277 H/1839-1861 M)

25. “Abdul ‘Aziz I (tahun 1277-1293 H/1861-1876 M)

26. Murad V (tahun 1293-1293 H/1876-1876 M)

27. ‘Abdul Hamid II (tahun 1293-1328 H/1876-1909 M)

28. Muhammad Risyad V (tahun 1328-1339 H/1909-1918 M)

29. Muhammad Wahiddin II (tahun 1338-1340 H/1918-1922 M)

30. ‘Abdul Majid II (tahun 1340-1342 H/1922-1924 M

KEBANGKITAN ISLAM AKHIR ZAMAN


Allah telah mengkhabarkan kepada kita melalui lidah Rasul-Nya bahawa Allah telah ‘set’kan satu Jadual Allah SWT untuk umat yang datang sesudah wafatnya Nabi akhir zaman. Itulah kasih sayang Allah dan Rasul-Nya kepada umat Islam, yang untuk mereka tidak ada lagi nabi dan rasul. Maka diceritakanlah perkara-perkara yang bakal terjadi sama ada yang positif atau negatif. Dengan mengetahui dan memahami jadual itu, umat Islam terpandu atau terpimpin untuk menghadapi dan mene­rima takdir yang bakal berlaku.

Antara jadual yang dimaksudkan itu ialah, Rasulullah SAW bersabda:

Telah berlaku Zaman Kenabian ke atas kamu, maka berlakulah zaman kenabian itu sebagai­ma­na yang Allah kehendaki. Kemudian Allah mengang­kat zaman itu. Kemudian berlakulah Zaman Kekha­lifahan (Khulafaur Rasyidin) yang berjalan seperti zaman kenabian. Maka berlakulah zaman itu sebagaimana yang Allah kehendaki.

Kemudian Allah mengangkatnya. Lalu berlakulah zaman pemerintahan yang menggigit (Zaman Fit­nah). Berlakulah zaman itu sepertimana yang Allah ke­hen­daki. Kemudian Allah mengangkatnya. Kemudian berlakulah zaman pe­nin­dasan dan penzaliman (Zaman Diktator) dan berla­ku­lah zaman itu sepertimana yang Allah kehendaki. Kemudian berlaku pula Zaman Kekha­lifahan (Imam Mah­di dan Nabi Isa a.s.) yang berjalan di atas cara hidup Zaman Kenabian.(Riwayat Ahmad)

Demikianlah Allah SWT telah menyiapkan satu grand design untuk umat Rasulullah SAW. Kini, sesudah lebih 1400 tahun ke­wafatan Nabi penutup SAW, sebahagian besar dari jadual atau agenda dalam Hadis di atas sudah berlaku. Melalui Hadis ini, terdapat satu janji Allah SWT yang belum berlaku tapi bakal ber­laku tidak lama lagi iaitu Islam akan kembali gemilang seperti Zaman Kenabian di akhir zaman di bawah pimpinan Imam Mahdi dan Nabi Isa a.s.

Jadual Allah SWT yang telah Berlaku.Telah banyak jadual Allah SWT yang terjadi dalam sejarah sama ada yang positif atau negatif. Berikut adalah dua jadual besar positif yang telah pun berlaku.

1. Rom dan Farsi akan Jatuh ke Tangan Islam

Ketika menggali parit dalam persiapan peperangan Khandaq, Rasulullah telah memberitahu para Sahabat bahawa Rom dan Farsi akan jatuh ke tangan umat Islam.

Rom dan Farsi ketika itu adalah dua super power dunia, bagaikan Amerika dan Rusia (sebelum kejaAllah SWTnya dalam tahun 80-an). Dan ternyata Hadis itu terbukti dengan jatuh­nya Romawi Timur dan Farsi ke tangan tentera Islam pada zaman Khalifah Umar Al Khattab. Bahkan jadual ini Allah SWT nyatakan dalam firman-Nya:

Rom dikalahkan oleh Farsi di tanah ja­jah­an­nya dan mereka (Rom) selepas itu akan menga­lah­­kan Farsi di beberapa tahun kemudian. Sama ada se­be­lum dan selepas, semuanya dalam urusan (jadual) Allah. Ketika (Rom mengalahkan Farsi) orang mukmin bergem­bira dengan pertolongan Allah itu.” (Ar Rum: 2-4)

2. Konstantinopel Jatuh ke Tangan Islam

Rasulullah SAW bersabda, maksudnya:

Konstantinopel akan jatuh ke tangan seorang ketua yang baik lagi beragama, (tenteranya) tidak melampaui batas, tidak mencuri dan (rakyat) tidak menipu dan tidak bergaul bebas. (Riwayat Al Imam Abu Hassan Ahmad bin Jaafar) – Dipetik dari kitab Al Uq­dud­­durar fi akhbar Al Muntazar.

Dalam Hadis yang lain, Rasulullah SAW bersabda, maksudnya:

Pasti Konstantinopel akan dibuka (ditakluk), dan sebaik-baik ketua adalan ketuanya, dan sebaik-baik tentera adalah tenteranya. (Riwayat Ahmad dan Hakim dari Busyr Al Ghanawi)

Para Sahabat dan salafussoleh berlumba-lumba untuk me­re­but janji Allah SWT tentang kejaAllah SWT Konstantinopel itu, dengan harapan di tangan merekalah berlaku janji tersebut. Te­tapi mereka gagal sehinggalah 600 tahun sesudah kewa­fatan Rasulullah. Hal ini baru terjadi di tangan Muhammad Al Fateh, keturunan Bani Usman. Lalu dari situlah munculnya Turki Usmaniah yang menjadi empayar kepada tiga benua dengan 29 negara di bawah takluknya. Hingga hari ini kalau kita ke Turki, kita masih dapat saksikan kesan-kesan kege­milangan dan kegagahan Islam yang ditinggalkan itu.

Jadual Allah SWT Untuk Umat Islam Akhir Zaman

Allah SWT telah menyiapkan satu jadual untuk umat akhir zaman. Maka kita sepatutnya berjuang dan berlumba-lumba untuk membuktikannya sebagaimana para Sahabat dahulu. Antara janji-janji Allah SWT dalam jadual-Nya untuk zaman ini seperti berikut:

1. Kegemilangan Islam akan berulang di akhir zaman

Dan telah mengeluarkan dari Nuaim daripada Ibnu Mas’ud, beliau berkata bahawa Nabi SAW bersabda:

Kalau tidak tinggal dari umur dunia kecuali sehari, nescaya Allah panjangkan hari itu sampai diutuskan kepadanya seorang lelaki dari keturunanku atau kaum keluargaku, namanya sama dengan namaku dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku dan dia memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana (sebe­lum­nya) ia telah dipenuhi dengan kezaliman. (Ri­wa­yat At Tirmizi) (Lihat kitab Al Hawi lil Fatawa oleh Imam Sayuti, Mujaddid kurun ke-9)

2. Kebangkitan Islam akhir zaman akan bermula dari Timur

Sabda Rasulullah SAW, maksudnya:

Dari Abdullah bin Mas’ud dia berkata: “Ketika kami berada di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba datang sekumpulan anak muda dari kalangan Bani Hasyim. Apabila terpandang akan mereka, maka kedua mata Rasulullah SAW berlinang air mata dan wajah baginda berubah. Aku pun bertanya, “Mengapa kami melihat pada wajahmu sesuatu yang tidak kami sukai?”

Baginda menjawab, “Kami Ahlul Bait telah Allah pilih untuk kami Akhirat lebih dari dunia. Kaum kerabatku akan menerima bencana dan penyingkiran selepasku kelak sehinggalah datang suatu kaum dari sebelah Timur dengan membawa bersama-sama mereka panji-panji berwarna hitam. Mereka meminta kebaikan tetapi tidak diberikannya. Maka mereka pun berjuang dan beroleh kejayaan lalu diberikanlah apa yang mereka minta itu tetapi mereka tidak menerima sehinggalah mereka menye­rahkannya kepada seorang lelaki dari kaum kerabatku yang memenuhi bumi dengan keadilan seba­gai­mana ia dipenuhi dengan kedurjanaan. Siapa di antara kamu yang sempat menemuinya maka datangilah mereka walaupun merangkak di atas salji. Sesungguhnya dia adalah Al Mahdi. (Riwayat Ibnu Majah) (Lihat kitab Al Hawi lil Fatawa, m.s. 71-72)

3. Setiap awal kurun Allah akan datangkan mujaddid (reformer)

Rasulullah SAW bersabda maksudnya: Dari Abu Hurairah r.a. katanya bahawa Rasulullah SAW bersabda:

Sesungguhnya Allah mengu­tus pada umat ini di setiap awal 100 tahun seorang (mujad­did) yang akan memperbaharui urusan agama mereka. (Ri­wayat Abu Daud)

4. Imam Mahdi mujaddid dan khalifah akhir zaman

i. Dan telah mengeluarkan dari Nuaim daripada Ibnu Mas’ud, beliau berkata bahawa Nabi SAW bersabda:

Kalau tidak tinggal dari umur dunia kecuali sehari, nescaya Allah panjangkan hari itu sampai diutuskan kepadanya seorang lelaki dari keluargaku, namanya sama dengan namaku dan nama ayahnya sama dengan nama ayahku dan dia memenuhi dunia dengan keadilan sebagaimana (sebelumnya) ia telah dipenuhi dengan kezaliman. (Riwayat At Tirmizi) (Lihat kitab Al Hawi lil Fatawa oleh Imam Sayuti, Mujaddid kurun ke-9)

ii. Sabda Rasulullah SAW dalam riwayat yang lain, daripada Abu Nu’aim mengeluarkan dari Abi Said dan Nabi SAW katanya:

Al Mahdi daripada kami Ahlul Bait, seorang lelaki dari umatku, mancung hidungnya. Dia memenuhi bumi dengan keadilan sepertimana ia di­penuhi ke­zaliman.

iii. Sabda Rasulullah SAW lagi, dan telah mengeluarkan Abu Na’im dan Al Khatib dalam Talkhis Al Mutasyabih dari Ibnu Umar katanya sabda Rasulullah SAW:

Akan keluar Al Mahdi dan di atas kepalanya malaikat yang menyeru: Inilah Al Mahdi dan ikutilah dia.

5. Putera Bani Tamim dari Timur pemegang panji-panji Imam Mahdi.

Dikeluarkan oleh Tabrani dalam Al Ausat, maksudnya: Dari Ibnu Umar bahawa Nabi SAW telah memegang tangan Sayidina Ali dan bersabda:

Akan keluar dari sulbi ini, seorang pemuda yang akan meme­nuhi dunia dengan keadilan (Imam Mahdi). Bilamana kamu melihat yang demikian itu maka wajiblah bagi kamu bersama (yakni dengan mencarinya) Pe­muda dari Bani Tamim, dia datang dari sebelah Timur dan dia adalah pemegang panji-panji Al Mahdi. – (Dari kitab Al Hawi lil Fatawa oleh Imam Sayuti)

6. Jemaah kebenaran pimpinan Putera Bani Tamim men­dapat kemenangan di Timur dan merintis jalan untuk Imam Mahdi.

i. Rasulullah SAW bersabda, maksudnya,

Akan sentiasa ada toifah di kalangan umatku yang menzahirkan kebenaran, mereka tidak akan dirosakkan oleh penentang mereka hinggalah da­tang­nya ketentuan Allah (Kiamat). (Riwayat Muslim)

ii. Sabda Nabi SAW, dikeluarkan dari Al Hasan bin Sofyan dari Abu Nuaim, maksudnya: daripada Tsauban, telah bersabda Rasu­lullah SAW:

Akan datang panji-panji hitam dari Timur, hati mereka seperti kepingan besi. Barang siapa yang mendengar tentang mereka, hendaklah mendatangi mere­ka dan berbai’ahlah kepada mereka walaupun ter­paksa merangkak di atas salji. – (Dari kitab Al Hawi lil Fatawa oleh Imam Sayuti)

iii. Dari Ibnu Majah dan Tabrani daripada Abdullah bin Al Haras bin Juzu’ Al Zubaidi telah bersabda Rasulullah SAW:

Akan keluarlah manusia dari Timur, mereka itu merintis kekuasaan untuk Al Mahdi. – (Dari kitab Al Hawi lil Fatawa oleh Imam Sayuti)

v. Hadis Ibnu Mas‘ud Maksudnya: Dari Abdullah bin Mas’ud dia berkata:

Ketika kami berada di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba datang sekumpulan anak muda dari kalangan Bani Hasyim. Apabila terpandang akan mereka, maka kedua mata Rasulullah SAW berlinang air mata dan wajah baginda berubah. Aku pun bertanya, “Mengapa kami melihat pada wajahmu sesuatu yang tidak kami sukai?

Baginda menjawab, “Kami Ahlul Bait telah Allah pilih untuk kami Akhirat lebih dari dunia. Kaum kerabatku akan menerima bencana dan penyingkiran selepasku kelak sehinggalah datang suatu kaum dari sebelah Timur dengan membawa bersama-sama mereka panji-panji berwarna hitam. Mereka meminta kebaikan tetapi tidak diberikannya. Maka mereka pun berjuang dan beroleh kejayaan lalu diberikanlah apa yang mereka minta itu tetapi mereka tidak menerima sehinggalah mereka me­nye­­rahkannya kepada seorang lelaki dari kaum kerabat­ku yang memenuhi bumi dengan keadilan seba­gai­mana ia dipenuhi dengan kedurjanaan. Siapa di antara kamu yang sempat menemuinya maka datangilah mereka walaupun merangkak di atas salji. Sesungguhnya dia adalah Al Mahdi. (Riwayat Ibnu Majah) (Lihat kitab Al Hawi lil Fatawa, m.s. 71-72)

7. Pengisytiharan Imam Mahdi pimpinan ummah di Mekah

Rasulullah SAW bersabda:

Sesungguhnya ketika zahir Al Mahdi, menyerulah malaikat dari atas kepalanya: “Inilah Al Mahdi sebagai khalifah Allah, maka kamu ikutilah dia.” Seluruh manu­sia tunduk dan patuh kepadanya dan mendapat kasih sayangnya. Sesungguhnya Al Mahdi itu menguasai Timur dan Barat. Dan adapun yang berbai’ah kepadanya antara rukun Al Aswad dan maqam Ibrahim, yang pertama sebanyak bilangan ahli Badar, kemudian Abdal dari Syam mendatanginya, diikuti oleh Nujabak dari Mesir dan Asoib dari Timur. Setelah itu Allah mengutus kepadanya tentera dari Khurasan dengan bendera-bendera (panji-panji) hitam dan mereka menuju ke Syam. Dan Allah menghantar kepadanya 3000 malaikat dan Ashabul Kahfi adalah di antara pembantunya. – (Al Hadis dari kitab As’afur Raghibin)

Sesuai dengan janji Allah dan bukti-bukti nyata maka Islam­lah yang akan menggantikan kuasa Amerika sebagai super power dunia nanti. Ini giliran Islam. Islam akan bangkit kembali dan menjadi sebuah empayar dan sekali lagi bumi akan dinaungi oleh keadilan dan kemakmuran. Dunia akan diserahkan lagi kepada umat Islam sebagaimana Allah telah menyerahkannya kepada Rasulullah dan para Sahabat.

Kita kini berada di akhir zaman yang mana sedang berlaku kemuncak kerosakan di lautan dan di daratan. Segala sistem hi­dup yang ada hari ini telah begitu rosak. Semakin dicari penye­lesaian semakin kronik keadaannya. Pembunuhan, per­gaduhan, peperangan, penzaliman, penindasan, tipu-menipu, mementingkan diri, jatuh-menjatuhkan dan lain-lain berlaku di mana-mana. Masyarakat manusia sudah tidak ada kasih sayang, tidak boleh bekerjasama, tidak bertolak ansur dan tidak bertolong bantu. Pergaduhan berlaku di antara suami isteri, anak-anak dengan ibu bapa, murid dengan guru, buruh dan majikan, rakyat dan pemimpin, negara dengan negara lain. Manusia sudah hilang kemanusiaannya.

Watak dunia hari ini menunjukkan sudah sampai masanya Allah SWT mengutuskan penyelamat bagi memimpin manusia serta membaiki segala kerosakan yang berlaku. Begitulah se­jarah memberitahu kita. Tambahan pula kita kini berada di sekitar awal kurun yakni awal kurun ke-15 (suku kurun pertama). Di waktu inilah sepatutnya; sepertimana berlaku di kurun-kurun sebelum ini; lahirnya seorang mujaddid.

Jadual Allah SWT untuk umat akhir zaman ini nampaknya sedang berlaku di waktu ini. Kebangkitan Islam kali pertama sedang berulang di sebelah Timur dengan kehendak Allah. Kita dapat lihat suatu kebangkitan Islam se­dang melanda dunia terutamanya di nusantara ini. Inilah dia akhir zaman yang dijanjikan itu.

Rupa-rupanya akhir zaman yang dimaksudkan ialah se­kitar kurun ke-15 Hijrah ini. Dan Timur yang dimaksudkan ia­lah Gugusan Kepulauan Melayu iaitu Malaysia, Indonesia dan sekitarnya. Walau bagaimanapun kebangkitan di Malaysia nampaknya lebih me­nonjol.

Berdasarkan Hadis tentangnya, secara umumnya Jadual Allah SWT itu berlaku seperti berikut:

• Di waktu Islam sedang musnah dan binasa di alam Melayu (Timur), bangunlah seorang manusia yang Allah janjikan untuk menyelamatkan kembali agama-Nya. Dia seorang yang berbangsa Quraisy dari Bani Tamim tetapi sudah nipis sekali kearabannya. Ini kerana seperti yang kita tahu, orang-orang Arab yang datang ke Timur pada masa dahulu sudah berkahwin dengan orang ajam (bangsa selain Arab) maka tidak pelik kalau Putera Bani Tamim itu sudah nipis Arabnya. Rasulullah tidak menyebut salasilah tetapi banyak memperkatakan tentang ciri-ciri fizikal Putera Bani Tamim ini serta ciri-ciri perjuangan dan pengikutnya. Sebab itu untuk mencari Putera Bani Tamim yang dijanjikan itu, kita carilah ciri-ciri dan stail perjuangannya, bukan salasilahnya.

• Dia berjuang mulanya tentu melalui kumpulan kecil tetapi kumpulan atau jemaah atau toifahnya kemudian mem­besar. Sifat toifahnya mirip kepada jemaah Rasulullah kerana wanitanya berpakaian serba hitam seperti gagak-ga­gak hitam. Lelakinya berjubah serban. Pengikutnya sangat berpadu seolah-olah lahir dari satu ibu dan ayah. Cita-cita dan azam mereka kental dan besar. Ibarat kalau me­reka hendak meratakan gunung sekalipun, dapat me­reka lakukan. Rasulullah SAW dalam Hadis yang panjang menyebut malaikat Jibril a.s. sebagai berkata:

Maksudnya: “Maka Allah Azzawajalla mengumpul­kan sahabatnya (Al Mahdi) sejumlah ahli perang Badar atau tentera Thalut iaitu 313 lelaki. Mereka bagaikan singa jantan yang keluar dari hutan, hati mereka bagai­kan besi waja, kalau mereka bercita-cita untuk mengubah gunung nescaya boleh dilakukannya. Gaya mereka adalah satu dan pakaian mereka juga satu, seolah-olah bapa mereka bapa yang satu.” – (Dipetik dari kitab Aqdur Durar fi Akhbar Al Muntazar tahun 1983 m.s. 95)

• Dia (Putera Bani Tamim) meminta kebaikan dari penguasa negara di mana dia berjuang tetapi tidak diberikan. Na­mun dia dan pengikutnya terus berjuang hingga akhirnya berjaya negara itu diserahkan padanya. Ertinya toifah kecil itu telah membesar ke peringkat daulah Islamiah.

• Terdapat juga Hadis yang menyebut Putera Bani Tamim juga diterima kepimpinannya di Khurasan. Hadis yang dikeluarkan oleh Al Hafiz Abu Nuaim berbunyi:

Dari Tsauban r.a. dia telah berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW: “Apabila kamu lihat panji-panji hitam telah diterima di sebelah Khurasan maka datangilah ia sekalipun merangkak di atas salji. Kerana sesungguhnya padanya ada khalifah Allah iaitu Al Mahdi.

• Apabila Putera Bani Tamim mendapat daulah, tidak lama selepas itu (dua tahun) zahirlah Imam Mahdi. Namanya sama seperti nama Rasulullah, nama bapa dan nama ibu­nya sama seperti nama bapa dan ibu Rasulullah yakni namanya Muhammad bin Abdullah dan ibunya Aminah.

Tentang Imam Mahdi, Rasulullah mengait­kan dengan baginda dari segi hubungan darah. Maka faktor salasilah Imam Mahdi adalah penting, sebab ia disebutkan di dalam Hadis. Tidak sepertimana Putera Bani Tamim tadi, Rasu­lullah hanya menyebut tentang ciri-ciri fizi­kalnya.

• Putera Bani Tamim kerana rapat dengan Imam Mahdi seperti rapatnya Nabi Harun dengan Nabi Musa, maka telah menyerahkan kuasa negaranya kepada Imam Mahdi, jelas disebut dalam Hadis. Dia muncul di Mekah, antara Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim, terus mengisytiharkan dirinya sebagai Imam Mahdi.

• Penyerahan kuasa daulah kepada Imam Mahdi dilakukan oleh Putera Bani Tamim.

• Apabila Imam Mahdi berkuasa, maka Islam akan berkem­bang ke seluruh dunia. Tetapi ramai lagi manusia yang belum Islam hingga turunnya Nabi Isa a.s. Dunia dan ma­nusia seluruhnya akan masuk Islam. Terjadilah keamanan sejagat melalui pemimpin tiga serangkai: Putera Bani Tamim, Imam Mahdi dan Nabi Isa a.s.

Setelah kedatangan Nabi Isa a.s., semua manusia akan masuk Islam. Maka selamatlah manusia daripada api Neraka. Itulah dikatakan rahmat Allah SWT kepada seluruh manusia.

Sejarah pasti berulang. Kita beruntung kerana dengan kasih sayang Allah, diberitahu apa-apa yang bakal terjadi. Bolehlah kita bersiap sedia. Seperti juga peristiwa selepas mati, di alam Barzakh, di Padang Mahsyar, di Syurga, Neraka dan lain-lain lagi semuanya Allah sudah ceritakan. Supaya kita tidak menyesal nanti. Beruntunglah orang yang direzeki­kan dengan iman kepada yang ghaib ini. Rugi besarlah orang yang mengingkarinya.

_________________________________________
Diadaptasi dari: halaqah.net, mykhilafah.com

ZAMAN KEGELAPAN ISLAM DAN KETIBAAN ERA KEBANGKITAN ISLAM – BAH. 10


ERITREA – ETHIOPIA

Umat Islam Mahukan Kedamaian dan Keselamatan

Peperangan dan kekacauan telah lama berterusan di benua Afrika selama bertahun-tahun. Keganasan yang ber­laku amat sukar untuk dihapuskan. Selepas kuasa-kuasa kolonial seperti Britain, Perancis dan Belandas keluar pada tahun 1950-an dan 60-an, kebanyakan negara-negara Afrika jatuh ke dalam tangan diktator-diktator komunis atau pun fasis. Hampir kesemua rejim-rejim pasca-kolonial ini mengikut polisi pencerobahan sistematik ke atas umat Islam, dan mereka masih terus melakukannya. Salah satu dari­pada negara-negara tersebut yang mana peperangan dan kekacauannya tidak pernah reda gara-gara polisi tersebut adalah Eritrea, yang telah berada di bawah pemerintahan Turki Uthmaniyyah selama dua abad yang bermula pada pertengahan abad ke-16.

Eritrea: Lokasi Strategik Afrika

Eritrea terletak di utara Ethiopia, di sepanjang selat di mana benua Afrika menjadi semakin rapat dengan benua Asia. Ia telah menjadi sebuah lokasi penting selama beribu-ribu tahun, sama ada dari segi komersial atau ketenteraan. Seperti mana kebanyakan negara-negara lain yang terdapat di Afrika, negara ini juga muncul akibat proses pembahagian yang dilakukan oleh kuasa kolonial Eropah, yang mana ia dilakukan tanpa memikirkan kehendak dan hasrat penduduk tempatan.

Sesiapa sahaja yang mengua­sai Eritrea akan mengawal pintu masuk selatan ke Laut Merah, dan dengan demikian segala trafik di antara Mediter­ranean dan Lautan Hindi. Di samping itu, Eritrea me­wakili pelabuhan untuk Ethiopia.

Setelah menilai ke­pen­tingan strategik Eritrea, British telah me­nye­wa­kan­nya kepada Amerika se­bagai pengkalan komunikasi se­waktu Perang Dunia II, dan Amerika seterusnya telah menggunakannya selama 25 tahun yang berikutnya, de­ngan berdasarkan kepada perjanjian pertahanan di antara Amerika dan Ethio­pia. Ia adalah di antara pengkalan paling utama di dunia dan telah memainkan peranan penting dalam me­nyampaikan informasi ke­pada Washington sewaktu Perang Korea. Di samping kepentingan strategiknya, Eritrea menjadi semakin bernilai kepada kuasa-kuasa yang berminat terhadap kawasan tersebut disebabkan kekayaan simpanan emas dan mineralnya. Malah dijangka juga terdapat simpanan minyak dan gas di kawasan tersebut.

Sebelum Perang Dunia II, populasi di Eritrea adalah kira-kira 1 juta orang. Berdasarkan kepada sumber Barat, sekarang ia menjadi 2.5 juta orang, walaupun menurut pertubuhan penentang aktif di kawasan tersebut, 3.5 juta orang adalah angka yang lebih tepat. Majoriti populasi terdiri dari umat Islam.

Perjuangan Umat Islam Eritrea


Haile Selassie

Selepas berakhirnya pemerintahan Turki Uthmaniyyah, Eritrea telah dijajah oleh Itali, dan melalui keputusan PBB pada tahun 1952 ia telah menjadi sebuah negeri persekutuan yang dihubungkan dengan Ethiopia. Walau bagaimanapun, rakyat enggan menerimanya. Akhirnya tercetuslah kebangkitan rakyat yang meluas. Pada 14 November 1962, Maharaja Haile Selassie telah mengumumkan bahawa beliau telah mengasimilasikan Eritrea, dengan menggunakan kekacauan dalaman di Ethiopia sebagai alasan. Semasa zaman Selassie, bermulalah polisi penindasan dan penderaan ke atas umat Islam. Ramai di antara mereka yang menentang pemerintahan rejim Ethiopia telah dibunuh.

Kesan daripada kempen kekejaman dan keganasan Ethiopia, beratus-ratus ribu rakyat Eritrea telah dipaksa keluar daripada tanah mereka di antara tahun 1967 dan awal 1970-an. Wanita, kanak-kanak dan orang tua, yang membentuk salah satu daripada kumpulan pelarian paling besar sepanjang sejarah, telah ditinggalkan begitu sahaja dan dibiarkan mati. Kesannya, kira-kira 200,000 orang mati akibat kebuluran. Ini berlaku gara-gara polisi pertanian yang salah.

Akhirnya, rejim Haile Selassie telah ditumbangkan melalui satu rampasan kuasa pada 1947. Pentadbiran kemudiannya diambil-alih oleh junta yang memiliki pandangan-pandangan Marxis. Tiada perubahan yang berlaku ke atas umat Islam. Sistem diktator bercorak Marxis ditubuhkan untuk menggantikan sistem fasis. Umat Islam terus menderita akibat penindasan, penderaan, penahanan dan kepayahan hidup.

Pemimpin selepas Haile Selassie, iaitu Haile Mariam yang memimpin rejim Mengistu Marxis, telah menjalankan polisi-polisi yang penuh dengan keganasan sewaktu zaman peme­rintahannya. Beliau tidak mengehadkan jumlah mereka yang dibunuh kerana memiliki pandangan yang berbeza, sebaliknya telah menghapuskan sebahagian populasi secara besar-besaran sewaktu ke­kuasa­annya selama 17 tahun. Gerakan anti-Islam di negara tersebut telah disokong oleh Mengistu, yang telah menyebarkan ke­takutan di seluruh negara. Sewaktu pemerintahan Mengistu, 10,000 buah masjid telah hancur dimusnahkan, dan setengah juta umat Islam terpaksa mencari perlindungan di negara jiran Sudan. Sebilangan kecil telah mencari perlindungan di Somalia. Pada bulan Mei 1991, perubahan kuasa sekali lagi berlaku di Ethiopia, walaupun Mengistu telah meninggalkan sebuah kedahsyatan di waktu kebangkitannya:

 Masjid-masjid menjadi sasaran utama rejim Marxis Mengistu. 80 peratus daripada masyarakat Ethiopia memerlukan bantuan kemanusiaan, berpuluh ribu kanak-kanak menjadi cacat, dan beratus ribu rakyat terpaksa menjadi pelarian.
  • 60,000 kanak-kanak menjadi lumpuh dan 45,000 menjadi anak yatim.
  • Kira-kira 750,000 orang menjadi pelarian, yang mana seramai 500,000 orang masih hidup dalam kelaparan di Sudan.
  • Kira-kira 80 peratus daripada populasi hidup tanpa zat makanan yang cukup atau hampir kebuluran, mereka memerlukan bantuan makanan.
  • Hanya 1 doktor bagi setiap 48,000 penduduk, dan jangka hayat purata rakyat adalah 46 tahun.

Sokongan Israel Terhadap Rejim Anti-Islam

Salah satu sebab berlakunya konflik yang tidak berkesudahan, kacau-bilau dan peperangan di Eritrea, yang merupakan salah satu kawasan termiskin di dunia walaupun ia memiliki kepentingan sosioekonomi dan geostrategik, adalah kerana wujudnya beberapa buah negara yang mendominasi polisi-polisi di kawasan tersebut, yang dilakukan untuk kepentingan diri mereka sendiri, dengan mengabaikan kemahuan dan kehendak rakyat yang tinggal di kawasan tersebut. Israel adalah negara yang memainkan peranan utama.


Israel memiliki satu kesamaan dengan bekas-bekas rejim di Ethiopia dan Eritrea: Sifat anti-Islamnya.

Rejim-rejim Ethiopia dan Eritrea terdahulu memiliki satu perkara yang serupa seperti Israel: sifat anti-Islamik. Seperti yang telah kita lihat di awal buku ini, Israel melihat Islam sebagai ancaman paling bahaya terhadap dominasinya di Timur Tengah, maka Israel mengenakan kekejaman, kezaliman dan penindasan. Inilah sebabnya mengapa Israel sering hadir di kawasan-kawasan yang mana umat Islam sedang ditindas dan mengalami kepupusan, dari Bosnia hingga ke Filipina, dari Turkestan Timur ke Eritrea. Di dalam buku yang ditulis oleh Profesor Benjamin Beit-Hallahmi dari Universiti Haifa Israel, iaitu The Israeli Connection: Who Arms Israel and Why?, beliau telah menyifatkan segala aktiviti yang dilakukan oleh negaranya di seluruh dunia sebagai “Perang Dunia Israel.” Seperti yang diutarakan oleh seorang kolumnis terkenal akhbar Israel, Nahum Barnea, “Israel akan menjadi pelopor Barat dalam peperangan untuk menentang Islam.”38

Israel masih memiliki dua pengkalan yang sangat strategik di Eritrea. Satu terdapat di Pulau Dahlak, dan satu lagi terletak di kawasan pergunungan Mahel Agar berhampiran sempadan Sudan. Hubungan rapat Israel dengan Ethiopia bermula pada tahun 1950-an. Perikatan Israel-Ethiopia bermula pada tahun 1952 bermula dengan hubungan perdagangan, dan seterusnya membawa kepada dialog kelas atasan apabila wakil Israel bermesyuarat dengan Maharaja Haile Selassie dan pegawai-pegawai atasannya pada tahun 1956. Israel mula memberikan bantuan militari, kepintaran dan latihan kepada rejim Selassie dan pasukan askarnya. Ia bertujuan untuk meredakan pergerakan-pergerakan radikal dan umat Islam yang bangkit dan menyerang orang-orang Kristian Ethiopia. Profesor Hallahmi telah menggambarkan asas-asas ideologi perikatan Ethiopia-Israel seperti berikut:

Asas ideologi perikatan ini adalah persepsi Israel “sebagai manusia berani yang dikelilingi oleh kuasa-kuasa Islam yang memusuhi mereka kerana cuba merampas tanah air bersejarah milik Israel, sebuah situasi serupa terhadap orang-orang Kristian Ethiopia yang menganggap ia adalah satu analogi kepada sejarah mereka yang mana mereka kini berada di tengah-tengah ancaman umat Islam.”39

Berdasarkan kepada buku tulisan Hallahmi, sebuah kumpulan penentang-pemberontakan yang dianggotai seramai 3,100 orang, dikenali sebagai “Polis Kecemasan,” telah ditubuhkan oleh Selassie untuk mematahkan arus kebangkitan di Eritrea. Kumpulan ini mendapat latihan khas daripada pakar-pakar Israel. Berikutan dengan lawatan militari ke Ethiopia yang dipimpin oleh Jeneral Bar-Lev pada tahun 1971, Halep dan Fatima yang memiliki kepentingan strategik di pulau Ethiopia, telah dibuka untuk kegunaan Tentera Laut Israel.

Umat Islam Eritrea sedar akan kewujudan perikatan yang sedang mereka hadapi itu. Abu Halid, pemimpin pergerakan umat Islam Eritrea, telah membincangkan tentangnya dalam sebuah temuramah pada tahun 1970 yang dilindungi oleh wartawan Turki:

Ethiopia dan Israel telah menyatukan matlamat mereka. Para pegawai Israel telah melatih askar-askar Ethiopia yang mengelar leher-leher umat Islam… Perang pada 5 Jun 1967 tercetus akibat alasan penutupan Teluk Aqaba oleh Mesir. Israel mahu melihat Pelabuhan Eilat dan teluk tersebut terus dibuka, kerana ia menjadi pintu perdagangan di antara Israel dan dunia Timur. Jika kita di Eritrea berjaya mendapatkan kemerdekaan, kita dapat menutup jalan air Israel yang menjalinkan kerjasama dengan Yaman Selatan di bahagian selatan Laut Merah. Inilah sebabnya mengapa Israel membantu Ethiopia. Enam juta Yahudi di Amerika Syarikat menyokong tesis tersebut. Terdapat 400 orang pegawai Israel di dalam pasukan askar Ethiopia. Tiga musuh utama kita ialah Ethiopia, Israel dan juga Amerika Syarikat.40

Para pegawai Israel yang melatih komando-komando Ethiopia dan kumpulan-kumpulan antipengganas turut memainkan peranan penting dalam menjaga kekuasaan Haile Selassie. Menurut Jeneral Matityahu Peled, yang merupakan bekas pegawai kanan di dalam pasukan askar Israel, Selassie telah diselamatkan sebanyak tiga kali dalam cubaan rampasan kuasa. Itu semua adalah bantuan dari ejen-ejen Israel terutamanya yang mempunyai pengaruh kuat dalam pasukan polis rahsia Addis Ababa.

Ejen-ejen Israel hanya melakukan sedikit campur tangan dalam menentang rampasan kuasa Marxis untuk menyingkirkan Selassie pada tahun 1974. Ini adalah kerana rejim baru itu akan selari sepenuhnya mengikut taraf dan kehendak Israel, dan akan terus menjadi anti-Islam dan seterusnya melancarkan peperangan ke atas umat Islam Eritrea. Seperti yang dijelaskan oleh Profesor Hallahmi, “Ikatan yang berterusan dengan Israel dijelaskan melalui pendiriaan serupa kedua-dua buah negara tersebut dalam menentang kumpulan-kumpulan Islam di kawasan tersebut.”41

Usaha-usaha oleh kumpulan pakar Israel di Ethiopia diteruskan dengan lebih cepat di bawah rejim Mengistu Marxis. Mereka terus melatih kumpulan-kumpulan anti-pemberontakan Ethiopia dan menyediakan bekalan senjata kepada puak rejim terbabit. Perikatan ini, yang diasaskan kerana permusuhan terhadap Islam, semakin mendapat kekuatan pada tahun 1990 apabila Israel menghantar bom-bom fragmentasi kepada rejim itu untuk digunakan ketika menentang “militan pemisah.”

Kemerdekaan Eritrea Gagal Menamatkan Penindasan


Pakar-pakar Israel yang melatih komando-komando Ethiopia dan kumpulan-kumpulan antiteroris adalah pembantu-pembantu yang hebat bagi membolehkan Haile Selassie terus memegang tampuk pemerintahan.

Kejatuhan blok Timur menunjukkan bahawa rejim komunis Mengistu di Ethiopia turut mengalami nasib yang sama. Pada tahun 1991, penentangan yang dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Isaias Afeworki dan Meles Zenawi telah berjaya menyingkirkan kerajaan komunis. Zenawi yang telah mendapat kuasa masih gagal untuk berdiri menentang kemahuan rakyat Eritrea yang dahagakan kemerdekaan. Kemudian, satu referendum bertarikh 25 April 1993, menjadikan Eritrea bebas dari Ethiopia dan berjaya mendapatkan kemerdekaan.

Afeworki muncul sebagai pemimpin Eritrea baru setelah kemerdekaannya, walaupun masalah-masalah baru berkaitan polisi luar dan dalaman muncul pada waktu yang sama. Afeworki mula bertindak seperti rejim ganas Mengistu apabila beliau memulakan gelombang keganasan untuk menentang mereka yang beriman. Tekanan dari Afeworki, yang mengidam jawatan sebagai ketua negara dan speaker parlimen, membuatkan para penentangnya mengangkat senjata. Konflik berdarah tercetus di antara pasukan askar Eritrea dan kuasa-kuasa penentang, terutama sekali di kawasan pergunungan.

Kedahsyatan penindasan, terutamanya ke atas umat Islam, memasuki dimensi yang lebih mengerikan sewaktu zaman Afeworki. Penahanan dan pembunuhan tanpa sebab semakin berleluasa. Sekolah-sekolah Islam ditutup dan masjid-masjid dimusnahkan. Bahasa Arab dihentikan dari menjadi bahasa rasmi, dan beratus-ratus ribu rakyat melarikan diri dan mendapatkan perlindungan di Sudan. Sesiapa yang mengkritik rejim Afeworki akan merasakan akibatnya.

Polisi-polisi menindas Afeworki bukan sahaja dikenakan ke atas rakyatnya, malah beliau turut memusuhi negara-negara jirannya. Beliau membawa Eritrea ke dalam kanncah peperangan dengan jirannya Yaman dan Djibouti, dan juga turut memusuhi Sudan, iaitu satu lagi negara jirannya. Beliau malah menunjukkan sikap yang sama ke atas Ethiopia, yang berkongsi banyak polisi-polisi strategi dan politik yang sama. Akhirnya beliau menawan Ethiopia. Sehinggalah berlakunya genjatan senjata pada 18 Jun 2000, pencerobohan ke atas Ethiopia telah menyaksikan beratus-ratus ribu rakyat kehilangan tempat tinggal, berpuluh-puluh ribu mati, dan beribu-ribu rakyat hidup dalam kebuluran disebabkan oleh embargo (sekatan) ekonomi.

Keadaan Mutakhir di Eritrea

Konflik sempadan di antara Eritrea dan Ethiopia yang bermula pada 1999 berakhir dengan genjatan senjata setahun kemudian dengan campur tangan Pertubuhan Kesatuan Afrika. Walau bagaimanapun, walaupun sudah jelas bahawa kedua-dua pihak berada dalam kesukaran ekonomi yang tenat dan rakyatnya pula sudah hampir kebuluran, agak memeranjatkan apabila mereka masih membelanjakan berjuta-juta dolar untuk membeli kelengkapan senjata. Elemen-elemen infrastruktur penting seperti pelabuhan, stesen janakuasa elektrik dan lapangan terbang telah teruk dimusnahkan, berjuta-juta rakyat terpaksa berpindah, kerugian berjuta-juta dolar berlaku dalam pergaduhan-pergaduhan yang tercetus. Berjuta-juta dolar, yang sangat-sangat diperlukan untuk membantu mereka yang memerlukan di kawasan tersebut, telah dikorbankan untuk membeli senjata. Dengan cara ini, kedua-dua pihak, yang merupakan sekutu Israel, telah menjadi pasaran menguntungkan kepada pengeluar senjata Amerika dan Israel. Malah mereka berjaya mengalihkan pandangan penduduk dunia tentang penindasan ke atas umat Islam kepada kisah peperangan.

 
 

 WANG YANG BERJUTA-JUTA DIBELANJAKAN UNTUK SENJATA PADAHAL RAKYAT KEBULURAN

Konflik sempadan di antara Ethiopia dan Eritrea berakhir pada tahun 2000. Walaupun kedua-dua buah negara berhadapan dengan masalah ekonomi dan rakyatnya pula sedang kebuluran, mereka tetap melaburkan berjuta-juta dolar bagi keperluan peperangan.

Kezaliman berterusan sehingga ke hari ini. Umat Islam di Eritrea masih terus ditahan tanpa sebarang sebab, dihukum mati oleh mahkamah yang tidak adil, dibunuh oleh skuad-skuad pembunuh, dan segala macam bentuk penentangan diharamkan. Umat Islam dengan itu tidak dapat hidup berlandaskan kepada agama mereka, kebebasan untuk beribadah disekat, mereka yang tertindas meningkat hari demi hari, dan polisi-polisi penindasan, ketakutan dan pencerobohan tidak pernah reda. Sekolah-sekolah yang mungkin mengajar kanak-kanak Islam tentang agama mereka ditutup, dan masjid tempat bersolat diruntuhkan. Berpuluh-puluh ribu umat Islam terpaksa berpindah, dan berjuta-juta pelarian yang lari dari penganiyaan rejim tersebut sedang berusaha untuk terus hidup dalam keadaan lapar dan kebuluran.

Tindakan-tindakan zalim ini mengingatkan kita tentang ketidakadilan dan yang dikenakan ke atas umat Islam sepanjang sejarah. Al-Quran telah mendedahkan sifat-sifat pemerintah zalim adalah sama sahaja sepanjang zaman. Mereka ini, yang memiliki sifat-sifat keji, dan penganiayaan yang dikenakan ke atas wanita, kanak-kanak dan orang tua tidak pernah berubah sama sekali. Seperti yang telah diterangkan oleh al-Quran, “Dan berapa banyakkah umat-umat yang telah Kami binasakan sebelum mereka, yang mana mereka itu memiliki kekuatan yang lebih besar dari mereka ini…?” (Qaaf, 50: 36), dengan jelas memberitahu kita bahawa mereka yang hidup di zaman dahulu adalah lebih kejam sewaktu melakukan kekejaman tersebut jika dibandingkan dengan mereka yang hidup pada hari ini. Salah seorang pemerintah zalim yang dikisahkan di dalam al-Quran ialah Firaun:

Sesungguhnya Firaun telah membuat berbuat sewenang-wenangnya di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak lelaki dan membiarkan anak perem­puan mereka hidup. Sesungguhnya Firaun termasuk dari kalangan orang-orang yang melakukan kerosakan. (Al-Qashash, 28: 4)

Seperti yang diterangkan oleh ayat tersebut, Firaun menindas dan mengenakan seksaan ke atas rakyatnya. Namun, harus diingat bahawa al-Quran menerangkan sesiapa yang terus menerus angkuh, melakukan kezaliman, akan mendapat kehinaan di dunia ini dan azab yang pedih akan menanti di hari akhirat kelak. Dengan cara yang sama, apa yang bakal diterimanya nanti di atas kezaliman yang dilakukannya dahulu adalah seksaan pedih di hadapan mahkamah Allah. Allah telah memberitahu tentang nasib mereka yang menafikan-Nya:

Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang melakukan kezaliman kepada manusia dan yang melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih. (Asy Syuura, 42: 42)

  • 38- Israel Shahak, Downturn in Rabin’s Popularity Has Several Causes, Washington Report on Middle East Affairs, March 1995, pp. 97-98 (emphasis added)
  •  39- Kaplan, I, et. al. Area Handbook for Ethiopia, Washington, D.C.; Goverment Printingoffice, 1971, cited in Benjamin Beit Hallahmi, The Israeli Connection:Who Israel Arms and Why, Pantheon Books, 1987, p. 50.
  •  40- Harun Yahya, New Masonic Order, Vural Publications, April 1996, p. 759 (emphasis added)
    41- Benjamin Beit Hallahmi, The Israeli Connection : Who Israel Arms and Why, Pantheon Books,1987, p. 52

ZAMAN KEGELAPAN ISLAM DAN KETIBAAN ERA KEBANGKITAN ISLAM – BAH. 9


Dari Bahagian 8

TUNISIA

Rakyat Ditindas Hanya Disebabkan Keimanan Mereka

Afrika Utara adalah satu lagi kawasan yang dilanda kekacauan selepas berlalunya zaman Turki Uthmaniyyah. Empayar Turki Uthmaniyyah telah menguasai kawasan Afrika Utara pada abad ke-16 dan telah membina sebuah pentadbiran yang stabil di situ. Namun demikian, kolonialisme telah memusnahkan kedamaian dan keselamatan di situ, termasuklah pentadbiran Uthmaniyyah. Proses kolonialisasi di Afrika bermula dengan kemasukan Belanda pada abad ke-17. Portugis, Inggeris dan Perancis kemudian membina empayar mereka di pelbagai wilayah di ka­wa­san tersebut. Namun demikian, untuk me­rampas teritori-teritori yang dimiliki oleh Turki Uthmaniyyah di Afrika Utara, mereka terpaksa menunggu sehingga kurun ke-19. Tunisia adalah salah sebuah negara yang telah melalui proses tersebut.

Pertembungan Tunisia dengan dunia Islam berlaku apabila pihak tentera Islam yang dipimpin oleh Abdallah ibnu Abi Sarh melaku­kan penaklukan pada tahun 648. Dalam jangka masa yang singkat, negara ini telah menjadi sebuah negara Islam, dan di penghujung abad ke-7, seluruh populasinya adalah terdiri dari­pada orang-orang Islam. Selepas itu, para pemerintah telah silih-berganti, tetapi ke­damaian dan keselamatan yang sebenar di Tunisia bermula pada tahun 1547 apabila Turki Uthmaniyyah mula memerintah. Tunisia menjadi wilayah Turki Uthma­niyyah dan ia terus kekal di bawah status tersebut se­hinggalah tahun 1881. Berbeza dengan corak pe­me­rintahan dik­ta­tor yang diamalkan di Barat, Turki Uthmaniyyah diperintah dengan berlandaskan kedamaian dan toleransi, yang mana kedua-duanya adalah ciri-ciri Islam. Di samping umat Islam Arab yang menjadi po­pulasi majoriti di situ, pelbagai jenis kumpulan-kum­pu­lan agama dan etnik seperti Berbers dan Yahudi, telah hidup dalam keadaan aman damai se­waktu zaman penuh ke­se­jah­teraan di Tunisia. Era aman damai ini ber­terusan sehinggalah berlakunya penaklukan oleh Perancis pada tahun 1881.

Sejarah Berdarah Kolonialisme Perancis


Sepanjang Habib Bourgiba berkuasa, beliau yang merupakan seorang Freemason atasan, sering meletakkan kepentingan ke atas French High Lodge berbanding umat Islam Tunisia.

Perancis memerintah Tunisia dengan menggunakan gabenor-gabenor yang dipanggil “komissar senior.” Seperti juga di Algeria, polisi yang penuh dengan kekejaman pun bermula. Semua pergerakan dan aktiviti penentangan yang menuntut kemerdekaan telah ditekan sehebat-hebatnya. Para pemimpin pergerakan Islam yang cenderung kepada kemerdekaan, dan juga mereka yang memberikan sokongan, telah ditindas dengan kejam. Ramai di antara mereka yang ditahan dan kemudiannya didera.

Perancis mendapati agak sukar untuk menyekat protes-protes dan juga untuk menghalang pemberontakan rakyat Tunisia yang dilengkapi dengan kesedaran Islam yang kuat. Seperti mana yang berlaku ke atas negara-negara lain yang sudah dijajah, sebuah kerajaan boneka pasti dibentuk. Perancis menggunakan Parti Destour, yang mana pada asalnya ditubuhkan untuk mendapatkan kemerdekaan. Kemudian Perancis melantik seorang lelaki yang boleh dipercayai bagi mengetuai kerajaan boneka itu: Habib Bourgiba.

Pada mulanya, Bourgiba, yang telah mendapat pendidikan di Perancis sejak kecil lagi, telah menurut peraturan-peraturan Islam untuk menarik penyokong-penyokong popular. Sewaktu zaman mudanya, beliau menentang pentadbiran kolonialis Perancis dan bercadang untuk mendapatkan populariti dengan cara tersebut. Beliau malah telah memasuki penjara selama beberapa kali, dan cuba untuk me­non­jolkan imej sebagai seorang hero popular dengan melarikan diri dari Tunisia ke Kaherah.

Sekembalinya ke Tunisia, beliau cuba untuk mempengaruhi rakyat supaya memberontak tanpa ada sebarang sebab, dengan itu menyediakan peluang kepada campur tangan Perancis yang berdarah. Apabila pendudukan Perancis berakhir pada 1956, beliau menjadi wakil Perancis di negara tersebut. Apabila Perancis meninggalkan negara tersebut, ia me­ninggalkan kumpulan-kumpulan pen­tadbiran yang sangat setia kepada Peran­cis. Kumpulan-kumpulan ini adalah sebahagian daripada pentadbiran Bourgiba, dan mereka mempertahankan kepentingan Perancis dan malah sangat kejam kepada penduduk tempatan ber­banding apa yang telah dilakukan oleh Perancis.

Bourgiba yang memiliki kuasa mutlak dan tidak terbatas di negara tersebut pada 1959, kemudian mengisytiharkan dirinya sebagai “Presiden seumur hidup.” Beliau telah memerintah Tunisia dengan kuasanya sendiri selama 31 tahun, sehinggalah 7 November 1987 apabila beliau disingkirkan oleh Perdana Menteri Zein Al-Abidin. Sebab penyingkirannya adalah kerana beliau dikatakan mempunyai mental yang tidak stabil. Sepanjang tempoh beliau berkuasa, beliau telah menjadikan Tunisia bergantung kepada Perancis dari segi budaya, ekonomi dan politik. Malah kekayaan Tunisia turut dipindahkan ke Perancis.

Salah satu ciri diktator anti-Islam ini ialah seperti mana kebanyakan tokoh-tokoh lain yang serupa, beliau adalah seorang ahli Freemason senior.36 (Pent: Freemason adalah sebuah pertubuhan yang bencikan Islam. Untuk mengetahui lebih lanjut tentangnya, anda bolehlah membaca buku Global Freemasonry, yang juga merupakan hasil tulisan Harun Yahya). Bagi Bourgiba, menjadi ahli Freemason adalah lebih penting dari Islam atau menjadi orang Tunisia. Beliau tidak memberikan keutamaan kepada umat Islam Tunisia, sebaliknya memberikan keutamaan tersebut kepada French Great Lodge. Beliau telah membuktikannya melalui peperangan yang dilancarkan olehnya terhadap agama Islam di negara tersebut.

Tindakan pertama Bourgiba adalah menukar sistem pendidikan dan undang-undang yang serupa dengan Perancis. Ciri utama sistem tersebut ialah ia dibentuk berdasarkan kebencian terhadap Islam. Beliau telah menjadikan masjid berada di bawah perhatian yang sangat rapi dan melarang melakukan solat di luar waktu-waktu yang tertentu. Beliau telah menangkap dan mendera dengan kejam umat Islam yang menentang rejimnya kerana mereka mahukan sebuah masyarakat Islam. Beliau juga telah menutup institusi-institusi pendidikan, bermula dengan Universiti Zaytuna yang menjadi simbol Tunisia selama ini. Zaytuna adalah sebuah pusat yang penting, seperti juga Universiti Al-Azhar di Kaherah, yang menjadikan Islam terus hidup di Afrika Utara dan telah banyak melahirkan tokoh-tokoh agama yang memberikan sebuah sinar kepada masyarakat. Tekanan dari Bourgiba semakin menjadi-jadi sewaktu bulan Ramadan yang mulia. Ketika itu, beliau telah muncul di kaca televisyen dengan segelas minuman di tangannya dan telah menghalang rakyat dari berpuasa, dengan alasan “ia melembapkan perkembangan negara dan kemajuan pekerjaan.” Malah, beliau mahukan jemaah haji pergi ke Kairawan, iaitu bandar suci Maghribi, dan tidak pergi ke Makkah, kerana perjalanan ke Makkah melibatkan kos yang lebih tinggi.

Pentadbiran Tunisia dengan bodoh mengikut sahaja polisi tersebut yang bertentangan dengan negara-negara Islam yang lain. Tunisia menggantungkan hubungannya dengan Sudan, menyokong Perancis yang menentang Algeria, dan melarang rakyat Tunisia dari melakukan solat untuk rakyat Palestin yang mati syahid, ataupun membincangkan tentang Intifada.

Malah hari ini juga, Tunisia dan Algeria masih melakukan penindasan yang lebih hebat dan lebih kejam terhadap umat Islam yang tinggal di negara-negara tersebut. Padahal ketika zaman kolonialis, penindasan yang dilakukan adalah tidak sekejam sekarang. Pengalaman umat Islam di kedua-dua negara tersebut mengingatkan kita terhadap metod kekejaman yang dilakukan oleh mereka yang menafikan kebenaran seperti mana yang telah diwahyukan di dalam al-Quran. Salah satunya adalah pemusnahan kawasan suci bagi menghalang manusia hidup dengan berlandaskan agama yang dianuti. Allah telah memberitahu kedudukan di dunia dan di akhirat bagi mereka yang cuba menghalang manusia dari mengingati Allah:

Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang-orang yang menghalang menyebut nama-nama Allah di dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat seksa yang berat. (Al-Baqarah, 2:114)

Azab pedih yang dijanjikan dalam ayat di atas sedang menanti para pemerintah zalim yang cuba mengahapuskan Islam di tanah airnya sendiri. Umat Islam mesti sedar tentang hal ini, mem­pertimbangkan keadaan para penindas di akhirat nanti atas segala penganiyaan yang telah dilakukan, dan mengetahui umat Islamlah pada akhirnya yang akan menjadi pemenang.

Tiada Perubahan Selepas Bourgiba

Selepas Bourgiba hilang kredibilitinya di Tunisia, Perancis cuba untuk meningkatkan pengaruhnya ke atas negara tersebut dengan melantik Duta Tunisia ke Paris, Hadi Mebruk, sebagai Menteri Luar. Pada masa yang sama, Perdana Menteri Zein Al-Abidin Bin Ali menjanjikan kebebasan kepada umat Islam, yang mana mereka telah bertahun-tahun menderita disebabkan oleh penindasan politik sewaktu berada di bawah rejim Bourgiba, sebagai cara untuk memancing hati mereka. Rejim Bin Ali, yang berjaya menyingkirkan Bourgiba dari tampuk kekuasaannya melalui sebuah rampasan kuasa, telah membebaskan beberapa orang tahanan politik. Mereka yang diusir telah dibenarkan pulang. Namun apa yang menyedihkan, rejim yang baru itu, yang mana menjadi harapan kepada umat Islam, terbukti tidak berbeza jika dibandingkan dengan pemerintahan Bourgiba. Bin Ali mula berjanji bahawa beliau akan memulakan proses perubahan di negara tersebut, tetapi setelah berjaya mengukuhkan kekuasaannya, beliau mula mengimplementasikan polisi-polisi menindas yang serupa seperti Bourgiba untuk menekan umat Islam.


KERAJAAN POLIS BIN ALI

Rejim Bin Ali telah menukarkan Tunisia kepada sebuah kerajaan polis sepenuhnya. Terdapat seorang polis bagi 100 orang penduduk. Satu nisbah yang luar biasa. Rakyat enggan mengkritik kerajaan ataupun meluahkan sensitiviti Islam, walaupun di dalam rumah mereka sendiri. Mereka meneruskan kehidupan di bawah tekanan psikologi yang melampau.

Rejim Bin Ali menganggap segala cara yang digunakan bagi menghancurkan pergerakan keagamaan adalah berjustifikasi. Bukan hanya NAHDA, tetapi semua pertubuhan-pertubuhan berasaskan Islam telah ditekan dengan teruk. Kira-kira 10,000 umat Islam sedang dipenjara di Tunisia, hidup dalam keadaan yang memilukan. Segala aktiviti-aktiviti dan publisiti-publisiti keislaman diharamkan. Kesan dari penindasan ini, semua orang cuba mengelak dari membicarakan tentang Islam.

Satu-satunya perkara yang berubah di Tunisia selepas era Bourgiba ialah bertambahnya bilangan polisi-polisi menindas yang telah lama dideritai oleh umat Islam. Bin Ali lebih dahsyat berbanding Bourgiba, dan tindakan terkininya menjadikan Bourgiba lebih pasif jika perbandingan di antara mereka dibuat. Pada hari ini, Tunisia masih memiliki struktur antidemokratik di seluruh kawasan tersebut. Ini semua adalah angkara Bin Ali.37 Umat Islam yang mewakili spektrum masyarakat yang luas, sedang menunggu untuk memerintah negara tersebut dengan jalan demokrasi, tanpa membawa sebarang musibah kepada negara-negara Islam lain ataupun rakyat mereka sendiri.

MEREKA CUBA MELENYAPKAN PERGERAKAN ISLAM DI TUNISIA

Pergerakan Islam di Tunisia diwakili oleh Pergerakan Pro-Islam (NAHDA), yang telah diasaskan oleh Profesor Rashid al-Ghannouchi dan Abdul Fattah Moro. Apabila pergerakan tersebut mula mendapat kekuatan, berlakulah tindakan untuk melemahkannya, dan lebih 100 orang telah ditahan, termasuklah para pemimpinnya. Pergerakkan tersebut telah dihancurkan dalam masa satu malam. Para pemimpin kemudiannya di bawa ke mahkamah selepas sebulan ditahan, dan telah dihukum bunuh, atau dipenjarakan dari tempoh 20 tahun sehingga seumur hidup. Ghannouchi yang hidup dalam buangan di London, terlepas dari hukuman mati. Hukuman-hukuman mati telah dijalankan dengan segera. Di samping para pemimpin, ribuan yang lain turut ditahan atas sebab-sebab yang kurang serius.

________________

Rujukan:

  • 36- Daniel Ligou, Dictionnaire de la Franc-Maçonnerie, Paris Presse Universitaires de France, 1987 p. 1199
  • 37- Le Monde Diplomatique, October 1999, Bruno Callies De Salies, Croissance Économique Et Répression Politique, Les deux visages de la dictature en Tunisie

Sumber: http://harunyahya.com 

../Bersambung Ke Bahagian 10

ZAMAN KEGELAPAN ISLAM DAN KETIBAAN ERA KEBANGKITAN ISLAM – BAH. 8


Dari Bahagian 7

ALGERIA

Peristiwa Berdarah Ekoran Dari Kekejaman dan Penindasan yang Tidak Berkesudahan

Algeria telah menikmati kehidupan yang selesa di bawah penyebaran Islam di Afrika Utara, namun telah di­musnah­kan oleh kekacauan politik dan sosial selama beberapa tahun sehingga sekarang. Punca kepada konflik yang berlaku di Algeria, yang mana dunia sudah pun mendengarnya sejak sedekad yang lalu, bermula sejak lama dahulu.

Pendudukan Perancis di Algeria

Algeria berada dalam keadaan aman damai semasa pemerintahan Turki Uthmaniyyah dari abad ke-16 sehinggalah abad ke-19. Walau bagaimanapun, apabila Empayar Turki Uthma­niyyah mula hancur, kuasa-kuasa kolonial mula membahagi-bahagikan dunia Islam. Salah satu daripadanya adalah Algeria. Pada 1827, tentera Perancis seramai 37,000 menceroboh negara tersebut. Setelah tiga tahun perang tersebut tercetus, keseluruhan negara tersebut jatuh ke tangan Perancis. Algeria menjadi begitu penting kepada Perancis kerana memiliki takungan minyak yang besar dan menjadi posisi strategik sebagai pelabuhan di Mediterranean. Negara itu kemudian secara rasmi menjadi milik Perancis pada tahun 1830, dan kekal berada dalam koloni Perancis selama 132 tahun yang berikut­nya.

Sejajar dengan panda­ngan para pengkoloni yang lain, Perancis melihat bangsa selain dari mereka sebagai manusia kelas ke­dua. Dengan itu, tertubuhlah sistem yang berasaskan teka­nan dan keganasan di kesemua tanah jajahan yang mereka miliki. Kempen asimilasi budaya bermula. Mula-mula sekali, per­caka­pan dan pengajaran bahasa Arab diharamkan. Bahasa Perancis menjadi bahasa rasmi. Polisi ini bertujuan untuk menghapuskan iden­titi kebangsaan dan warisan kebudayaan rakyat Algeria. Selepas itu, Algeria dijadikan supaya bergantung sepenuhnya kepada Perancis dari segi ekonomi, dan struktur politiknya telah dirombak supaya bersesuaian dengan kepentingan Perancis.

Penentangan Algeria yang pertama terhadap penjajahan Perancis dimulakan oleh Abdul Kader, iaitu gabenor Mascara pada tahun 1832. Beribu-ribu umat Islam Algeria telah dibunuh dalam penentangan tersebut, dan Perancis telah menakluki keseluruhan negara itu. Sepanjang tempoh selepas tercetusnya pemberontakan, tiada sebarang kuasa yang mampu mengawal kemarahan rakyat terhadap penjajah. Banyak pergerakan-pergerakan menuntut kemerdekaan yang diinspirasikan oleh polisi-polisi keganasan dan penindasan, telah ditundukkan oleh Perancis. Ini menjadikan Perancis terus berkuasa di negara tersebut sehingga pertengahan abad ke-20.

Dengan tercetusnya Perang Dunia II, era baru muncul di Algeria. Nazi Jerman telah menawan Perancis dan kemudian Algeria. Ramai pecinta tanah air Algeria yang ditahan oleh Jerman, kebanyakan mereka dibunuh atau di hantar ke kem-kem tahanan. Apabila Kuasa Bersekutu (Pent: Kuasa Bersekutu terdiri daripada negara Britain, Perancis, Rusia dan Amerika Syarikat) berjaya menamatkan penjajahan Jerman (Pent: Jerman adalah dari Kuasa Paksi. Terdapat dua lagi buah negara yang menganggotai Kuasa Paksi, iaitu Itali dan Jepun) pada 1942, para ilmuwan Algeria membayangkan satu permulaan baru dan kedatangan sistem demokratik di Algeria. Namun, akhirnya mereka menyedari dengan cepat bahawa mereka telah silap perkiraan. Pada 1943, satu kumpulan yang dipimpin oleh Ferhat Abbas mencadangkan kepada Kuasa Bersekutu bahawa kolonialisme mesti ditamatkan supaya sebuah negara merdeka dapat ditubuhkan sebaik sahaja perang tamat, dengan sebuah Perlembagaan baru, termasuklah bahawa rakyat Algeria mesti men­tadbir negara mereka sendiri dan mereka yang dipenjarakan disebabkan kepercayaan mereka mesti dibebaskan. Rakyat Algeria yang telah berjuang bersama-sama dengan Kuasa Bersekutu menganggap bahawa permintaan mereka akan dipenuhi. Namun, ia telah ditolak. Di samping itu, corak pembunuh yang baru menyusul tidak lama selepas itu.

Apabila ramai rakyat yang berkumpul sewaktu pengibaran bendera Algeria pada 8 Mei 1945, sebagai meraikan tamatnya peperangan, ia telah diganti dengan pertumpahan darah yang amat mengerikan. Askar Perancis telah melepas tembakan kepada mereka yang membawa bendera Algeria, dan 40 orang telah dibunuh dengan begitu kejam. Peristiwa ini mendapat reaksi umat Islam yang tinggal di kawasan lain. Penentangan meningkat, dan Perancis bertindak-balas dengan menggunakan kekuatan yang lebih besar. Unit-unit tentera mula melepaskan tembakan kepada masyarakat awam secara rambang. Akibatnya, berdasarkan kepada sumber kerajaan Amerika, kira-kira 45,000 umat Islam mati dalam pembunuhan yang dilancarkan. Ramai juga yang cedera. Insiden ini, yang dikenali sebagai Pembunuhan Beramai-ramai Setif, telah diikuti oleh tindakan-tindakan lain oleh rejim Perancis. Segala aktiviti politik diharamkan. Beribu-ribu rakyat Algeria ditahan tanpa ada sebarang justifikasi. Algeria menerima satu lagi penderitaamm daripada kekejaman kuasa kolonialis.

Dekad yang berikutnya selepas Pembunuhan Beramai-ramai Setif, pergerakan-pergerakan menuntut kemerdekaan menjadi semakin matang. Notis yang dikeluarkan oleh mereka pada 1 November 1954, telah menyeru rakyat Algeria supaya bangkit bagi mendapatkan kebebasan dan kemerdekaan. Pelindung Pembebasan Kebangsaan (FLN) dan Tentera Pembebasan Kebangsaan (ALN), yang diasaskan pada tahun yang sama, telah mengepalai pergerakan kemerdekaan. FLN bukan sebuah pergerakan homogenus (Pent: iaitu tidak dianggotai oleh satu kaum atau satu parti politik sahaja), dan mereka yang datang dari pelbagai latar politik berkumpul di dalamnya. Pergerakan tersebut telah bermesyuarat di Kaherah pada September 1958, dan seterusnya membentuk kerajaan sementara Algeria.



Umat Islam Algeria yang menentang pendudukan Perancis telah dihapuskan dengan menggunakan kereta kebal, senapang dan penderaan. Perjuangan menuntut kemerdekaan selama 7 setengah tahun daripada kolonial Perancis telah meninggalkan sebuah tragedi berdarah: Askar-askar Perancis telah membunuh 1.5 juta rakyat Algeria yang tidak bersenjata dengan menggunakan senjata-senjata berat. Selepas kemerdekaan, kerajaan Algeria berdiri setelah Perancis pergi.

Perancis sudah tentu tidak mahu kehilangan Algeria yang kaya dengan simpanan minyak dan gas aslinya. Potensi kemunculan sebuah negara Islam yang kaya dengan sumber asli telah membuatkan Perancis dan negara-negara lain yang anti-Islam berasa tidak selesa. Perancis menjangka bahawa perkembangan seperti itu akan membawa kesan domino kepada negara-negara Islam lain di Afrika, dan dengan itu terjadilah pembunuhan yang berikutnya. Banyak perkampungan yang dibakar oleh Perancis, sekolah-sekolah dan masjid-masjid dirobohkan, sehinggalah Algeria mengisytiharkan kemerdekaannya. Sepanjang tempoh tersebut, yang menyaksikan ribuan nyawa melayang, Perancis masih terus memusnahkan tanaman rakyat Algeria dan juga turut membunuh haiwan ternakan mereka. Kira-kira 400,000 batang pokok anggur yang dimusnahkan dan ribuan haiwan dibunuh.

Walau bagaimanapun, Perancis akhirnya menerima kehendak rakyat Algeria yang mahukan kemerdekaan, walaupun sebenarnya Perancis tidak pernah teragak-agak untuk membunuh rakyat, wanita, kanak-kanak dan orang tua yang tidak bersalah. Pada 1959, Presiden Perancis de Gaulle mengumumkan di dalam ucapannya di PBB bahawa beliau telah mengisytiharkan kemerdekaan Algeria. FLN dan Perancis telah mengisytiharkan genjatan senjata melalui Perjanjian Evian, dan Algeria akhirnya mendapat kemedekaan pada tahun 1962. Perjuangan menuntut kemerdekaan daripada Perancis selama lebih kurang tujuh setengah tahun menyaksikan kira-kira 1.5 juta rakyat Algeria mati.

Keganasan yang dilakukan oleh Perancis adalah satu pengesahan sadis tentang sifat-sifat mereka yang tidak beriman dan suka pula melakukan kerosakan seperti mana yang tercatat di dalam al-Quran. Mencederakan manusia yang tidak bersenjata sewaktu peperangan, menyebabkan kebuluran yang menjadikan mereka sukar untuk meneruskan kehidupan, dan membiarkan mereka dalam kemiskinan adalah tindak-tanduk rejim-rejim kejam yang berlaku sepanjang sejarah manusia:

Dan apabila dia berpaling (dari kamu), dia berjalan di bumi untuk melakukan kerosakan, dan merosakkan tanam-tanaman dan binatang tenakan, dan Allah tidak menyukai kebinasaan. (Al-Baqarah, 2:205)

Kita tidak boleh lupa bahawa mereka yang melakukan perkara sedemikian rupa di dunia ini akan membayar harganya di akhirat kelak. Al-Quran telah memberitahu umat Islam tentang berita gembira ini:

Negeri Akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak mahu menyombongkan diri dan membuat keroskan di muka bumi. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa. (Al-Qashash, 28:83)

Penyeksaan yang Dialami Oleh Rakyat Algeria yang Didalangi Perancis

Polisi penindasan penuh kejam yang dilakukan Perancis sepanjang berlakunya Perang Algeria untuk mendapatkan kemerdekaan telah dikutuk sehebat-hebatnya oleh ramai cendekiawan Perancis, dan inisiatif penduduk awam telah dilakukan bagi menghentikan penindasan yang berlaku. Keganasan ini yang dipercayai telah menjadi titik hitam dalam sejarah manusia apabila Algeria akhirnya berjaya mendapat kemerdekaan, namun telah dimasukkan ke dalam agenda semula oleh komander-komander yang bertugas di Algeria ketika itu.

Polisi pentadbiran Perancis di Algeria telah diterangkan secara ringkas dan jelas oleh Jacques Massu, pemerintah komander kecemasan ketika itu:

Seksa? Sudah tentu kami seksa. Beberapa badan telah membuatkan ia sukar bagi kami. Tapi bagaimana anda boleh jangka yang kami akan melakukan tindakan yang berbeza?24

Malah ada juga kenyataan yang lebih mengerikan. Ia adalah luahan dari Jacques Duquesne, seorang koresponden La Croix ketika itu:

Soalan-soalan tentang penyeksaan dan kehilangan sering menghujani minda anda. Lelaki dan kadang-kala wanita ditahan, dan tiada khabar yang didengari tentang mereka selepas itu. Amalan mengikat badan dengan batu dan kemudian menghumbankannya ke laut sudah diketahui ramai. Bilangannya secara umum adalah 3,000 orang, walaupun Datuk Bandar Algeirs Jacques Chevallier menyatakan angkanya adalah sekitar 5,000 orang. Di antara kaedah-kaedah pencerobohan yang dilakukan oleh pasukan askar Perancis adalah merogol dan memusnahkan keseluruhan kampung. Seorang askar telah memberitahu bagaimana dia sebagai pembantu perubatan terpaksa merawat penduduk setiap pagi yang mana pada waktu malamnya mereka telah diseksa oleh askar dari unitnya sendiri. Teknik paling popular ialah dengan mengenakan arus elektrik di bahagian tubuh badan, kadang-kala pada bahagian kemaluan wanita. Cara penyeksaan yang lain adalah untuk membunuh. Para mangsa akan disumbat dengan paip getah di mulutnya dan kemudian pili air dibuka, atau kuku di tangan dicabut, atau kepala mereka direndamkan ke dalam takungan yang dipenuhi air, atau mereka digantung selama berjam-jam pada bahagian pergelangan tangan yang mana kaki mereka hampir tidak mencecah lantai. Terdapat juga kaedah-kaedah yang lain. Ia bukanlah satu perkara yang mudah untuk menulis kesemuanya. Saya hanya mengulangi beberapa bahagian yang saya tahu.25

Apa yang Berubah Dengan Kemerdekaan?

Algeria berjaya mencapai kemerdekaannya pada 1962, walaupun hanya sedikit perubahan berlaku kepada umat Islam. Dengan deklarasi kemerdekaan, FLN mahukan kuasa dan membentuk sebuah organisasi yang terikat secara rahsia dengan Perancis. Dengan mengikut tradisi yang sering dilihat di dalam dunia Islam pada abad ke-20, parti akan membentuk rejim penindas. Para pemimpin rejim tersebut telah mengeksploitasi kekayaan sumber alam sewaktu mereka berkuasa. Rakyat menjadi semakin miskin sewaktu para pemimpin FLN dan penyokongnya menikmati kemewahan. Pada tahun 1990-anan, kadar pengangguran meningkat kepada 70 peratus. Walau bagaimanapun, segala tekanan dan eksploitasi yang dikenakan ke atas umat telah mewujudkan benih-benih kemusnahan rejim itu sendiri.


 Askar-askar Perancis bermegah dengan pembunuhan yang dilakukan, dan tidak pernah berasa bersalah atas kekejaman yang dilakukan. Gambar-gambar berikut diambil di hadapan rakyat Algeria yang dibunuh di kawasan Ain Beida, dan kemudian dipaparkan di dalam akhbar-akhbar.

Segala perkembangan tersebut menjadikan Algeria penuh dengan demonstrasi, boikot dan protes untuk rakyat melepaskan ke­marahannya. Semakin banyak suara-suara yang menuntut kebebasan dan juga sistem multi-parti bagi menggantikan sistem satu parti yang sedia ada. Akhirnya pada tahun 1989, sistem multi-parti telah dibentuk.

Pilihan raya umum telah diadakan pada 26 Disember 1991. Terdapat dua kali pengundian bertulis, dan keputusannya telah diumumkan pada 30 Disember. Barisan Penyelamat Islam (FIS) telah berjaya mendapat majoriti kerana memenangi 188 daripada 232 kerusi di parlimen. FLN yang memerintah ketika itu hanya berjaya mendapat 15 kerusi. Pusingan kedua turut dilihat akan memberikan keputusan yang serupa. FIS dilihat sudah pasti akan memenangi pilihan raya itu.

Namun demikian, rejim penindas di negara tersebut tidak akan membiarkan ia berlaku. Pasukan askar yang dipimpin oleh Ketua Staf Jeneral Khalid Nezzar telah melakukan rampasan kuasa. Wujud provokasi-provokasi dan berita-berita yang sudah jelas palsu bagi menjustifikasikan rampasan kuasa tersebut. Sebelum keputusan pusingan pertama diumumkan, perdana menteri mengatakan bahawa pengundian telah berjalan lancar, aman dan selamat. Selepas keputusan menjadi semakin jelas, perkara sebaliknya berlaku. Beliau telah membuat kenyataan bahawa pengundian “tidak dijalankan dengan cukup bebas dan jujur,” yang dengan kata lain menuduh FIS sama ada sudah menipu atau menggunakan cara paksa.



Pada tahun 1997 sahaja, lapan buah masjid dan umat Islam yang bersolat di dalamnya telah dibom. 33 orang telah dibunuh dan 211 yang lain cedera. (Kanan)
Dalam pembunuhan beramai-ramai Sidi-Hamed pada 11 Januari 1998, kira-kira 350 orang telah kehilangan nyawa (bawah kanan dan tengah). Kira-kira 350 orang telah dibunuh dalam satu siri serangan oleh penyerang yang tidak dikenal pasti di kawasan Moussa pada tahun 1997. Gambar di bawah menunjukkan sanak-saudara sedang mengecam jasad-jasad kaku yang terbaring di jalanan.

Penindasan oleh polis-polis Algeria ke atas umat Islam telah berlangsung selama berdekad-dekad. Pada tahun 2001, terdapat sejuta tahanan politik yang dipenjarakan. Para tahanan tidak dibicarakan di mahkamah maka mereka tidak dikenakan hukuman. Jadi tempoh tahanan mereka dilanjutkan lagi dan lagi. Pihak berkuasa cuba menjadikan mereka yang dibunuh di dalam penjara seperti mati membunuh diri, atau mendakwa para tahanan menyerang pengawal, ataupun memberitahu bahawa para tahanan saling berbunuhan.

Perkembangan rampasan kuasa itu juga agak menarik. Segala peristiwa yang telah terbentang menunjukkan bahawa segala-galanya sudah dirancang siap-siap. Berikutan rampasan kuasa, dan kontra terhadap luahan yang diberikan kepada penduduk dunia, umat Islam tidak memulakan “perang saudara.” Konflik sebenarnyan dimulakan oleh mereka yang mencetuskan rampasan kuasa. FIS telah menyeru semua pihak supaya tidak menggunakan kekerasan dan sebaliknya menggunakan jalan damai. Kerajaan sebaliknya bertindak dengan menahan ribuan ahli FIS dan mengenakan hukuman-hukuman kejam ke atas mereka sewaktu di penjara.

Tahun-tahun berikutnya tidak membawa sebarang perubahan terhadap tekanan yang dikenakan ke atas rakyat Algeria. Berikutan provokasi yang menyalahkan umat Islam, sebuah mahkamah yang memiliki kuasa luar biasa telah dibentuk. Pada mulanya, FIS dan para penyokongnya tidak mahu mengangkat kepala dan masih berpegang kepada cara yang lebih damai, namun kemudiannya mereka mula berubah sikap kerana tekanan dan ketidakadilan yang melampau-lampau. Satu kumpulan mula menggunakan senjata sebagai reaksi serangan bersenjata terhadap mereka oleh pasukan keselamatan. Akhirnya, Algeria terjebak ke dalam kancah perang saudara.

Siapakah Dalang Perang Saudara di Algeria?

Tujuan perang saudara satu sahaja: untuk memusnahkan kuasa Islam, jika perlu dengan menggunakan cara penghapusan secara fizikal. Inilah sebabnya mengapa skuad pembunuh diwujudkan, di bawah nama “kumpulan anti-teroris.” Umat Islam yang menjadi sasaran skuad ini akan dibunuh, dan kes-kes tersebut tidak pernah selesai. Berdasarkan kepada keterangan seorang pegawai polis Algeria, yang mengakui apa yang telah berlaku, kumpulan-kumpulan khas akan mengetuk pintu-pintu umat Islam yang menjadi sasaran mereka dan kemudian menembak mereka sebaik sahaja pintu dibuka.26 Professor Abdul Hamid Brahimi, yang merupakan Perdana Menteri Algeria 1984-1988, telah berucap tentang metod-metod yang digunakan sewaktu peperangan ke atas umat Islam:

Rakyat Algeria telah dirobek ketenangannya semenjak rampasan kuasa haram pada Januari 1992. Penangkapan secara rambang dan beramai-ramai terhadap mereka yang tidak bersalah, termasuk guru, jurutera, doktor, peguam, pedagang, dan pelajar; mereka dihantar tanpa usul-periksa ke kem-kem kurungan atau pun dicampak ke dalam penjara dan dilayan dengan cara yang tidak mempunyai sifat kemanusiaan. Di samping itu, orang muda Algeria telah dibunuh setiap hari oleh skuad pembunuh tanpa ada sebab yang munasabah, hanya kerana mereka dianggap memiliki potensi yang berbahaya kepada puak rejim.27

Pada 16 November 1997, sebuah artikel bertajuk “Kami Menuduh 80,000 Kali,” John Sweeney, seorang wartawan akhbar harian Britain The Observer, telah memberikan sokongan kepada kata-kata Brahimi. Sweeney amat berminat dengan Algeria dan telah memberikan pandangannya terhadap pembunuhan di negara tersebut selepas beliau menemu bual beberapa orang saksi yang telah melihat kekejaman yang dilakukan di hadapan mata mereka sendiri:

…himpunan bukti-bukti telah menjelaskan keadaan Algeria. Kira-kira 80,000 rakyat telah dibunuh semenjak penipuan umum kepada rakyat melalui pilihan raya yang dipenuhi pertengkaran pada 1991. Kerajaan – le pouvoir – adalah korup, dibenci dan terus memegang kuasa dengan cara keganasan. Pertimbangkan bukti daripada Amnesti Antarabangsa, Pemerhati Hak-Hak Kemanusiaan, Persekutuan Hak-Hak Kemanusiaan Antarabangsa, Wartawan-Wartawan Tanpa Sempadan; bukti-bukti dari pihak media-media Algeria sendiri yang dikongkong oleh kerajaan…28

ORANG AWAM SEKALI LAGI MENJADI SASARAN

Pembunuhan beramai-ramai yang serupa seperti yang ditunjukkan dalam gambar-gambar di sebelah telah dijalankan dalam satu serbuan mengejut ke atas kediaman-kediaman rakyat Algeria. Mereka yang sedang tidur di atas katil telah dikejutkan dan seterusnya dibunuh dengan kejam. Bayi-bayi pula telah ditembak.

Sweeney telah menerima reaksi dari seluruh dunia berikutan temu bualnya dengan seorang anggota polis rahsia Algeria, temu bual dengan beberapa buah negara Barat, Perancis terutamanya, sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap pembunuhan kejam ke atas mereka yang tidak bersalah. Himpunan laporan dan luahan daripadanya menunjukkan keganasan di Algeria sebenarnya didalangi oleh pihak kerajaan. Walaupun seluruh dunia sedar tentang semua ini, tiada siapa pun yang mahu memberhentikan semua ini. Mereka lebih suka untuk berdiam diri. Dengan kata lain, “Kerajaan Algeria dan rakan-rakan Baratnya lebih suka untuk bertindak di dalam kegelapan.”

Mereka yang Benar-Benar Bertanggungjawab Terhadap Pembunuhan

Sweeney telah memberikan tiga buah contoh-contoh pembunuhan yang berasingan di dalam artikel tersebut, seterusnya mendedahkan dengan tepat tentang siapakah sebenarnya yang bertanggungjawab terhadap siri-siri pembunuhan yang ditujukan kepada umat Islam. Kisah pertama bermula pada Julai 1994. Pada hari para pemimpin Barat yang menganggotai G-7 bertemu di Nepal, “ekstrimis Islam” telah dituduh mengelar leher tujuh orang ahli kelasi Itali sewaktu mereka berada di pelabuhan Algeria. Media-media Barat dengan cepat dan bengis menuduh kumpulan “radikal Islam” yang melakukan serangan tersebut.

Walau bagaimanapun, Joseph, seorang anggota polis rahsia Algeria yang digunakan oleh Sweeney sebagai salah satu dari sumber maklumatnya, memiliki pandangan yang berbeza tentang serangan tersebut. Beliau memberitahu bahawa pembunuh adalah rakan-rakannya di dalam unit polis rahsia. Perkara yang lebih menarik ialah sewaktu serangan itu berlaku, pelabuhan tersebut berada di dalam kawasan militari, dan ia dilindungi sebaik-baiknya oleh pasukan tentera laut. Sweeney telah menarik perhatian tentang perkara luar biasa yang berlaku sewaktu kejadian tersebut:

Jenjen, sewaktu berlaku pembunuhan beramai-ramai tersebut, dikawal ketat oleh pasukan tentera laut, di dalam zon ketenteraan, yang mana terdapat berek-berek askar beberapa ela sahaja dari kapal tempat orang-orang Itali itu disembelih. Jika kumpulan ekstrimis merupakan pembunuhnya, maka mereka mesti melepasi pemeriksaan tentera, berjalan berjengket-jengket di berek tempat tinggal askar, mengelar leher kelasi-kelasi Itali itu, memunggah turun 600 tan kargo yang didapati hilang, dan kemudian melarikan diri secara perlahan-lahan supaya tidak ditangkap.29

Tiada apa yang berubah bagi umat Islam Algeria selepas negara itu berjaya mencapai kemerdekaannya pada tahun 1962. Pemerintahan baru yang memiliki hubungan rapat dengan Perancis, terus melakukan pembunuhan.

Contoh kedua yang ditulis oleh Sweeney ini juga tidak kurang menariknya:

Pada 1995, satu siri pengeboman telah berlaku di kota Paris. Kumpulan-kumpulan ekstrimis Islam dipersalahkan dan Barat bersetuju. Joseph memberitahu kepada kita bahawa lelaki yang merancang pengeboman adalah Jeneral Tewfik dan Smain, yang merupakan komander-komander di dalam pasukan polis rahsia Algeria, dan operasi tersebut telah dikawal dari Kedutaan Algeria di Paris. Selepas pengeboman, Menteri Dalam Negeri Perancis, Jean-Louis Debre, telah ditanya sewaktu makan tengah hari sama ada wujudkah kemungkinan bagi pasukan polis rahsia Algeria bersembunyi di sebalik pengeboman tersebut. Beliau menjawab: “Militari keselamatan Algerian meng­harapkan kami supaya mengikut jejak yang salah, jadi kami dapat menghapuskan sesiapa sahaja yang mengganggu mereka.”30

Contoh yang ketiga ini juga turut menimbulkan satu lagi misteri:

Pada 1997, tiga insiden pembunuhan beramai-ramai yang besar telah dilakukan di selatan Algiers. Ketiga-tiganya berlaku di sebuah zon yang dikawal ketat, dikelilingi oleh berek-berek askar. Ia mengambil masa yang lama untuk menyembelih leher 200 orang manusia. Tiada seorang pun yang dibawa ke muka pengadilan Algeria atas sebab pembunuhan beramai-ramai yang besar itu. Mereka yang melakukan pembunuhan itu, seperti yang diberitahu oleh puak rejim, “dibiarkan tanpa gangguan.”31

Insiden serupa yang dilaporkan oleh John Sweeney turut dilaporkan dalam sebuah majalah berbahasa Turki. Di dalamnya terdapat kenyataan-kenyataan daripada para saksi yang melihat pembunuhan beramai-ramai di Seydi Musa, iaitu sebuah kawasan di Algeria. Ia menyaksikan seramai 300 orang dibunuh. Insiden ini amat penting bagi seseorang yang mahu mengetahui hal sebenar yang terjadi di Algeria:

Hakikat bahawa tiada campur tangan ketenteraan dalam pembunuhan beramai-ramai di Seydi Musa, yang berlaku hanya di sebelah ibu pejabat militari dan hanya memakan masa lima jam, adalah aspek yang patut diberi perhatian dalam seluruh konspirasi yang terjadi. Kenyataan daripada mereka yang terselamat ialah, “Kami menjerit meminta pertolongan, pasukan keselamatan tidak jauh dari kami, namun manusia pertama yang datang di awal-awal pagi ialah pasukan bomba,” dan api serta asap yang keluar dari rumah-rumah, serta bunyi-bunyi tembakan senjata automatik penyerang yang gagal menarik perhatian pasukan keselamatan adalah cukup untuk memberitahu kita siapakah sebenarnya yang bersembunyi di sebalik pembunuhan di Algeria.32

Ramai sebenarnya yang turut berkongsi pandangan yang serupa seperti Abdul Hamid Brahimi dan John Sweeney tentang apa yang berlaku di Algeria. Ramai pakar yang sedang meneliti perkembangan di negara tersebut bersetuju bahawa kerajaan Algeria, yang disokong oleh junta (Pent: iaitu majlis pemerintah), adalah dalang di sebalik pembunuhan dan tindakan-tindakan keganasan. Salah seorang daripada kumpulan-kumpulan pakar tersebut ialah Perbadanan Rand Graham Fuller, bekas ejen CIA. Fuller telah mengenalpasti unit-unit militari yang bertanggungjawab terhadap tindakan-tindakan teroris di Algeria, termasuklah juga pengeboman di Paris, dan turut meng­gambarkan niat mereka untuk memanipulasikan pandangan masya­rakat dunia. Beliau mempertahankan bahawa agensi-agensi intelek Barat mengetahui semua perkara yang berlaku dan mereka cuba mempengaruhi pandangan penduduk dunia dengan menyebarkan maklumat yang salah.33

Fakta lain yang turut memberikan bukti penting ialah hampir kebanyakan jeneral-jeneral di dalam junta yang bertanggungjawab terhadap pembunuhan yang dilakukan pada masa-masa yang tertentu atau yang lain adalah berada di dalam pasukan askar Perancis. Mereka ini memberikan perkhidmatan kepada pasukan askar Perancis sewaktu berlakunya Perang Kemerdekaan Algeria, atau dengan kata lain mereka bekerjasama dengan Perancis. Ketua Staf Jeneral Mohammed Amari, sebagai contoh, merupakan seorang pegawai di dalam pasukan askar Perancis. Beliau menganggotai pasukan askar Algeria sebaik sahaja sebelum kemerdekaan diisytiharkan. Ketua bagi Bahagian Kepintaran iaitu Jeneral Tewfik, dan pemimpin yang melakukan rampasan kuasa secara haram, yang juga merupakan Menteri Pertahanan terdahulu iaitu Jeneral Khalid Nezzar turut menjadi pegawai di dalam pasukan askar Perancis.34

Sebagai tambahan kepada semua ini, bekas Perdana Menteri iaitu Abdul Hamid Brahimi telah menerangkan bahawa semua tindakan keganasan dituduh dilakukan oleh umat Islam, padahal umat Islam tahu bahawa mereka tidak akan dapat mencapai impian mereka dengan cara pembunuhan. Selepas berkata demikian, Brahimi me­ne­kankan bahawa itu semua dilakukan oleh bekas-bekas ahli OAS, iaitu sebuah pertubuhan penentang-gerila yang ditubuhkan bagi menentang kemerdekaan Algeria pada tahun 1962. Pertubuhan ini yang sebenarnya digerakkan oleh pihak pentadbiran Perancis, adalah dalang yang berselindung di sebalik keganasan yang berlaku di Algeria.35

Di samping semua ini, perkara yang mesti dijelaskan ialah kumpulan-kumpulan Islam yang terlibat dalam serangan-serangan keganasan terhadap penduduk awam adalah berada di landasan yang salah. Seperti yang telah kami beritahu, metod-metod yang sedemikian adalah tidak serasi dan selaras dengan ajaran Islam. Islam sentiasa mengajak umatnya memilih jalan damai, dan jika peperangan menjadi satu-satunya jalan terakhir, Islam memastikan nyawa dan hak pen­du­duk awam yang tidak bersalah tidak dicabuli. Selain itu, segala macam bentuk “perjuangan” yang membawa kepada kezaliman yang ti­dak berjustifikasi adalah berlawanan dengan kehendak Islam. Umat Islam di Algeria perlu sensitif terhadap perkara ini. Mereka seharusnya ti­dak melancarkan peperangan dengan cara mengangkat senjata, se­baliknya dengan menggunakan kebudayaan, ilmu dan juga kewarasan. Mudahan-mudahan segala darah dan air mata yang menitik di bumi Algeria akan diganti dengan sebuah kedamaian dan keselamatan.

________________

Rujukan:

24- L’Express, 30 November 2000
25- L’Express, 30 November 2000 (emphasis added)
26- Le Monde, March 1995 (emphasis added)
27- EIR Executive Intelligence Review, 9 December 1994, p. 46 (emphasis added)
28- John Sweeney, The Observer, 16 November 1997
29- John Sweeney, The Observer, 16 November 1997
30- John Sweeney, The Observer, 16 November 1997 (emphasis added)
31- John Sweeney, The Observer, 16 November 1997
32- Altýnoluk, (Turkish Magazine), October 1997
33- Graham E. Fuller, Algeria:The Next Fundamentalist State?, RAND, Santa Monica, CA, 1996, pp. 46-47.
34- http://www.kanal7.com/zdosya/cez.htm, Cezayir Gerçegi, (The Truth of Algeria), Kanal 7 (Turkish TV Channel) News Program, 6 April 1998
35- http://www.aitco.com/~sonuyari/eskiler/su97e/sm315.htm

Sumber: http://harunyahya.com 

../Bersambung Ke Bahagian 9

ZAMAN KEGELAPAN ISLAM DAN KETIBAAN ERA KEBANGKITAN ISLAM – BAH. 7


Dari Bahagian 6

BOSNIA, KOSOVO DAN MACEDONIA

     

Rakyat Balkan yang Sentiasa Dihimpit Peperangan

Sewaktu kita sedang menuju ke penghujung abad ke-20. dunia telah meyaksikan genocide paling dahsyat dan besar. Segalanya bermula pada 1992, dan sepanjang waktu itu beratus-ratus ribu manusia telah dihalau dari tanah sendiri, dibunuh, disumbat ke dalam kem-kem yang penuh sesak, dan didera dengan cara yang tidak berperikemanusiaan. Perkara yang paling jelas dan nyata te ntang genocide ini, yang bermula di Bosnia dan kemudian ber­pindah ke Kosovo, ialah ia berlaku di hadapan seluruh penduduk dunia dan hanya ber­sebelahan sahaja dengan negara-negara Eropah.

Penyembelihan di Bosnia yang bermula pada 1992 hanya berakhir pada musim bunga 1995. Sepanjang tempoh tersebut telah berlaku kekejaman dan keganasan yang sukar dicari contohnya di dalam sejarah kehidupan manusia. Jumlah umat Islam Bosnia yang dibunuh oleh orang-orang Serbia adalah melebihi 200,000 orang. 2 juta orang telah diusir dari rumah mereka, dan kira-kira 50,000 umat Islam wanita telah dicabul ke­pe­ra­wa­nannya. Perkara yang sama kemudian turut berlaku di Kosovo.

Memusnahkan Segala Tinggalan Empayar Turki Uthmaniyyah

Untuk memahami kezaliman yang dikenakan terhadap umat Islam Bosnia yang tidak bersalah, terlebih dahu­lu kita mesti mema­hami sejarah kawasan yang bergolak tersebut. Sudah diketahui ramai bahawa se­telah pembubaran Per­seku­tuan Yugoslavia, terdapat beberapa negara yang berasa kurang senang terhadap kawasan-kawasan yang me­miliki ramai umat Islam yang cuba mendapatkan kemerdekaan. Penubuhan negara-negara Islam merdeka di tengah-tengah Eropah, dan kemungkinan untuk mereka menubuhkan sebuah kesatuan, membawa maksud kepada penubuhan tamadun Islam yang berhampiran dengan negara-negara Barat. Sebab itulah umat Islam di rantau Balkan dikenakan genocide oleh Serbia, dengan dibantu oleh sokongan-sokongan sulit oleh kumpulan-kumpulan pelobi anti-Islam yang sungguh efektif di beberapa negara-negara Barat dan berada pula di bawah payung keselamatan kumpulan-kumpulan pelobi ini.

Belum pun sempat manusia melupakan tragedi dahsyat yang berlaku di Bosnia-Herzegovinia, gelombang kedua kekejaman orang-orang Serb mula mengambil tempat. Kali ini latar tempatnya adalah di Kosovo, Yugoslavia. Apabila kita melihat peristiwa-peristiwa yang berlaku menurut perspektif sejarah, nampaknya Serb mahu menuntut bela di atas luka kekalahan yang dialami kira-kira 600 tahun sebelum ini. Orang-orang Serb di Kosovo melihat umat Islam Albania sebagai “penerus Empayar Turki Uthmaniyyah.” Oleh itu orang-orang Serb mula menjalankan polisi asimilasi, atau lebih tepat lagi, cuba memadamkan segala kesan Uthmaniyyah.

Kebencian Serb terhadap Uthmaniyyah bermula kira-kira 600 tahun yang lampau. Semasa Perang Kosovo Pertama, pada tahun 1389, Sultan Murat I telah ditikam oleh seorang berbangsa Serbia yang menyamar sebagai seorang utusan. Beliau kemudiannya mengalami cedera parah di bahagian barat laut Pristina dan akhirnya meng­hembuskan nafasnya yang terakhir setelah melihat kejayaan Uthmaniyyah. Kejayaan kedua Turki Uthmaniyyah di Kosovo berlaku pada 1448, apabila Sultan Murat II berjaya mengalahkan pasukan tentera Salib yang dipimpin oleh orang-orang Serbia. Berikutan kejayaan Perang Kosovo Kedua ini, sejumlah besar umat Islam Turki menduduki rantau Balkan.

Ketakutan Terhadap “Albania yang Lebih Hebat” dan Kosovo

Peta baru rantau Balkan yang telah dipersetujui bersama menerusi Perjanjian Versailles pada akhir Perang Dunia I telah menimbulkan satu fakta yang sangat menarik: Orang-orang Albania yang merupakan majoriti rantau Balkan tidak disatukan di dalam sebuah negara yang sama, sebaliknya mereka dibiarkan duduk berselerak di beberapa buah negara. Mengapakah orang-orang Albania tidak dibiarkan duduk bersama apabila peta baru rantau tersebut dilukis?


Sesungguhnya Kami menolong rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (Hari Kiamat), hari yang tidak berguna bagi orang-orang zalim permintaan maafnya dan bagi mereka laknat dan bagi mereka tempat tinggal yang buruk.
(Al-Mu’min, 40:51-52)

Jawapan kepada soalan tersebut terletak pada faktor asas yang mencetuskan segala konflik yang masih berterusan sehingga ke hari ini. Prospek penubuhan negeri “Albania yang Lebih Hebat”, yang terdiri dari umat Islam Albania, dianggap oleh beberapa buah kuasa antarabangsa sebagai sesuatu yang tidak meng­untungkan pihak mereka. Sebab mengapa masalah yang sudah berdekad-dekad lamanya ini masih tidak dapat diselesaikan adalah berpunca daripada plot idea yang serupa. Jika kemerdekaan Kosovo diisytiharkan, “Albania yang Lebih Hebat” akan ditubuhkan sekali lagi di selatan Balkan.

Orang-orang Albania merangkumi kira-kira 95 peratus dari keseluruhan populasi Albania. Tambahan pula, terdapat juga kira-kira 35% populasi Albania di sempadan Macedonia, dan kira-kira 50,000 orang Albania pula tinggal di Montenegro. Di dalam Yugoslavia pula, kawasan Kosovo turut memiliki populasi orang-orang Albania yang agak besar.

Apa yang akan terjadi jika negara-negara yang berjiran tersebut bersatu, dan dengan itu membentuk “Albania yang Lebih Hebat” di tengah-tengah Eropah? Inilah yang menjadi ketakutan kepada kuasa-kuasa Barat.



1 juta atau lebih umat Islam Kosovo yang lari dari penindasan Serbia terpaksa berhadapan dengan kesejukan, kelaparan, kehausan dan penyakit. Berpuluh-puluh ribu kehilangan nyawa, dan banyak lagi yang telah hilang.

Adalah perlu untuk dijelaskan bahawa ketakutan ini timbul lebih disebabkan oleh faktor agama berbanding faktor etnik. Seperti juga Bosnia, negeri tersebut turut memiliki ramai umat Islam yang dilihat sebagai “tidak diperlukan.”

Pencaturan yang masih diteruskan sehingga ke hari ini, telah memainkan peranan penting yang mempengaruhi proses pemetaan rantau Balkan selepas Perang Dunia I. Inilah sebabnya mengapa orang-orang Albania secara tidak rela hidup sebagai sebuah bangsa yang dipecah-pecahkan sejak dulu lagi.

Selepas Perang Dunia II, orang-orang Albania telah diperintah di bawah telunjuk rejim Komunis. Orang-orang Albania di Kosovo dan Macedonia kekal di sempadan Tito Yugoslavia, dan orang-orang Albania sendiri akhirnya berada di bawah genggaman rejim Enver Hoxha yang lebih zalim.

Berikutan kejatuhan komunisme kira-kira 40 tahun yang lampau, kuasa “Albania yang Lebih Hebat” dipandang sebagai sebuah kuasa yang berbahaya disebabkan oleh sifat Islamiknya. Kuasa komunis terdahulu dan fasis terbaru, Slobodan Milosevic menjadi orang pertama yang memulakan polisi ganas yang anti-Islam.


Pemandangan seperti ini adalah sesuatu yang lumrah dalam kehidupan seharian di Balkan.

Sebaik sahaja Milosevec mula memegang tampuk pemerintahan, beliau telah menamatkan autonomi yang telah pun dijanjikan kepada Kosovo sewaktu zaman Tito. Beliau mula menggunakan pendekatan fasis untuk menyalakan api nasionalisme orang-orang Serbia. Pendidikan tinggi di Kosovo dihalang dari diajar dalam bahasa Albania. Akhbar-akhbar yang diterbitkan dalam bahasa tersebut akan ditamatkan operasinya dan rakyat ditindas. Ini semua bertujuan supaya orang-orang Albania meninggalkan kawasan tersebut, dan akhirnya kira-kira 400,000 telah mengambil tindakan tersebut. Pada masa yang sama, wujud usaha untuk mengubah demografi kawasan dengan memasukkan orang-orang Serb. Mereka mahu men”Serbia”kan kawasan tersebut dengan menghalau umat Islam Albania yang membentuk populasi kira-kira 90 peratus banyaknya. Mereka malah turut mengoyakkan surat ikatan harta dan mencantumkan dokumen-dokumen untuk memadamkan identiti budaya umat Islam. Pada 1989, autonomi Kosovo telah dibatalkan sama sekali. Setiap hari, Milosevic mengenakan sekatan-sekatan baru di kawasan tersebut. Orang-orang Albania terus menunjukkan penentangan yang bersifat kedamaian terhadap segala penindasan yang dikenakan ke atas mereka, dan di bawah pimpinan Ibrahim Rugova, mereka telah memulakan kempen yang berdasarkan perlembagaan untuk memenangi semula hak-hak mereka. Orang-orang Albania yang telah hidup lama di bawah sistem penindasan yang tidak memiliki sebarang hak dan telah menjadi sasaran projek asimilasi, akhirnya telah berjaya menarik perhatian rakyat dunia setelah mereka menjadi mangsa proses pembersihan etnik. Serb telah meletakkan pasukan polis dan askarnya di kawasan itu. Pasukan-pasukan ini telah menyerang penduduk yang tidak bersenjata dengan menggunakan senjata-senjata berat. Kempen pembersihan etnik bermula pada 27-28 Februari 1998. Keagresifan Serb telah dihentikan oleh operasi NATO pada 24 Mac 1999. Namun demikian operasi menyelamat yang agak lewat dilakukan ini telah cukup untuk memberitahu kita bahawa penderitaan yang cukup besar telah dialami oleh orang-orang Albania Kosovo

Gambar-gambar yang menunjukkan apa yang sedang berlaku di Kosovo telah dipampang di dada-dada akhbar, namun dunia masih berdiam diri. Pengkebumian beramai-ramai, rumah-rumah dibakar, dan bayi-bayi dibunuh di dalam buaian tidak membawa apa-apa kesan bagi kebanyakan manusia.

Bosnia: Pembunuhan Beramai-ramai di Mata Dunia

Apabila Sarajevo menjadi sebahagian daripada wilayah Turki Uthmaniyyah pada 1463, ia turut mempunyai hubungan dengan agama Islam. Ia terus berada di bawah kuasa Turki Uthmaniyyah selama kira-kira 400 tahun. Sepanjang tempoh yang cukup panjang ini, Slavs yang mempunyai hubungan dengan mazhab Kristian yang dipanggil “Bogomils” dan tinggal di kawasan Bosnia-Herzegovina, telah memeluk Islam dengan kerelaan hati mereka sendiri. Dengan itu, umat Islam muncul di Bosnia, di tengah-tengah Semenanjung Balkan. Berikutan dengan Perjanjian Berlin pada 1878, Bosnia telah diberikan kepada Empayar Austria-Hungary, walaupun ia masih sebahagian daripada kawasan Turki Uthmaniyyah. Namun akhirnya ia telah ditawan pada 1908, dan Bosnia tidak lagi berada di bawah pemerintahan Islam. Orang-orang Islam melihat pemergian Turki Uthmaniyyah dengan penuh kesedihan kerana mereka telah membayangkan penganiyaan dahsyat yang bakal diterima di bawah sistem pemerintahan baru. Sesungguhnya tidak lama selepas pengunduran Turki Uthmaniyyah, serangan dan gangguan terhadap umat Islam pun bermula.


Serb terus melakukan rompakan dan pembunuhan walaupun mereka berundur dari Kosovo. Satu juta umat Islam Kosovo yang melarikan diri hidup dalam keadaan yang sengsara.

Selepas Perang Dunia I, “Kerajaan Serbia, Crotia dan Slovenia” telah ditubuhkan, dengan itu telah mengumpulkan kesemua komuniti Slavs di kawasan tersebut. Bosnia-Herzegovina turut menjadi sebahagian daripada kerajaan tersebut. Pada 1929, Kerajaan Yugoslavia jatuh ke tangan Kristian Ortodoks Serbia. Sehingga Perang Dunia II, umat Islam Bosnia telah dicuri harta-benda mereka dan diawasi dengan begitu teliti sekali.

Semasa Perang Dunia II, kawasan tersebut telah dijajah oleh Jerman. Tahun peperangan tersebut telah menyaksikan kira-kira 100,000 umat Islam yang terkorban dalam siri-siri serangan di bandar-bandar dan perkampungan Bosnia. Serangan-serangan tersebut dilakukan oleh pejuang-pejuang ultra-nasionalis (Chetniks). Pihak komunis telah memainkan peranan utama dalam penentangan terhadap Nazi, dan apabila perang tamat mereka mula mengambil-alih hal-ehwal pengurusan negara tersebut. Polisi penindasan terhadap umat Islam bangkit semula apabila komunis mula berkuasa. Yayasan-yayasan Islam diambil-alih, masjid-masjid dan sekolah-sekolah agama dirampas, dan kempen intensif tentang propaganda ateis begitu rancak dijalankan. Kesannya, satu bahagian daripada populasi umat Islam telah dipaksa berpindah ke Turki dan negara-negara Ero­pah lain.

Apabila Perjanjian Perang Dingin Warsaw tamat, sebuah referendum telah diadakan pada 1 Mac 1992, dan Bosnia-Herze­govina mengisytiharkan ke­merdekaannya. Walau bagai­manapun, Serb telah menawan negara tersebut dan men­jalan­kan penyembelihan selama tiga tahun. Jumlah umat Islam Bosnia yang dibunuh oleh Serb dalam tempoh tiga tahun itu tidak kurang dari 200,000 orang. Kira-kira 2 juta umat Islam dihalau keluar dari rumah mereka. 50,000 wanita Islam telah dirogol. Umat Islam yang dihantar ke kem-kem tahanan milik Serb telah dikenakan penderaan yang amat dahsyat, dan berpuluh-puluh ribu daripada mereka telah lumpuh.

   
   
   

Sewaktu Perang Bosnia, jalanan menjadi tanah perkuburan. Perkuburan beramai-ramai yang digali satu demi satu selepas perang memberikan gambaran jelas tentang dimensi genocide yang berlaku. (Gambar kanan) Sebuah perkuburan beramai-ramai yang dijumpai di Srebenica pada tahun 1996.

Beberapa kes penyeksaan di sana yang dilaporkan oleh umat Islam kepada Kenyataan Tribunal Jenayah Perang Antara­bangsa PBB dengan jelas menunjukkan tahap peng­­aniyaan yang telah di­laku­kan oleh Serb. Sebagai contoh, berdasarkan kepada keterangan Sulejman Besic yang berusia 46 tahun, seorang Chetnik yang dipanggil Dusan Tadic telah pergi menemui seorang wanita Islam dan menjerit kepadanya untuk memberitahu di mana suaminya berada. Dia kemudian mengarahkan wanita tersebut supaya menanggalkan pakaiannya, dan mengancam akan membunuhnya jika dia enggan berbuat demikian. Dalam menangis, dia mula membuka pakaiannya di hadapan mata pistol. Namun demikian tidak kurang seminit selepas iu, Tadic menembaknya di kepala. Kemudian dia membawa anak lelaki wanita tersebut yang mana selama adegan ngeri ini berlaku, dia terbaring tidak berapa jauh dalam keadaan tangannya diikat. Anak lelaki itu kemudian disuruh merogol ibunya yang sudah mati. Di kemudian menangis dengan sekuat-kuatnya, dan akhirnya dengan segera ditembak mati oleh Dusan Tadic.

Badan kaku yang mati akibat dibunuh dibiarkan begitu sahaja dalam masa yang lama. Menurut Sulejman Besic, tiada apa yang menghairankan tentang perkara tersebut di kem-kem tahanan yang penuh sesak. Menurutnya lagi, ramai umat Islam yang cedera berada dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Ada di antara mereka yang terbaring tidak sedarkan diri dengan ulat-ulat mengerumuni luka-luka yang terdedah. Bau busuk dari mayat-mayat yang dibiarkan ditempat terbuka dan ulat-ulat yang mengerumuninya amat meloyakan.

Besic telah menyaksikan semua ini sewaktu dia dikurung di Kem Trnopolje, dan beliau memberitahu pengalamannya kepada Tribunal Jenayah Perang Antarabangsa di Hague, yang ditubuhkan untuk menyiasat jenayah-jenayah perang di Yugoslavia yang dahulu dan juga menyiasat para suspek. Perkara-perkara dahsyat yang disaksikan dan dialami olehnya hanyalah beberapa contoh daripada ribuan penyeksaan dan penyembelihan sistematik yang dikenakan ke atas umat Islam oleh Serbia di Bosnia.

Penyembelihan dan pembersihan etnik yang begitu lama di Bosnia mungkin sudah semakin sampai ke penghujungnya. Namun ia telah meninggalkan satu tragedi kemanusiaan yang sungguh mengerikan. Serb mengajukan ancaman-ancamannya, dan bertindak-balas terhadap kebangkitan Islam di Bosnia dengan kekejaman yang begitu dahsyat, yang dijalankan di hadapan mata penduduk dunia.

Harapan kami ialah rakyat Bosnia, yang dikenakan genocide kejam hanya kerana mereka beragama Islam, akan mendapat sokongan secara aktif dan praktikal dari mereka yang berkesedaran di segenap lapisan masyarakat, terutama sekali dari dunia Islam untuk membantu mereka memulihkan keadaan.

__________________

Sumber: http://harunyahya.com

../Bersambung Ke Bahagian 8

ZAMAN KEGELAPAN ISLAM DAN KETIBAAN ERA KEBANGKITAN ISLAM – BAH. 6


Dari Bahagian 5

TURKESTAN TIMUR

Kebuasan yang Disorokkan oleh kerajaan Komunis China

Spabila kita memperkatakan tentang ideologi-ideologi yang menyebarkan kesengsaraan di serata dunia, maka komunisme mendapat tempat paling atas. Dengan berdasarkan kepada idea-idea dua orang ahli falsafah Jerman, Karl Marx dan Friedrich Engels, sistem kepercayaan ini telah pun dilaksanakan oleh pemimpin-pemimpin yang kejam seperti Lenin, Stalin, dan Mao, dan seterusnya membawa kepada penyembelihan dan pembunuhan yang amat kejam sepanjang sejarah peradaban dunia.

Walaupun kita bersetuju bahawa rejim komunis telah tumbang dengan pecahnya Kesatuan Soviet, namun ideologi dan amalan komunisme sebenarnya masih terus wujud, sama ada secara terbuka mahupun sulit. Umat Islam Turki di Turkestan Timur masih terus berada di bawah penindasan Maoist Red China. Pencabulan hak asasi manusia di Turkestan Timur tidak boleh diabaikan sama sekali.

Kekejaman China di Turkestan Timur

Umat Islam Turki di Turkestan Timur yang dikenali sebagai Uighurs, telah hidup di bawah dominasi kerajaan China selama lebih kurang 250 tahun. China telah memberikan nama kepada wilayah Islam tersebut sebagai “Xinjiang” ataupun “tanah yang ditawan,” dan menganggapnya sebagai tanah milik mereka sendiri. Berikutan dengan pengambilalihan China oleh komunis pada tahun 1949 oleh Mao, pe­ninda­san yang berlaku di Turkestan Timur semakin menjadi-jadi. Rejim ko­mu­­nis mula melakukan penghapusan umat Islam yang enggan untuk diasi­mi­lasikan.

Bilangan umat Is­lam yang dibunuh amat mengejutkan. Di antara tahun 1949 dan 1952, 2.8 juta umat Islam mati, sama ada dibunuh oleh tentera China ataupun mati akibat kebuluran. Di antara tahun 1952 dan 1957, lebih 3.5 juta nyawa terkorban, kemudian 6.7 juta di antara 1958 dan 1960, dan kemudian di antara tahun 1961 dan 1965 pula, seramai 13.3 juta manusia mati.

Kaum Uighurs yang berjaya hidup pula berada di dalam penindasan dan penderaan. Pemerintah Turkestan Timur terkini iaitu Isa Yusuf Alptekin, yang banyak menghabiskan umurnya dalam buangan, telah menggambarkan situasi tersebut di dalam bukunya Dogu Turkistan Davasi (Hubungan Turkestan Timur) dan juga Unutulan Vatan Dogu Turkestan (Turkestan Timur: Tanah yang Dilupakan). Berdasarkan kepada buku-buku tersebut, penindasan yang dilakukan terhadap rakyat Turkestan Timur tidak banyak bezanya dengan apa yang berlaku kepada umat Islam di Bosnia, ataupun majoriti kaum Albania oleh Serbia. “Hukuman” yang dikenakan oleh mahkamah China terhadap negara tersebut adalah terlampau kejam dan sangat tidak berperikemanusiaan. Ini termasuklah membakar manusia hidup-hidup, memukul manusia sehingga hampir mati dan kemudian membogelkan mereka dan membiarkan mati di dalam kesejukan salji. Malah ada juga yang diikat dengan lembu jantan pada kedua-dua belah kaki mereka untuk memisahkannya daripada badan.

Amalan Asimilasi yang Bertujuan Menghapuskan Budaya Secara Besar-besaran

Semenjak tahun 1949 lagi, rejim komunis telah mula merancang program penghapusan populasi umat Islam, dan telah memindahkan pendatang China ke kawasan tersebut dengan begitu sistematik sekali. Kesan daripada kempen ini yang dimulakan oleh kerajaan China pada 1953, begitu berkesan sekali. Pada tahun 1953, 75 peratus daripada keseluruhan populasi adalah umat Islam, dan hanya 6 peratus dikuasai oleh orang-orang China. Pada tahun 1982, nisbahnya telah berubah dengan menyaksikan penurunan populasi umat Islam kepada 53 peratus, manakala populasi China meningkat kepada 40 peratus. Berdasarkan bancian yang dilakukan pada 1990, populasi yang dilaporkan adalah 40 peratus umat Islam dan 53 peratus rakyat China, dengan itu telah mendedahkan dengan jelas proses pembersihan etnik yang sedang berlaku di wilayah tersebut.

Baru-baru ini, bangsa Uighurs telah ditempatkan di kawasan perkampungan, manakala orang-orang China dipindahkan ke bandar. Oleh itu, wujud beberapa buah bandar yang memiliki kira-kira 80 peratus orang-orang China. Ia bertujuan untuk menjadikan bandar yang majoritinya adalah rakyat China. Polisi kerajaan China yang menggalakkan perkahwinan campur di antara penduduk tempatan dengan orang-orang China juga menjadi sebahagian daripada polisi asimilasi tersebut.

UJIAN-UJIAN NUKLEAR KE ATAS UMAT ISLAM


Semenjak tahun 1964, China telah menjalankan 44 kali ujian nuklear ke atas Turkestan Timur yang telah mengakibatkan kematian seramai 210,000 orang dan menjadikan beribu yang lain mengalami penyakit-penyakit seperti kanser. Di samping itu, ribuan kanak-kanak telah dilahirkan cacat.

Kerajaan China turut menggunakan umat Islam Turkestan Timur sebagai bahan uji kaji program nuklearnya. Ujian tersebut bermula pada 16 Oktober 1964, dan kesannya, penduduk di kawasan tersebut telah mendapat penyakit-penyakit yang membawa maut, dan kira-kira 20,000 kanak-kanak cacat telah dilahirkan. Jumlah umat Islam yang terkorban di dalam ujian tersebut dianggarkan seramai 210,000 orang. Beribu yang lain telah mendapat kanser atau dibiarkan lumpuh.

Dari tahun 1964 sehingga kini, China telah meletupkan kira-kira 50 buah bom-bom atom dan hidrogen di Turkestan Timur. Ahli-ahli pakar dari Sweden telah mengukur gegaran yang berlaku disebabkan letupan bawah tanah pada tahun 1984 dan mencatatkan bacaan 6.8 pada skala Richter.

Punca Sebenar Kekejaman: Kebencian Terhadap Islam

Sebab utama yang membawa kepada penindasan rakyat Turkestan Timur oleh China adalah kerana mereka beragama Islam. Kerajaan komunis China melihat Islam sebagai halangan terbesar untuk mereka memantapkan penguasaan terhadap kawasan tersebut.

China telah menggunakan bermacam-macam bentuk penindasan untuk membuatkan mereka berpaling jauh dari agama. Puncak peristiwa ini berlaku ketika zaman pemerintahan diktator komunis Mao. Ketika itu, Revolusi Budaya sedang berlaku dari tahun 1966-76. Masjid-masjid diruntuhkan, ibadah secara beramai-ramai diharamkan, pengajaran Al-Quran dihalang, dan rakyat China yang berpindah dibenarkan untuk mengganggu umat Islam. Sekolah-sekolah digunakan untuk menyebarkan propaganda atheis. Segala bentuk komunikasi dikawal untuk membuatkan manusia lari dari agama. Mereka telah dilarang untuk mendengar ceramah-ceramah agama yang menyentuh tentang keimanan, dan pemimpin agama pula dilarang mengajar tentangnya. Namun demikian, di sebalik segala penindasan yang dilakukan, mereka masih berpegang teguh kepada tali Islam.21

Salah satu cara ugutan dan tekanan yang dilakukan masih terus dilaksanakan di institusi-institusi pendidikan. Pendidikan universiti di kawasan tersebut telah diberikan kepada rakyat China, dan umat Islam yang belajar di universiti-universiti tersebut hanya membentuk 20 peratus sahaja daripada keseluruhan jumlah pelajar. Kemelesetan ekonomi turut menjadi faktor halangan yang membawa kepada rendahnya tahap pendidikan yang diterima oleh umat Islam di situ. Sekolah-sekolah yang diajar dalam bahasa China menikmati kemudahan-kemudahan yang canggih. Sebaliknya sekolah-sekolah Uighur berada dalam keadaan serba kekurangan. Pendidikan yang kononnya dianggap bersifat keagamaan yang diajar di sekolah-sekolah sebenarnya didirikan di atas fahaman ateisme.

Peristiwa penukaran abjad sebanyak 4 kali dalam tempoh 30 tahun merupakan sebahagian daripada polisi asimilasi yang ditujukan kepada umat Islam di sana. Meskipun Revolusi Budaya sedang berlaku, Mao tetap tidak mengubah skrip abjad China. Namun Mao menukar abjad Uighur daripada abjad Roman kepada abjad Cyrillic jenis Rusia. Selepas abjad itu digunakan buat beberapa ketika, ia ditukar semula kepada abjad Roman. Walau bagaimanapun, selepas itu ia ditukar menjadi skrip Arab untuk menghalang dari terbentuknya jambatan budaya dengan Turki. Kesannya, generasi-generasi di situ sukar untuk memahami di antara satu sama lain yang mana abjad mereka telah diubah berkali-kali.

Peranan Komunis China yang Anti-Islam di Timur Jauh

Penindasan berdarah yang dikenakan ke atas umat Islam Uighur Turki di Turkestan Timur masih belum reda sehingga kini. China telah menangkap golongan muda Uighur Turki yang menyuarakan penentangan mereka, dengan alasan mereka adalah musuh yang berpotensi di masa hadapan. Untuk melepaskan diri dari penganiayaan tersebut golongan muda telah melarikan diri ke gunung-gunung ataupun ke padang pasir.

Semenjak tahun 1996, berpuluh ribu remaja Uighur Turki telah ditahan di kem-kem yang mana di situ mereka telah dikenakan bermacam-macam jenis penderaan. Sebuah pertubuhan hak asasi manusia antarabangsa telah melaporkan di dalam laporan rasminya bahawa para suspek telah dibawa ke khalayak ramai, dan mereka sama ada dikenakan hukuman berkerja berat ataupun dibunuh oleh skuad penembak di hadapan masyarakat awam. Mahkamah-mahkamah beroperasi di bawah arahan Parti Komunis. Mungkin apa yang lebih dahsyat ialah wanita-wanita mengandung dibawa lari dari rumah mereka. Selanjutnya kandungan mereka digugurkan secara paksa dengan menggunakan teknik yang tidak selamat. Manakala kanak-kanak yang dilahirkan melepasi kuota kerajaan dibunuh, dan harapan keluarga mereka tidak didengari dan dihiraukan.

DIDERA DI TANAH MEREKA SENDIRI

Selepas tahun 1949, rejim komunis Mao telah membunuh kira-kira 35 juta orang Uighur Turki. Sebilangan umat Islam telah dibakar hidup-hidup atau dipukul hampir mati dan kemudian diseret dan dibiarkan mati dalam salji. Yang lain diikat kepada lembu-lembu jantan dan kemudian anggota-anggota badan mereka diceraikan apabila lembu-lembu jantan itu bergerak pada arah yang berlainan. Tiada seorangpun yang dibenarkan untuk mengamalkan agama dengan bebas.
Hari ini, Red China masih mengikut dasar polisi Mao dan melakukan kekejaman yang sama. Tiada sebarang pertubuhan hak-hak asasi manusia yang dibenarkan hidup di Turkestan Timur. Kawalan komunikasi pula terletak sepenuhnya di dalam tangan China. Akibatnya umat Islam menderita teruk.
Dalam masa 2 tahun sahaja, iaitu dari 1995-1997, lebih dari 500,000 Uighur Turki telah ditahan tanpa sebab oleh pihak berkuasa China.
Sepanjang tempoh waktu yang sama juga, lebih dari 5,000 mati akibat penderaan oleh China, ataupun hilang begitu sahaja.

Peristiwa yang berlaku pada bulan Februari 1997 telah menambahkan lagi bilangan kezaliman yang dilakukan oleh kerajaan China. Pada satu malam Lailatul Qadar di bulan Ramadan tahun itu, yang berlaku pada 4 Februari, lebih daripada 30 orang wanita yang pergi ke masjid untuk menyambut malam yang amat bermakna kepada umat Islam itu, telah dibelasah sewaktu mereka sedang membaca Al-Quran, dipukul oleh ahli-ahli militia China dan kemudian diseret ke ibu pejabat keselamatan. Penduduk tempatan telah pergi ke ibu pejabat dan merayu supaya wanita-wanita tersebut dibebaskan. Namun demikian, mayat tiga orang wanita yang mati akibat diseksa telah dilemparkan kepada mereka yang datang merayu itu. Kemudian, terjadilah pergaduhan di antara penduduk tempatan dengan orang-orang China.

Kira-kira 200 orang penduduk asal Turkestan Timur kehilangan nyawa di antara 4 dan 7 Februari, dan lebih 3,500 yang lain telah dipenjarakan di kem-kem. Pada pagi 8 Februari pula, penduduk yang berkumpul di masjid telah dihalang dari mengerjakan solat oleh pasukan keselamatan. Pergaduhan tercetus lagi, dan akibatnya bilangan mereka yang ditahan iaitu seramai 58,000 orang pada April-May 1996, tiba-tiba melonjak melebihi 70,000 orang. Kira-kira 100 orang penduduk yang masih muda telah dihukum mati secara terbuka. Manakala 5,000 orang Uighur Turki telah ditelanjangkan dan dipamerkan untuk tontonan umum di dalam kumpulan-kumpulan yang setiap satunya seramai kira-kira 50 orang.

Setelah mengetahui semua ini, maka kita patut memberi perhatian kerana rakyat Turkestan Timur masih tidak menerima sebarang sokongan daripada Barat sepertimana yang diharap-harapkan.

Kekejaman yang dikenakan oleh komunis China ke atas Uighur Turki di Turkestan Timur masih berlaku sehingga kini, dan ia akan terus berlaku selagi falsafah Darwin-materialis yang menjadi dalang di sebaliknya tidak dihapuskan dengan perkembangan saintifik. Tidak cukup dengan hanya membaca polisi-polisi yang tidak berperikemanusiaan di dada-dada akhbar, melihat gambar-gambar mangsa kekejaman, dan kemudian mengeluh. Langkah-langkah saintifik dan kebudayaan mesti diambil bagi menghancurkan ideologi yang membawa kepada penindasan itu, dan setiap mereka yang beriman mesti mengambil posisi masing-masing bagi melakukan perang intelektual.

Definisi rasmi Pertubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu (PBB) tentang genocide sudah tepat terhadap apa yang sedang berlaku di Turkestan Timur yang dijajah oleh China itu. Namun, rakyat Turkestan Timur masih tidak mendapat sebarang perlindungan dari PBB. Kira-kira 25 juta umat Islam Turkestan Timur masih menderita disebabkan oleh penindasan China, dan dunia menutup mata atau terus memalingkan muka terhadap kekejaman ini. Terdapat beribu-ribu tahanan politik, dan banyak di antara mereka yang sudah “lenyap” dari penjara. Penderaan ke atas tahanan sudah menjadi satu perkara rutin.

Untuk menamatkan penganiayan di Timur Tengah, pertama sekali dunia mesti diberitahu tentang syarat-syarat perjanjian yang tidak menentu yang sedang berlaku di situ, dan kemudian sekatan antarabangsa mesti dikenakan supaya China dapat merasakan bahangnya. China sedang melakukan pembunuhan beramai-ramai secara tersembunyi, dan rakyat Turkestan Timur yang ditindas kehilangan cara untuk membolehkan suara mereka didengari. Masyarakat dunia mesti bertindak secara bersama terhadap perkara yang perlu diberi perhatian penting ini.

Harus diingat bahawa punca kekejaman dan penganiayaan di Turkestan Timur terletak pada falsafah Komunis China yang bencikan agama. Perang yang tidak berperikemanusiaan yang dilancarkan terhadap manusia yang tidak berdaya adalah kesan daripada pemikiran materialistik dan komunis yang bersifat ateis. Para pemimpin komunis yang kejam sewaktu abad ke-20 telah me­ninggalkan suatu ideologi pembunuh dan kesannya berjuta nyawa terkorban. Turkestan Timur adalah contohnya. Satu-satunya cara yang boleh dilakukan untuk menyekat mimpi ngeri ini dari terus menghantui manusia adalah dengan melancarkan peperangan ideologi untuk menentang ideologi-ideologi atheis seperti komunisme. Penghapusan asas-asas ideologi komunis adalan langkah pertama untuk menamatkan penindasan komunis di muka bumi.

Seperti yang telah ditegaskan di awal bab buku ini, asas kepada komunisme ialah Darwinisme. Karl Marx, iaitu pengasas komunisme telah mendedikasikan bukunya Das Kapital kepada Darwin, iaitu seorang tokoh yang amat beliau sanjungi. Di dalam bukunya yang bertajuk Ever Since Darwin, seorang saintis pro-Marxis-evolusinis yang terkenal telah menulis:

…Marx dan Darwin adalah secocok, dan Marx memuja Darwin setinggi-tingginya… Darwin sesungguhnya seorang pejuang revolusi yang berhemah.22

Pemimpin komunis China, Mao telah berkata menerusi satu ucapannya, “Sosialisme China dibina dengan berasaskan Darwin dan teori evolusi,” maka dengan itu jelaslah dari mana beliau mendapat inspirasi terhadap kekejaman yang dilakukannya.23

Himpunan kenyataan ini yang telah mendedahkan asal-usul Marxisme dengan jelas memberitahu kita bahawa Darwinisme merupakan ideologi yang berselindung di sebalik praktis-praktis kejam yang dilaksanakan beberapa tahun dahulu di negara-negara seperti Rusia dan China, dan yang mana sehingga kini ia masih dilakukan terhadap orang-orang Chechen dan umat Islam di Turkestan Timur. (Untuk mengetahui lebih lanjut tentang saintifik Darwinisme dan kejatuhan ideologinya, rujuk bahagian apendiks tentang penipuan evolusi.)

______________________

Rujukan

21- Isa Yusuf Alptekin, Unutulan Vatan Doðu Turkistan, (East Turkistan: The Forgotten Land), Seha Publications, Istanbul 1999, p. 160
22- Stephen Jay Gould, Ever Since Darwin, W. W. Norton & Company, 1992, s. 26
23- K. Mehnert, Kampf um Mao’s Erbe, Deutsche Verlags-Anstalt, 1977 (emphasis added)

Sumber: http://harunyahya.com 

../Bersambung Ke Bahagian 7